BATAM, KOMPAS — Tim gabungan Polri-Bea dan Cukai kembali menangkap kapal ikan berbendera Taiwan yang diduga memuat 1-3 ton sabu, Jumat (23/2). Kapal ikan Win Long BH 2998 digiring sejumlah kapal patroli Bea dan Cukai dari perairan Selat Philips, dekat Pulau Nipah ke dermaga Ketapang, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Penangkapan itu dibenarkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang kemarin berada di Batam, Kepulauan Riau, bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Kehadiran Tito dan Sri Mulyani di Batam semula untuk mengungkap keberhasilan satuan tugas khusus Polri dan Direktorat Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, yang pada 20 Februari lalu menggagalkan penyelundupan 1,6 ton sabu.
”Kepastian berapa jumlahnya masih dihitung. Masih dalam proses penyelidikan penyidik,” kata Tito soal penangkapan terbaru kapal ikan berbendera Taiwan.
Seiring penangkapan itu, berarti dalam bulan ini ada tiga kapal ikan dari China yang ditangkap di perairan Kepulauan Riau. Kasus pertama diungkap 1,03 ton sabu (7 Februari) lalu 1,6 ton sabu (20 Februari).
Sebelumnya, Juli 2017, sabu seberat 1 ton diungkap tim khusus di Anyer, Banten. Sejauh ini, Anyer menjadi pintu masuk penyelundupan sabu dalam jumlah besar dari China dan Taiwan.
”Indonesia dibanjiri penyelundupan narkoba yang setiap hari, setiap bulan meningkat. Frekuensi upaya penyelundupan makin tinggi,” ujar Sri Mulyani di Pelabuhan Barang Sekupang.
Berdasarkan data Direktorat Bea dan Cukai, selama 2017, tim Bea dan Cukai, Polri, TNI, serta BNN mengungkap 342 kasus penyelundupan sabu setara 2,13 ton.
Tahun 2018, barang bukti sabu melebihi tangkapan 2017. Dua bulan ini 2,9 ton dari 57 kasus sejak 1 Januari.
Informasinya, jumlah sabu dalam kasus terakhir kemarin 1-3 ton sabu. ”Angka pastinya belum diketahui,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Kepulauan Riau Komisaris Besar K Yani Sudarto.
Penegakan hukum
Menurut Tito, alasan utama Indonesia target pasar terbesar narkoba di Asia Tenggara adalah lemahnya penegakan hukum. Setidaknya bila dibandingkan dengan Filipina dan Malaysia.
Pro dan kontra vonis hukuman mati kasus narkoba di Indonesia, kata Tito, menjadi celah yang dimanfaatkan bandar dan pengedar. ”Mungkin itu salah satu faktor. Karena itu, saya perintahkan kepada anggota untuk tegas menindak bandar dan pengedar yang melawan,” tuturnya.
Menurut Sri Mulyani, sabu seberat 1,6 ton setara keuntungan Rp 3,2 triliun. Untuk itu, pihaknya menandatangani nota kesepahaman dengan Bea dan Cukai China untuk tukar informasi kejahatan transnasional, termasuk narkoba. Juga dengan Hong Kong dan Taiwan.
Gempuran narkoba, khususnya pada generasi milenial, bukan hanya dari sabu. Namun, jenis narkotika baru (new psychoactive substance/NPS) dalam rumpun narkotika sintetis yang amat berbahaya, di antaranya flakka dan tembakau gorilla.
Flakka memicu rasa senang yang biasa digunakan seseorang dalam tekanan. Tekanan berlipat ganda ketika konsumsi flakka dihentikan. Pengguna akan mengamuk dan tak terkendali. ”Banyak sekali dampak buruk karena NPS menyerang kejiwaan,” kata ahli kimia farmasi BNN, Komisaris Besar Mufti Djusnir. (SAN/DD01/GSA)