Jika ekonomi Amerika bersin, ekonomi dunia akan demam. Ini ungkapan yang muncul setelah resesi terjadi di Amerika pada 1929. Resesi besar yang juga disebut malaise itu menyengsarakan kehidupan warga di banyak negara. Wilayah di Uni Eropa juga kembali menderita akibat krisis di Amerika pada 2008.
Akan tetapi, kondisi itu sekarang tidak lagi terjadi setidak-tidaknya bagi Asia. Resesi di AS itu tidak lebih menakutkan ketimbang resesi di China. ”Sekarang hanya jika China bersin, efeknya akan meluas ke Asia,” demikian dituliskan di harian Hongkong, The South China Morning Post, edisi 1 Maret 2017.
Gema AS secara ekonomi sudah jauh berkurang, seperti dituliskan situs berita AS, US News, edisi 21 Januari 2018. Terbukti ketika terjadi krisis ekonomi AS pada 2008, kawasan Asia relatif tidak terpengaruh, bahkan terus tumbuh tinggi. Asia sudah menjadi kawasan yang berbeda dengan keberadaan kelas menengah yang semakin banyak. ”Pertambahan pesat jumlah kelas menengah Asia sekaligus memperlihatkan transisi kekuatan ekonomi sedang berlanjut dari Barat ke Asia,” demikian US News.
Secara individu, jumlah kelas menengah AS masih yang terbanyak di dunia. Di sisi lain, jumlah kelas menengah Asia semakin banyak dengan daya beli yang terus menguat. Hasil studi The Brookings Institution, think-tank asal AS, memperlihatkan, 88 persen dari 1 miliar jiwa warga kelas menengah baru dunia berikutnya berasal dari Asia.
Jumlah kelas menengah di Asia pada 2030 sebanyak 3,5 miliar orang atau 65 persen dari total kelas menengah dunia. Ini naik pesat dari angka 2015 dengan jumlah warga kelas menengah Asia sebanyak 1,4 miliar jiwa. Dengan demikian, akan terjadi perubahan drastis tentang komposisi kelas menengah dunia, menurut perkiraan The Brookings.
Kelas menengah asal China mendominasi daya beli Asia.
Kelas menengah asal China mendominasi daya beli Asia. Brookings memperkirakan sumber kelas menengah baru Asia berikutnya bukan hanya China. India sudah memiliki sejumlah besar kelas menengah dan akan memasok 380 juta kelas menengah berikutnya. Sumber kelas menengah lainnya adalah Indonesia, ASEAN lainnya, dan sejumlah negara di Asia lainnya.
Sudah melampaui
Sekarang saja daya beli kelas menengah Asia sudah melampaui daya beli kelas menengah AS. Pada tahun 2015, kelas menengah asal India dan China memiliki pangsa 17 persen dari total konsumsi kelas menengah dunia, lebih besar dari 13 persen untuk AS.
Ada contoh nyata soal itu. India kini telah menggeser AS sebagai pembeli telepon seluler terbesar dunia setelah China di posisi nomor satu. Ini berdasarkan data dari sebuah perusahaan riset, Canalys.
Direktur Keuangan Starbucks, Scott Maw, menuturkan, akhir-akhir ini Amerika Utara dan Asia adalah sumber utama perolehan laba perusahaan. Namun, pertumbuhan laba dari China lebih tinggi, yakni 7 persen dan AS 3 persen.
Pada tahun 2030, kelas menengah China dan India akan memiliki pangsa 39 persen, sementara di Amerika hanya 7 persen. Boeing, misalnya, telah memperkirakan selama periode 2017 2036 dari lima pesawat baru, dua pesawat adalah untuk Asia. ”Ini membuat AS semakin sulit mempertahankan kekuatan global,” demikian US News.
Dunia sudah berbeda dari enam dekade lalu di mana pertumbuhan global bergantung kepada AS. Kini konsumen Asia menjadi pilar ekonomi global dengan kekuatan daya beli yang jauh lebih dahsyat.
”Dengan jumlah penduduk 4 miliar jiwa, didukung faktor demografi dengan konsumen berusia muda, Asia memiliki efek lebih dramatis ketimbang konsumen AS pada dekade 1950-an,” kata Brian O’Reilly dari Davy Group, perusahaan pengelola kekayaan asal Irlandia (26 Juli 2016).
Intra-Asia
Negara-negara di Asia juga terus memiliki kedekatan hubungan ekonomi. Pada tahun 2016, misalnya, menurut Bank Pembangunan Asia, perdagangan intra-Asia memiliki pangsa 57 persen terhadap perdagangan global. Aliran dana investasi asing langsung (FDI) asal Asia yang mengalir ke Asia sendiri mencapai 272 miliar dollar AS. Jumlah ini sekitar 55 persen dari total FDI yang masuk ke Asia.
Investor global juga berpacu memasuki Asia. ”Para pemimpin di China dan India menjadi lebih penting bagi korporasi multinasional asal AS ketimbang Washington,” kata James McGregor, Ketua Wilayah China dari APCO Worldwide, perusahaan konsultan.
Kemampuan Asia menghasilkan produk kebutuhan konsumen juga semakin mendorong perekonomian Asia. Dulu, Apple hingga General Motors sangat dominan di Asia. Kini perusahaan-perusahaan Asia menjadi pesaing berat. Strategy Analytics, perusahaan riset, menyimpulkan, tiga dari lima pembuat telepon pintar terbesar di dunia adalah milik Asia, dalam hal ini China (Huawei, OPPO, and Xiaomi).
Pangsa pasar trio asal China ini sebanyak 25 persen dari total penjualan di dunia yang tercatat pada kuartal III-2017. Pangsa pasar ini dua kali lebih besar daripada pangsa pasar Apple. ”Modernisasi fantastis perekonomian Asia di samping efek revolusi industri menjadikan Asia sebagai tonggak pembangunan terpenting dalam sejarah dunia,” demikian Larry Summers, mantan Menkeu AS.