Indonesia Terus Kampanye untuk Masuk DK PBB
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus berkampanye menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa periode 2019-2020.
Kampanye dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan berkunjung ke Lebanon dan Afghanistan pada tahun ini untuk menyuarakan perdamaian dunia.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi akan berkunjung ke Lebanon untuk bertemu dengan Kontingen Garuda yang bergabung dalam Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL) pada 25-26 Februari.
Tujuan utama kunjungan adalah untuk mengetahui kondisi pasukan dan menunjukkan komitmen Indonesia dalam mengupayakan perdamaian dunia. Menlu Retno juga direncanakan melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Lebanon.
Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Grata Endah Werdaningtyas di Jakarta, Kamis (22/2), menyatakan, kunjungan Pemerintah Indonesia ke Lebanon terakhir terjadi pada 2007. Kunjungan kali ini telah direncanakan sejak 2017.
Adapun UNIFIL adalah organisasi yang didirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1978. Tujuan organisasi adalah menjaga perdamaian dan keamanan internasional, di mana Israel berbatasan dengan Lebanon.
”Terdapat 15 negara yang tergabung misi tersebut. Indonesia adalah negara penyumbang pasukan terbesar, yaitu 1.290 orang, diikuti oleh Yunani,” kata Grata, dalam Press Briefing Kemlu.
Indonesia juga merupakan satu negara, selain Bangladesh, Brasil, Jerman, Yunani, dan Turki, yang menjadi penyumbang kapal perang dalam misi tersebut.
UNIFIL merupakan satu dari sembilan misi perdamaian PBB yang diikuti oleh Indonesia. Delapan misi lainnya adalah United Nations Mission for Justice Support in Haiti (MINUJUSTH), United Nations Mission for the Referendum in Western Sahara (MINURSO), United Nations Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA), dan United Nations Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali (MINUSMA).
Selain itu, Indonesia juga terlibat dalam United Nations Organization Stabilization Mission in the Democratic Republic of the Congo (MONUSCO), United Nations–African Union Mission in Darfur (UNAMID), The United Nations Interim Security Force for Abyei (UNISFA), dan The United Nations Mission in South Sudan (UNMISS).
”Saat ini, Indonesia merupakan bagian dari 10 besar negara penyumbang pasukan penjaga perdamaian terbanyak di dunia,” tutur Grata.
Indonesia memiliki 2.702 pasukan di sembilan misi penjagaan perdamaian dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia juga berkomitmen untuk mengirim 4.000 pasukan perdamaian dalam misi PBB.
Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir menambahkan, setelah dari Lebanon, Menlu Retno akan berangkat ke Afganistan pada 27 Februari-1 Maret untuk mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla. Keduanya akan mengikuti konferensi perdamaian, yakni Kabul Process di Kabul, Afghanistan.
Menurut Arrmanatha, kunjungan tersebut menanggapi undangan khusus Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Kunjungan Pemerintah Indonesia tersebut merupakan pernyataan dukungan terhadap bina damai (peace building) di Afghanistan.
Sebelumnya, Indonesia melalui Presiden Joko Widodo telah mengunjungi Afghanistan pada 29 Januari. Kunjungan yang berlangsung sekitar enam jam itu juga untuk membahas kerja sama, khususnya terkait bina damai di Afghanistan dan rekonsiliasi (Kompas, 30/1).
”Dalam menciptakan perdamaian, yang perlu didepankan adalah inklusivitas semua pihak tanpa kekerasan,” kata Arrmanatha.
Indonesia juga akan berbagi pengalaman dalam menggunakan soft power dalam mendorong perdamaian. Dalam buku yang ditulis oleh Joseph S Nye, Jr berjudul Soft Power: The Means to Success in World Politics tahun 2004, soft power adalah kemampuan menghasilkan sesuatu berdasarkan kemampuan memengaruhi, tanpa pemaksaan.
Optimistis
Grata optimistis bahwa Indonesia akan menjadi anggota tidak tetap DK PBB 2019-2020.
Menurut dia, Indonesia sebelumnya telah terpilih sebanyak tiga kali. Keterpilihan tersebut terjadi pada periode tahun 1974-1975, 1995-1996, dan 2007-2008.
Dalam masa jabatannya yang ketiga, Indonesia dipilih oleh 158 suara dari 192 negara anggota yang memilih di Majelis Umum PBB pada saat itu. ”Track record dan kredensial Indonesia sangat baik. Kami cautiously optimistic saat ini,” ujarnya.
Perasaan optimistis itu, kata Grata, muncul karena sejauh ini Indonesia telah memperoleh lebih dari dua pertiga ambang batas suara yang disyaratkan PBB dalam pencalonan.
Pemilihan diperkirakan akan dilakukan pada Juni. Indonesia harus bersaing dengan Belgia, Jerman, Israel, Argentina, Afrika Selatan, Namibia, dan lainnya.
”Kita harus yakin bahwa kita akan terpilih,” kata Arrmanatha. Dengan terpilihnya Indonesia, hal tersebut sesuai dengan cita-cita Indonesia yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu menciptakan perdamaian dunia. (DD13)