JAKARTA, KOMPAS — Partai politik yang dinyatakan tidak bisa menjadi peserta Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019, setelah melalui mekanisme gugatan di Badan Pengawas Pemilu, hanya bisa menempuh jalan akhir pencarian keadilan melalui gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun, putusan PTUN itu final dan mengikat sehingga tidak bisa diajukan banding ataupun kasasi.
Mahkamah Agung telah mengeluarkan tiga peraturan tentang tata cara penyelesaian sengketa proses pemilu, 18 Oktober 2017, yakni Peraturan MA (Perma) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu, Perma No 5/2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu di PTUN, dan Perma No 6/2017 tentang Hakim Khusus dalam Sengketa Pemilu.
Sesuai dengan tiga perma itu, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah, Selasa (20/2) di Jakarta, mengatakan, gugatan di PTUN merupakan jalan terakhir dalam pencarian keadilan dalam sengketa pemilu yang terkait dengan keputusan KPU soal pembatalan pencalonan anggota legislatif maupun pencalonan presiden dan wakil presiden.
Parpol yang telah dinyatakan tidak bisa mengikuti Pemilu 2019, setelah gugatannya diputuskan oleh Bawaslu, bisa mengajukan gugatan ke PTUN bilamana dirasa putusan itu belum adil.
”Namun, apa pun hasil putusan PTUN itu final dan mengikat sehingga tidak ada banding atau upaya hukum lanjutan. Salah satu syarat bagi suatu gugatan agar bisa diproses di PTUN adalah harus menyertakan atau melampirkan putusan Bawaslu. Gugatan PTUN menjadi upaya terakhir dalam sengeketa pilkada. Proses di Bawaslu harus dilewati dulu, dan barulah nanti gugatan itu bisa diajukan ke PTUN,” kata Abdullah.
Khusus untuk sengketa hasil pemilu atau perolehan suara, hal itu menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). MA melalui PTUN hanya menangani perkara sengketa pemilu dengan obyek gugatan berupa keputusan KPU, termasuk soal kepesertaan parpol dalam pemilu.
”Jika ada parpol yang terus memaksa untuk mengajukan banding atas putusan PTUN, pengadilan tentu tidak bisa menolaknya. Pada prinsipnya, pengadilan tidak akan menolak perkara. Namun, soal diterima atau tidaknya perkara itu oleh majelis hakim, itu sepenuhnya akan menjadi kewenangan hakim. Ketentuan telah mengatur bahwa putusan PTUN adalah final dan mengikat,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, Partai Bulan Bintang (PBB) serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), yang dinyatakan Komisi Pemilihan Umum tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2019, mengajukan gugatan ke Bawaslu. Kedua partai tersebut menguji keprofesionalan dan kehati-hatian KPU dalam verifikasi faktual partai politik di daerah.
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat PBB, Senin (19/2) sore, mendaftarkan sengketa ke Kantor Bawaslu, Jakarta. Sebelumnya, pada rapat pleno penetapan parpol peserta pemilu, Sabtu lalu, KPU menyatakan, PBB tidak memenuhi syarat karena terganjal pemenuhan keanggotaan minimal parpol di Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat (Kompas, 20/2).
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pihaknya memiliki bukti-bukti kuat untuk memenangi gugatan di Bawaslu.
”Berita cara PBB yang memenuhi syarat (MS) di Papua Barat dari KPU Provinsi Papua Barat kami punya, begitu juga rekaman video pengumumannya, saksi-saksi, serta pemberitaan media lokal. Tetapi setelah pleno, kami menduga KPU Papua Barat mengubah berita acara MS menjadi TMS (tidak memenuhi syarat). Berita acara TMS itulah yang mereka bawa ke Jakarta,” katanya.
Yusril mengatakan akan melakukan langkah hukum apa pun untuk melawan putusan KPU itu. Ia menyiapkan segala kemungkinan, termasuk memidanakan anggota KPU, jika terbukti ada kesengajaan menggagalkan keikutsertaan PBB dalam Pemilu 2019.