Sore itu, Minggu (17/2), Suwarjono (42) mengayuh sepeda lipat melintasi Kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Topi ia kenakan untuk menghalau sinar matahari yang menyilaukan mata. Ia tak mengenakan helm, walau sepedanya harus berbagi jalan dengan sepeda motor dan mobil yang menderu dan menggeram.
Lajur sepeda di depan Kantor Wali Kota Jakarta Selatan itu tampak tidak ada wibawanya. Pengendara kendaraan bermotor seolah tidak melihat ada lajur kecil bercat hijau.
Segala aral memang melintang bagi pesepeda seperti Suwarjono untuk dapat bersepeda dengan aman dan nyaman di jalanan ibu kota. Insiden fatal menimpa Raden Sandy Syafiek (37) hingga tewas. Sandy ditabrak mobil di Jalan Gatot Subroto, pekan lalu.
Tiga tahun lalu, Suwarjono tertabrak mobil ketika bersepeda. Terpental ia dibuatnya. “Ada mobil keluar gang, tidak melihat saya yang sudah ada di depan mulut gang itu. Digas aja gitu,” tuturnya. Ia bersyukur tidak ada cedera serius.
Suwarjono mengakui, kenyamanan dan keamanan pesepeda tidak begitu terjamin di Jakarta. Karena itu pula, kini ia hanya bersepeda dari rumahnya di Cipete, Jakarta Selatan, ke kantor di kawasan Blok M sebanyak tiga kali seminggu. Padahal, pada 2009, ia hampir tiap hari bersepeda ke kantor. “Jalanan semakin macet dan fasilitas untuk pesepeda masih tidak memadai,” katanya.
Masih terbatas
Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, saat ini terdapat empat lajur sepeda di Jakarta, yakni Cipinang-Pondok Kopi (7 kilometer), Pondok Kopi-Marunda (14,8 km), Taman Ayodya-Kantor Wali Kota Jakarta Selatan (2,2 km), dan Imam Bonjol-Diponegoro (2 km). Dengan demikian, jalur khusus sepeda di Jakarta baru sepanjang 26 km.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2016 mencatat, ada 6.679 km jalan provinsi dan jalan kota administrasi di Jakarta. Jumlah ini di luar jalan nasional.
Masih ada ribuan kilometer jalan Jakarta yang belum memiliki lajur khusus sepeda. Padahal, Pasal 25G, 45B, dan 62 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mewajibkan jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum agar memiliki lajur sepeda. Sebab, pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Lajur sepeda yang sering digunakan Suwarjono adalah Taman Ayodya-Kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Lajur sepeda ini diresmikan pada 2011 dan pertama di Jakarta. Suwarjono mengatakan, sudah seharusnya lajur khusus sepeda ditambah.
“Seharusnya sepanjang Jalan Arteri Pondok Indah juga disediakan (lajur khusus sepeda), di kawasan Fatmawati juga harusnya ada,” kata Suwarjono.
Menurut pegiat sepeda Iwan Qodar Himawan, pembuatan lajur khusus sepeda tidaklah cukup. “Lajur yang ada ini harus dijaga agar tidak dilanggar pengguna kendaraan yang lain.”
Iwan seminggu tiga kali bersepeda dari rumahnya di Jaticempaka Bekasi menuju kantornya di Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam perjalanan sekitar 14 km, ia menuturkan, pengendara sepeda motor dan mobil sering membunyikan klakson. “Mereka tidak sabar dan jengkel, mungkin merasa jalan mereka yang sudah padat, dipakai sedikit oleh pesepeda,” kata Iwan.
Ia mengatakan, ketidakhormatan pengguna jalan terhadap lajur khusus sepeda bahkan pesepeda, mungkin berasal dari pandangan bahwa sepeda hanya alat olahraga rekreasi saja. “Mungkin sepeda belum dilihat sebagai alat transportasi yang sesungguhnya,” ujarnya.
Iwan berharap, Pemprov DKI melanjutkan program penambahan lajur khusus sepeda. “Jika pemerintah ingin masyarakat mulai menggunakan sepeda untuk komuter sehari-hari, seharusnya keinginan ini juga diimbangi dengan peningkatan fasilitas untuk sepeda,” katanya.
Demi keamanan dan keselamatan pula, Iwan mengenakan rompi keamanan yang dilengkapi reflektor, melengkapi sepeda dengan lampu depan dan belakang. Tas punggung juga dipasangi reflektor.