Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 260 juta jiwa, Indonesia menjadi pasar industri film yang sangat besar. Namun demikian, dunia sinema Indonesia menghadapi persoalan mendasar, yaitu minimnya sumber daya manusia profesional, salah satunya penulis skenario.
Tahun 2003 silam, ketika Ketua Penulis Indonesia untuk Layar Lebar (PILAR), Salman Aristo terjun ke industri perfilman, hanya ada sekitar delapan penulis skenario film. “Pada waktu itu, dalam waktu satu tahun saya bisa menulis enam judul skenario film. Saya lalu bertanya-tanya, mengapa bisa demikian? Ternyata saat itu memang jumlah penulis skenario film sangat sedikit, hanya ada delapan penulis,” paparnya, Rabu (21/2) dalam Diskusi “Peran Penting Penulis dalam Industri Perfilman Indonesia dalam Gerak Strategi Budaya Nasional di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta. Diskusi ini digelar dalam rangka peluncuran buku “Kelas Skenario” karya Aristo dan Arief Ash Shiddiq.
Menurut pendataan acak PILAR dua tahun lalu, jumlah penulis skenario film profesional di Indonesia hanya sekitar 200an penulis. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 100 penulis yang benar-benar aktif.
Kondisi ini berlawanan dengan fenomena perkembangan minat masyarakat terhadap produk-produk film nasional. Seperti diketahui bersama, film terbaru nasional berjudul “Dilan 1990” merupakan salah satu contoh bagaimana film nasional sedang tumbuh luar biasa. Penjualan tiket film besutan Fajar Bustomi ini telah menembus angka lebih dari 6 juta penonton.
Minimnya tenaga-tenaga profesional perfilman tidak hanya terletak pada sisi penulis skenario, tetapi juga pada bidang lain, seperti sutradara. Banyak produser akhirnya kesulitan mencari sutradara karena sebagian di antara mereka sudah sibuk dengan deretan film yang sedang dikerjakan.
Ekosistem kurang mendukung
Keterbatasan tenaga-tenaga profesional tadi terjadi karena ekosistem perfilman Indonesia yang kurang mendukung. Contoh konkritnya adalah, jumlah layar teater atau bioskop yang tersedia di seluruh Indonesia hanya 1500 layar, sementara jumlah penduduk di Indonesia mencapai lebih dari 260 juta jiwa.
“China dengan jumlah penduduk yang sedemikian besar memiliki 60.000 layar, Korea juga memiliki 4000an layar. Sementara di negara kita yang penduduknya lebih dari 260 juta jiwa hanya tersedia 1500an layar. Pengembangan film nasional membutuhkan kebijakan pemerintah yang memberikan keberpihakan,” kata Direktur Utama Perum Produksi Film Negara, Abduh Aziz.
Selain itu, persoalan lainnya adalah, selama ini industri film masih dianggap belum visibel bagi perbankan. Hal inilah yang mengakibatkan para produser film kesulitan mencari pendanaan produksi film.
Dalam rangka mendongrak munculnya tenaga-tenaga profesional perfilman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang merancang pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Perfilman sejak tahun lalu. Ke depan, lulusan-lulusan SMK Perfilman diharapkan bisa masuk ke 16 perguruan tinggi di Indonesia yang secara khusus membuka jurusan perfilman.
“Lulusan SMK Perfilman menyiapkan tenaga-tenaga teknis profesional di bidang perfilman. Setidaknya ada 13 jenis tenaga teknis perfilman yang selama ini dibutuhkan, salah satunya penulis skenario,” kata Kepala Pusat Pengembangan Film, Kemdikbud, Maman Wijaya.
Di tengah terbatasnya tenaga-tenaga profesional perfilman nasional, tak dimungkiri pertumbuhan industri perfilman nasional mengalami perkembangan signifikan. Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengungkapkan, tahun 2017 lalu jumlah penonton film di Indonesia mencapai 42,7 juta orang. Jumlah ini melonjak sekitar 5,5 juta orang dibanding tahun sebelumnya.
Buku Penulisan Skenario
Berangkat dari pengalaman langsung menulis skenario film, Aristo dan Arief akhirnya menyusun sebuah buku berjudul “Kelas Skenario” . Melalui lembaga Wahana Kreator Nusantara, Aristo dan Arief selama ini telah menulis sejumlah naskah skenario film-film box office, seperti Laskar Pelangi, Garuda di dadaku, Habibie & Ainun, serta Posesif.
“Selama ini tidak ada buku referensi khusus berbahasa Indonesia untuk menilai skenario film. Saya sebagai editor cerita (story editor) membutuhkan standar tertentu untuk mengevaluasi cerita-cerita skenario. Karena itulah, kami kemudian menyusun buku ini,” papar Arief.
Aktris Maudy Koesnaedi mengakui, pengembangan cerita skenario sangat menentukan keberhasilan produksi film. Menurutnya, naskah skenario menjadi pegangan dasar atau kitab dari film itu sendiri.
Tahun 2017 lalu, produksi film nasional mencapai 119 judul film. Tahun ini, hingga bulan Januari kemarin sebanyak 120 judul film telah didaftarkan untuk bisa diputar sepanjang tahun 2019 mendatang. Dengan bertambahnya penulis-penulis naskah skenario film baru, diharapkan produksi film nasional meningkat pesat.