JAKARATA, KOMPAS — Pemerintah mendorong perusahaan untuk secara mandiri memanfaatkan limbah yang dihasilkan, terutama limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3. Diharapkan perusahaan bisa lebih mudah mengelola limbah serta memberikan nilai tambah bagi perusahaan dan masyarakat di sekitarnya.
Dalam setahun, timbunan limbah B3 nasional bisa mencapai 115 juta ton. Sebanyak 84 persen di antaranya merupakan limbah tailing atau limbah dari pertambangan emas dan tembaga.
Sinta Saptarina Soemiarno, Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non-B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyampaikan, perusahaan penghasil limbah B3 terus didorong untuk bisa memanfaatkan limbah secara mandiri.
Setiap perusahaan berkewajiban mengelola limbah B3 dari terbentuknya limbah hingga pengelolaan terakhir. Namun, pemerintah menyarankan, limbah B3 bisa dimanfaatkan lebih dahulu sebelum dimusnahkan atau ditimbun.
”Selama ini lebih banyak perusahaan yang menggunakan pihak ketiga untuk mengolah limbahnya. Padahal, dengan pengolahan dan pemanfaatan limbah secara mandiri bisa memberikan nilai tambah yang lebih banyak,” kata Sinta di sela-sela kunjungan kerja pengelolaan limbah B3 di PT Aneka Tambang (Antam) Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/2).
Dengan pengolahan dan pemanfaatan limbah secara mandiri, berarti bisa lebih mendekatkan proses pengolahan limbah. Misalnya, perusahaan yang ada di Aceh tidak lagi harus mengirimkan limbah B3-nya ke salah satu pengelola limbah di Indonesia di PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
”Ini salah satu bentuk dorongan KLHK kepada setiap usaha atau kegiatan untuk memanfaatkan limbah B3 melalui penerapan 3R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), dan recycle (daur ulang). Selain itu, sekaligus mewujudkan prinsip 3P atau profit (keuntungan) perusahaan, people (manusia) atau masyarakat sekitar, dan planet (Bumi) atau keberlanjutan Bumi,” ujar Sinta.
Limbah tambang
Sinta menuturkan, limbah tambah emas dan tembaga atau limbah tailing menjadi limbah B3 yang paling banyak dihasilkan. Tailing dihasilkan dari pemisahan batuan bijih (ore) untuk diambil mineral yang terkandung di dalamnya.
Jumlah tailing yang dihasilkan dalam pertambangan sangat besar. Dari 1 ton bijih yang diolah hanya menghasilkan sekitar 1-3 gram emas. Umumnya, pengelolaan tailing ditimbun di fasilitas tailing dam maupun di dasar laut, atau dialirkan agar mengendap di daerah aliran sungai.
”Namun, jika terus dilakukan, pengelolaan dengan cara ini membebani lingkungan hidup,” ucap Sinta.
Salah satu perusahaan yang menjadi percontohan KLHK dalam pemanfaatan limbah B3 yang baik adalah PT Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat. Perusahaan ini mampu memanfaatkan limbah tailing sebagai material konstruksi bangunan yang sudah berstandar SNI, seperti beton, genteng, serta batako.
Mine Operation Manager PT Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor Ery Budiman menyampaikan, penyerapan tailing yang dimanfaatkan ada sekitar 75 persen dari total keluruhan. Dari pemanfaatan itu, perusahaannya bisa menghemat pengeluaran sekitar Rp 17,35 miliar.
”Jika dihitung secara ekonomis, memang belum besar. Namun, dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar yang jauh lebih dirasakan. Hampir semua pekerja dalam proses ini merupakan warga sekitar,” kata Ery. Dari seluruh material yang dihasilkan, 70 persen digunakan untuk pembangunan jalan operasional tambang dan sisanya untuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) serta dikomersialkan. (DD04)