JAKARTA, KOMPAS — Pelimpahan kewenangan atas pengelolaan laut dari kabupaten/kota ke provinsi agar tak semakin berlarut-larut. Pemerintah kabupaten/kota masih bisa berperan dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang laut melalui penyusunan rencana zonasi yang baru dikebut di daerah-daerhaah.
Perpindahan kewenangan itu terjadi sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, pemberlakuan ini tak berjalan baik di lapangan dan justru menimbulkan kekosongan pengelolaan dan pengawasan wilayah laut.
Pemerintah kabupaten/kota yang telah memiliki lembaga, personel, dan sistem pengelolaan tak lagi mempunyai payung hukum menjalankan pengawasan. Pemerintah provinsi pun berdalih belum memiliki ”tangan”, baik personel maupun infrastruktur, hingga ke daerah untuk menjalankan kewenangannya.
Seperti ditemui saat peliputan Jelajah Terumbu Karang yang dilakukan Kompas, kekosongan pengawasan itu menimbulkan pemkab/pemkot tak lagi melakukan patroli. Di Misool Raja Ampat, Papua Barat, yang telah terbentuk Kawasan Konservasi Perairan Daerah, kekosongan patrol itu mulai dimanfaatkan para pemburu hiu. Di Nusa Penida, Bali, pengawasan terhadap kegiatan wisata ponton yang jangkarnya merusak karang juga tak lagi disentuh Pemkab Klungkung.
”Ada peluang otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya laut, di antaranya penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang harus partisipatif,” kata M Riza Damanik, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Jumat (23/2) di Jakarta.
Ia berbicara dalam diskusi Peluang dan Potensi Otonomi Daerah di Laut yang digelar dalam rangkaian Pameran Foto Jelajah Terumbu Karang 21-25 Februari 2018 di Bentara Budaya Jakarta. Hadir pula Wakil Bupati Kepulauan Selayar Zainuddin, Kepala Subdirektorat Kelautan dan Perikanan Kementerian Dalam Negeri Henry Erafat, dan Vice President Divisi Bisnis Mikro BRI Bagas Pebru Sadtriadi.
Delapan provinsi
Riza yang juga pengurus Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia mengungkapkan, saat ini baru delapan dari 34 provinsi di Indonesia yang menyelesaikan RZP3K melalui peraturan daerah. Delapan provinsi itu meliputi Sulawesi Utara, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sumatera Barat.
Ia mengatakan, penyusunan RZWP3K yang harus partisipatif juga berarti membutuhkan masukan dari pemerintah kabupaten/kota.
”Kepemimpinan di kabupaten/kota memegang peranan kunci untuk memberi kepastian terhadap alokasi ruang laut untuk cadangan pemenuhan kebutuhan pangan laut, perikanan tangkap, maupun budidaya, offshore aquaculture, pariwisata, dan konservasi,” ungkapnya.
Selain itu, ia mendorong agar masyarakat sipil ataupun masyarakat pesisir, termasuk nelayan, yang bersentuhan langsung dengan pelaksanaan RZWP3K aktif terlibat dalam penyusunannya. Riza menuturkan, Presiden berharap tahun ini semua 34 provinsi menyelesaikan RZWP3K.
Wakil Bupati Kepulauan Selayar Zainuddin mengatakan, pengalihan kewenangan kabupaten dalam pengelolaan laut membuat visi dan misi daerah terkait pemanfaatan perikanan dan kelautan terancam tak berjalan. ”Ruang improvisasi bagi kami untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi terbatas,” katanya.
Ia menegaskan, berbagai solusi yang ditawarkan seperti pendelegasian kewenangan dari provinsi kepada kabupaten hanya bersifat simptomatik, bukan fundamental. Ia menyatakan tetap berharap kewenangan atas pengelolaan laut diberikan kembali ke daerah.
Henry Erafat memaparkan, kewenangan pengelolaan laut oleh provinsi untuk mempermudah pengawasan dari pusat. Selain itu, ia menunjukkan 15 tahun pelaksanaan otonomi daerah—saat kabupaten/kota memegang kendali kewenangan—tak terdapat perkembangan signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
Sebanyak dua pertiga belanja daerah dihabiskan untuk pembiayaan aparatur seperti gaji pegawai dan operasional pemerintahan. ”Tidak penting sentralistik atau desentralistik, yang salah adalah kalau masyarakat tidak makmur-makmur,” katanya.
Ia pun menyatakan, saat ini terlalu dini menyatakan penerapan UU Pemerintahan Daerah yang dijalankan provinsi gagal. Sejauh ini, pemerintah pusat aktif mengevaluasi dan mengawasi kinerja pemerintah provinsi itu. (ICH)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.