JAKARTA, KOMPAS – Dominasi generasi milenial atau orang yang lahir dalam kurun waktu 1980-1999 memaksa para pelaku bisnis untuk menyesuaikan diri, tidak terkecuali perbankan. Inovasi produk layanan perbankan digital yang sifatnya murah waktu dan tenaga pun diluncurkan untuk menggaet pasar generasi milenial.
Direktur Bank Bukopin Rivan Achmad Purwantono mengatakan, saat ini transaksi keuangan dan pembayaran di Indonesia melalui aplikasi didominasi oleh generasi milenial. Oleh karena itu, perbankan harus bergerak ke selera generasi milenial yang menghendaki kecepatan dan proses yang sederhana.
“Mereka ingin yang mudah dan praktis. Mereka ingin buka rekening, tetapi enggan untuk datang langsung ke bank. Kami mencoba menjawab kebutuhan itu,” ujar Rivan saat ditemui di Jakarta, Rabu (21/2).
Seperti yang diketahui, pada 2025 sekitar 75 persen konsumsi rumah tangga Indonesia akan didominasi oleh generasi milenial. Untuk diketahui, saat ini total penduduk Indonesia berjumlah 262 juta orang.
Bank Bukopin pun meluncurkan aplikasi “Wokee Tabungan Bukopin” yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat umum. Sebelumnya, aplikasi tersebut telah diluncurkan pada akhir 2017, namun masih sebatas uji coba, yaitu penggunanya merupakan jaringan keluarga karyawan Bank Bukopin di seluruh Indonesia.
“Pada peluncuran yang pertama kami ingin uji coba semuanya, baik dari segi transaksi, server, dan risiko keamanan terlebih dahulu. Saat ini sudah siap diunduh di Google Playstore dan Apple Store. Setelah program ini, tentu akan ada program-program selanjutnya,” tutur Rivan.
Aplikasi Wokee Tabungan merupakan layanan perbankan digital terbaru Bank Bukopin yang diperkenalkan ke publik. Membuka rekening baru tanpa datang langsung ke bank dan melakukan transaksi tarik tunai di mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tanpa menggunakan kartu merupakan layanan utama yang diberikan dalam aplikasi tersebut.
“Untuk tahap pertama kami meluncurkan program cashback 80 persen untuk pembayaran public utility (fasilitas publik) melalui Wokee. Itu berlaku untuk pembayaran listrik dan pulsa berbagai operator,” tutur Rivan.
Menurut Rivan program tersebut berlaku hingga 31 Maret 2018. Setiap nasabah Bank Bukopin melalui Wokee dapat mendapatkan cashback 80 persen dari transaksi yang dilakukan paling banyak empat kali dalam periode program tersebut.
Target
Adhi Brahmantya, Direktur Pengembangan Bisnis dan Teknologi Informasi Bank Bukopin mengatakan, pada 2018 pihaknya menargetkan 400.000 orang menjadi nasabah melalui aplikasi Wokee. Rata-rata tabungan yang dimiliki setiap nasabahnya diharapkan memiliki saldo tabungan Rp 500.000, sehingga Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masuk melalui Wokee diperkirakan sekitar Rp 200 milyar.
“Kami menargetkan fee based income (pendapatan non bunga melalui jasa perbankan) sekitar Rp 30 milyar melalui aplikasi ini,” tutur Adhi.
Rivan mengakui, melalui aplikasi Wokee, Bank Bukopin lebih fokus untuk mendapatkan keuntungan melalui pendapatan non bunga. Saat ini jumlah pendapatan non bunga Bank Bukopin secara keseluruhan, yaitu Rp 1,1 triliun.
“Semakin kecil nilai per transaksi (jumlah pulsa atau pembayaran) semakin bagus untuk bank, artinya nasabah akan semakin sering melakukan transaksi dan itu akan menghasilkan fee based lebih banyak. Saya pikir, kecenderungan generasi milenial saat ini seperti itu. Tidak melakukan transaksi dalam jumlah besar, tetapi frekuensi transaksinya banyak,” ujar Rivan.
Kepala Divisi Perbankan Digital dan Transaksi Bank Bukopin Agus Setiono optimis target yang dicanangkan dapat dicapai. Hal itu berkaca dari tanggapan masyarakat setelah aplikasi Wooke pertama kali diluncurkan pada Desember 2017.
“Saat ini yang sudah mendaftar ada 6.000 orang. Kami pernah mencatatkan rekor internal dalam satu hari ada sekitar 200 orang membuka rekening baru melalui Wooke. Dibandingkan dengan metode konvensional yang per hari hanya puluhan yang membuka rekening baru itu sangat jauh sekali, apalagi pembukaan rekening ini tanpa minimal saldo,” kata Agus.
Internet
Pengamat Pemasaran dari Inventure Yuswohady menilai, generasi milenial merupakan generasi yang mengonsumsi produk berdasarkan pengaruh teknologi digital. Generasi milenial seolah tidak peduli akan merek, melainkan akan lebih memperhatikan produk mana yang paling memberikan keuntungan bagi mereka, terutama berkaitan dengan potongan harga atau harga yang murah.
Berdasarkan riset yang dilakukannya, konsumsi ke media (media digital yang membutuhkan pulsa) merupakan salah satu pengeluaran yang dilakukan generasi milenial dalam rangka melakukan wisata pengalaman.
“Sebanyak 70 persen responden membuka instagram setiap hari dan 62 persen membuka facebook lebih dari 2-3 kali sehari,” ujar Yuswohady.
Survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mencatat, pengguna internet di Indonesia pada 2017, yaitu sebanyak 143,26 juta orang. Jumlah tersebut meningkat dalam 10 tahun terakhir. Pada 2007, jumlah pengguna internet di Indonesia hanya 20 juta orang.
Dari total 143,26 juta pengguna internet di Indonesia, sebanyak 49,52 persennya merupakan generasi milenial. Meski begitu, jumlah masyarakat yang menggunakan internet untuk mengakses layanan perbankan jumlahnya masih sangat sedikit, hanya 7,39 persen, dibandingkan layanan pesan singkat (chatting) yang diakses oleh 89,35 persen pengguna internet. (DD14)