Indonesia memiliki keragaman hayati yang begitu tinggi. Sayangnya, sumber daya hayati ini tidak sampai 10 persen yang dimanfaatkan. Padahal, kekayaan alam ini dapat memberikan banyak kegunaan dan bernilai ekonomi tinggi sebagai produk pangan olahan, kosmetik, dan obat-obatan.
Zainal Arifin, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam temu media briefing tentang potensi sumber hayati laut, Kamis (22/2), di Jakarta, mengungkapkan, di laut Indonesia ada 3.476 jenis biota yang teridentifikasi, tetapi hanya 82 jenis yang digunakan.
Sejauh ini, terdapat lebih dari 500 jenis teripang yang ditemukan di perairan Indonesia, tetapi hanya 11 jenis yang dimanfaatkan. Selain itu, dari 300 jenis udang, baru 20 jenis yang dimanfaatkan. Bahkan, untuk mikroalga, hanya 6 dari 900 jenis yang diolah.
Salah satu jenis teripang, yaitu timun laut (Stichopus vastus), dapat jadi bahan baku suplemen kesehatan. Namun, teripang jenis itu jarang dibudidayakan sehingga ketersediaannya di alam terbatas. Melihat kondisi ini, peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengkaji lebih dalam pengelolaan teripang dan manfaatnya bagi kesehatan.
Teripang atau timun laut yang termasuk dalam filum Echinodermata telah diperdagangkan di lebih dari 70 negara di dunia. Teripang banyak ditemukan di perairan Indonesia yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Ini merupakan habitat terbaik bagi biota laut ini.
Budidaya teripang
”Sayangnya, budidaya teripang masih belum banyak dilakukan,” kata Dirhamsyah, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI.
Nelayan selama ini hanya melakukan penangkapan dari alam. Teripang diambil secara terus-menerus dari alam tanpa memperhatikan umur dan ukuran, dari anakan muda sampai dewasa, untuk memenuhi tingginya permintaan pasar.
Praktik tangkap lebih teripang selama ini di sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia, menyebabkan spesies ini digolongkan sebagai biota yang terancam (endangered) dalam the IUCN Red List of Threatened Species.
”Karena itu, diperlukan penguasaan teknologi budidaya biota teripang untuk mendukung upaya konservasi, usaha budidaya, sekaligus penyediaan bahan baku pangan,” ucap Hendra Munandar, peneliti Balai Bio-Industri Laut (BBIL) LIPI.
Saat ini, BBIL LIPI mulai melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan budidaya teripang pasir dalam skala komersial. Melalui penguasaan teknologi pembenihan, panti benih BBIL LIPI telah mampu memproduksi benih secara massal sejak tahun 2015.
Selain aspek pembenihan, BBIL LIPI mengembangkan inovasi teknologi budidaya terpadu teripang pasir, bandeng, dan rumput laut spesies Gracilaria (TERBARU) dalam satu tambak untuk meningkatkan produktivitas, sekaligus menjaga keberlanjutan teripang. Budidaya TERBARU merupakan teknologi budidaya dengan pendekatan multitrofik yang menggabungkan komoditas tersebut.
Selain lebih ramah lingkungan, budidaya TERBARU juga memiliki produktivitas dan nilai ekonomi lebih baik dibandingkan budidaya tiap-tiap komoditas secara monokultur. Estimasi produktivitas dan pendapatan per tahun untuk lahan tambak seluas 1 hektar untuk budidaya TERBARU lebih tinggi dibandingkan budidaya monokultur tiga biota laut ini, yaitu 17,5 persen (teripang), 422,2 persen (bandeng), dan 879,2 persen (rumput laut).
Menurut Tutik Murniasih, peneliti P2O LIPI, saat ini makin banyak warga mengonsumsi teripang karena telah mengetahui khasiatnya, antara lain untuk pengobatan atau mengurangi risiko terjadinya berbagai penyakit kronis.
Teripang pasir ini berpotensi dikembangkan menjadi produk obat dan makanan kesehatan yang bernilai tinggi.
”Teripang dapat diolah menjadi makanan kesehatan pendamping atau penambah program diet, nutrisi atau kondisi tubuh tertentu, dan bukan merupakan pengganti makanan,” ungkapnya.
LIPI telah mengembangkan formula suplemen dari teripang. Formula ini memiliki kandungan kondroitin sulfat dan glukosamin. ”Inovasi ini dalam proses pengusulan paten dan diharapkan dapat menjadi substitusi impor produk-produk sejenis yang saat ini beredar di masyarakat,” ucap Tuti.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.