SURABAYA, KOMPAS — Kepolisian masih menelusuri kasus kekerasan terhadap pemuka agama dan perusakan tempat ibadah. Terkait dengan itu, polisi telah menangkap lima penyebar berita bohong atau hoaks di media sosial. Pemeriksaan terhadap mereka untuk mengetahui akar masalah sebenarnya.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian di sela-sela kunjungannya di Hiroshima, Jepang, Rabu (21/2), mengatakan, satu per satu kasus sedang dipelajari. Pemeriksaan ditujukan kepada tersangka yang diperiksa dan barang bukti yang disita.
”Tersangka sudah ditangkap. Kami dalami dulu kasusnya sebelum menyimpulkan,” kata Tito, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Andy Riza Hidayat, dari Hiroshima.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin menegaskan, kasus-kasus kekerasan itu bukan tidak pernah terjadi, melainkan dibesar-besarkan dengan informasi bohong sehingga membuat publik resah.
Syafruddin, seusai pertemuan dengan ulama di Markas Polda Jatim di Surabaya, menyatakan, kasus perusakan tempat ibadah dan penyerangan terhadap ulama memang terjadi. Namun, jumlah dan kronologinya tak seperti yang tersebar. Ia mencontohkan, di Jawa Barat sejak awal 2018 ada 13 informasi perusakan masjid dan atau penyerangan terhadap ulama. Namun, yang terkonfirmasi cuma dua.
Yang sungguh-sungguh terjadi ialah penganiayaan terhadap KH Umar Basri, pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah, Bandung, oleh seseorang yang belum teridentifikasi. Lainnya, kekerasan yang menewaskan Ustaz Prawoto, Komando Brigade Persatuan Islam Bandung, oleh pelaku yang dinyatakan mengalami gangguan jiwa.
Namun, kata Syafruddin, ada yang mengembangkan dua peristiwa itu seolah-olah kasus serupa juga terjadi di kabupaten dan kota lainnya di Jabar. ”Kasus-kasus sekarang berkembangnya karena hoaks,” ujarnya seusai bertemu ulama di Masjid Arif Nurul Huda Polda Jatim, Surabaya.
Di Jakarta, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengatakan, di tengah proses penegakan hukum, masyarakat sebaiknya tidak menyimpulkan dan menganalisis sendiri sejumlah peristiwa itu. Jika ada analisis masyarakat yang bernuansa provokasi dan hoaks di medsos, kata Ari, polisi akan menindak pembuat konten.
”Informasi hoaks mengakibatkan keresahan dan ketakutan masyarakat sehingga kami akan proses hukum pembuat konten hoaks. Sudah lima orang kami tangkap karena menyebarkan hoaks di media sosial,” tuturnya.
Kelima penyebar hoaks terkait penyerangan tokoh agama dan rumah ibadah ialah AA yang ditangkap di Jakarta Timur; YD dan SU di Garut, Jabar; YHA di Rangkasbitung, Banten; dan SF di Lampung. Penangkapan dilakukan tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bulan ini.
Sehari sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga berada di Jepang, menyampaikan adanya keganjilan dari rentetan peristiwa itu. Keganjilan tersebut salah satunya dari latar belakang pelaku yang disebut sebagai orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara tindak kekerasan itu terjadi dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama.
Keganjilan tersebut salah satunya dari latar belakang pelaku yang disebut sebagai orang yang mengalami gangguan jiwa.
Kalla mempertanyakan keganjilan itu seraya menyampaikan apakah mungkin peristiwa ini dikoordinasi pihak tertentu. Untuk menghindari beragam spekulasi dari masyarakat, menurut Wapres, polisi harus mengusut tuntas kasus ini.
Di Yogyakarta, Pastor Karl-Edmund Prier, salah satu korban penyerangan di Gereja Santa Lidwina di Kabupaten Sleman, berharap kasus tersebut menjadi momentum munculnya kesadaran warga untuk menjaga keberagaman. Kian merekatnya hubungan antarumat beragama di DIY merupakan hikmah yang dapat dipetik dari kejadian itu.
Hal itu salah satu poin penting dari sejumlah pesan Karl-Edmund Prier saat menemui Kepala Polda DIY Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Dofiri di Mapolda DIY, Rabu. Dalam kesempatan ini, dia juga berterima kasih kepada polisi yang telah menangani kasus tersebut dengan baik.
”Terima kasih kepada Polri. Saya sampaikan juga bahwa saya tidak dendam apa-apa terhadap pelaku,” ujarnya seusai pertemuan.
Prier berharap agar pelaku bernama Suliono segera menyadari kesalahannya. Selain itu, dia berpesan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak takut dan cemas jika diancam.