Penghormatan pada Laut Kita, Ibu Kita
Anggapan laut sebagai ibu lekat pada kehidupan masyarakat pesisir yang setiap hari berinteraksi dengan debur ombak dan asinnya air laut.
- English Version: Respect Our Sea - Our Mother
Dari laut, setiap hari masyarakat pesisir mendapatkan makanan dan kehidupan. Persis seperti sosok ibu yang memberikan kehidupan lahir dan batin.
Ironisnya, penghormatan ini telah luntur di banyak tempat meski masih ada juga yang memegangnya dengan teguh. Laut dibom, laut diracun, dan laut dikotori dengan sampah menjadi contoh perilaku-perilaku durhaka kepada sosok ïbu.
Karena itulah, Kompas berupaya menggugah kembali penghormatan kepada sosok ibu ini melalui Pameran Foto Jelajah Terumbu Karang yang dibuka pada Rabu (21/2) malam oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta Menteri BUMN Rini Soemarno di Bentara Budaya Jakarta. Hadir pula CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, Dubes RI untuk Norwegia Todung Mulya Lubis, serta Direktur Strategi Bisnis dan Keuangan BRI Haru Koesmahargyo.
Kekuatan sosok ibu juga ditunjukkan melalui tarian Balabala yang ditarikan lima perempuan penari dari Halmahera Barat, Maluku Utara. Balabala dalam bahasa asli suku Sahu, Halmahera Barat, berarti ’perempuan yang bangkit’.
Koreografer Eko Supriyanto mendapatkan inspirasi tarian ini dari peran ibu-ibu dalam keluarga. ”Sejak ikan dibawa nelayan ke pelabuhan, kemudian ke pasar ikan dan akhirnya disajikan untuk keluarganya, ibu selalu hadir,” ujar Eko.
Sayangnya, kondisi laut kita saat ini tak menggambarkan penghormatan kepada sosok ibu. ”Kondisi laut kita sekarang tidak mencerminkan bakti kita kepada ibu,” kata Siti saat menyampaikan sambutan.
Karena itulah, melalui Pameran Foto Jelajah Terumbu Karang, paparan visual serta rangkaian diskusi dan edukasi yang dibuka gratis untuk umum hingga 25 Februari selama jam kerja ini diharapkan mengedukasi masyarakat awam untuk kembali menjadikan laut sebagai ibu yang cantik dan sumber kehidupan bagi semua orang.
Kurator pameran, Arbain Rambey, yang juga pewarta foto senior Kompas, memilih 70 foto untuk dibungkus dalam 60 frame. Foto-foto ini dipilih dari 1.500 foto yang dihasilkan selama peliputan Jelajah Terumbu Karang.
Selain foto bawah air, foto-foto kehidupan masyarakat pesisir pun ditampilkan. Misalnya, foto interaksi langsung nelayan bagan dengan hiu paus di Teluk Cenderawasih, Papua.
Ada pula foto masyarakat di Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, yang masih susah mendapatkan air bersih. Sangat kontras dengan panorama bawah laut yang menjadikan perairan ini bertumbuh menjadi destinasi pariwisata dunia.
Pameran juga menyuguhkan foto lewat drone. Dari atas ketinggian, struktur alat tangkap sero seperti sebuah anak panah yang memanjang 200 meter ke arah laut. Alat tangkap ini memanfaatkan pasang surut untuk memerangkap ikan.
Alat tangkap tradisional ini masih bertahan dalam kehidupan sehari-hari orang Selayar. Sebuah tradisi yang masih bertahan di tengah godaan menangkap ikan berlebihan yang cenderung merusak.
Diapresiasi
Siti Nurbaya Bakar mengapresiasi peliputan dan ekspedisi Jelajah Terumbu Karang yang digelar Kompas bersama BRI. ”Langkah voluntary yang sangat berharga bagi negara dalam menjaga kekayaan sumber daya alamnya,” katanya.
Disebutnya, peran laut dalam kehidupan menyasar segala sisi, di antaranya sebagai penyerap karbon, jalur transportasi, pengendali iklim, sumber mineral, dan aktivitas pariwisata. Namun, selama ini, kata Siti, laut cenderung luput dari perhatian.
Karena itu, ia sepakat dengan tema ”Laut Kita, Ibu Kita” diangkat dalam Pameran Foto Jelajah Terumbu Karang ini. Tema ini, menurut dia, tepat karena laut seperti ibu yang jadi sumber kehidupan. ”Saya atas nama pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi,” ujar Siti.
Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo menuturkan, Jelajah Terumbu Karang merupakan bagian dari upaya Kompas menghadirkan jurnalisme berkualitas. Indonesia tidak hanya indah di permukaan, tetapi juga di kedalaman laut. Ia mengandaikan hal itu dengan ungkapan perlunya seseorang menuju ke kedalaman lautan sebelum bisa menemukan mutiara.
Ternyata ungkapan ini terbukti. Mutiara indah yang ditemukan selama Jelajah Terumbu Karang itu adalah sosok ibu berupa laut yang memberikan kehidupan bagi manusia.
(ICH/INK/DD04)