JAKARTA, KOMPAS — Longsor menjadi bencana yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Korban yang berjatuhan pun diketahui bertempat tinggal di zona merah atau rawan longsor.
Pemerintah daerah perlu menjadikan mitigasi bencana sebagai prioritas dalam pembangunan agar bencana tersebut dapat diminimalkan.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 274 kabupaten/kota di Indonesia berada di daerah bahaya sedang hingga tinggi dari longsor. Jumlah penduduk terpapar dari bahaya tersebut sebanyak 40,9 juta jiwa atau 17,2 persen dari penduduk nasional.
Beberapa wilayah rawan itu tersebar di sepanjang Bukit Barisan di Sumatera, Jawa bagian tengah dan selatan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, bulan Februari perlu diwaspadai karena puncak musim hujan.
Curah hujan akan semakin tinggi sehingga sangat memungkinkan terjadinya longsor di daerah-daerah yang memiliki topografi lereng terjal, pegunungan, dan perbukitan.
”Daerah rawan longsor di Indonesia luas. Mereka bisa terancam terkena longsor terutama saat musim hujan ini. Masyarakat perlu waspada ketika intensitas curah hujan mulai tinggi,” ujar Sutopo di Jakarta, Jumat (23/2).
Berdasarkan rekapitulasi kejadian bencana dari BNPB, tren bencana longsor terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, jumlah kejadian longsor mencapai 502 kejadian, meningkat jadi 622 kejadian pada 2017.
Adapun korban meninggal akibat bencana pada 2018 mencapai 60 orang. Sebanyak 46 orang di antaranya meninggal karena bencana tanah longsor.
Longsor menjadi bencana paling mematikan karena 76,67 persen korban meninggal akibat bencana itu.
”Longsor menjadi bencana paling mematikan karena 76,67 persen korban meninggal akibat bencana itu,” ujar Sutopo.
Ia mengatakan, longsor memakan banyak korban karena upaya masyarakat dalam mitigasi bencana masih sangat minim. Rata-rata rumah masih berada di lereng dan perbukitan yang rawan longsor.
”Tetapi, mereka masih bandel di situ. Direlokasi juga belum tentu mau karena mereka hanya mau yang dekat dengan mata pencariannya,” ucap Sutopo.
Selain itu, frekuensi dan intensitas bencana makin tinggi karena fungsi daerah aliran sungai (DAS) kian kritis. Luas lahan kritis di Indonesia mencapai sekitar 24,3 juta hektar.
”Yang terjadi sekarang adalah resultan hasil dari kerusakan lingkungan yang terjadi puluhan tahun sebelumnya, degradasi lingkungan, deforestasi, dan berkurangnya kawasan resapan air. Alhasil, mereka menempati daerah-daerah yang rawan bencana,” tutur Sutopo.
Kemampuan mitigasi bencana juga masih belum menjadi prioritas dalam rencana pembangunan di provinsi dan kabupaten/kota. Padahal, menurut Sutopo, seharusnya upaya mitigasi bencana tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.
”Anggaran pusat juga kecil. Mitigasi longsor perlu melibatkan banyak pihak, tidak mungkin BNPB menangani sendiri,” ujarnya. (DD18)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.