Badan Geologi Analisis Kondisi Tanah di Lokasi Longsor Desa Pasirpanjang
Oleh
Megandika Wicaksono/Aditya Putra Perdana
·3 menit baca
BREBES, KOMPAS — Tim Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah datang ke lokasi longsor di Desa Pasirpanjang pada Sabtu (24/2) untuk memetakan dan menganalisis kondisi geologi di Perbukitan Lio, Desa Pasirpanjang, Salem, Brebes, Jawa Tengah, yang longsor pada Kamis (22/2) pagi.
Kendati belum dapat menyimpulkan penyebab longsor tersebut, tim telah mendapat gambaran kondisi tanah melalui pantauan drone.
”Kami kebetulan belum begitu optimal karena kendala cuaca. Lokasi jalan tertutup material. Dari daerah jalan yang tertutup ke arah utara, kami lihat longsoran-longsoran itu efek dari erosi lateral ketika material longsoran bergerak. Itu yang menggerus pinggir-pinggir lahan perhutani, hutan pinus yang vegetasinya bagus,” kata Penyelidik Bumi Muda Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian ESDM Yunara, Sabtu (24/2) malam.
Yunara menyampaikan, pihaknya belum mengamati mahkota longsoran. Jika kondisi di mahkota longsoran seperti tampak pada pengamatan di sekitar jalan terputus, longsor ini murni karena kondisi geologi yang dipicu curah hujan tinggi.
Kondisi geologi yang didapatkan tim antara lain batuan penyusunnya mulai tanah pelapukan bagian atas itu disusun dari lempung yang bersifat pasiran dan sifatnya gembur juga subur.
”Tanah seperti ini biasanya bersifat porus atau mampu meresapkan air sangat tinggi. Kemudian di bagian bawah, kami lihat ada lapisan napal, sifatnya lebih kedap air. Ketika hujan turun, karena sifat tanah lapukan porus terjadi peresapan tinggi, kemudian air meresap lalu terakumulasi di bagian kontak dengan batuan yang lebih kedap,” papar Yunara.
Yunara melanjutkan, lempung yang tergenang air itu kemudian membubur atau melunak di bagian bawah. ”Karena hujan terus, air terus meresap, beban tanah bagian atas menjadi lebih berat. Sementara di bagian bawahnya telah lembek sehingga otomatis tanah akan bergerak ke luar lereng,” katanya.
Menurut Yunara, lapisan tanah pelapukan mencapai 5 meter, daerah landaan yang di atas jalan tertutup sampai puncak mencapai 18 meter.
”Kalau kita ambil dari badan sungai, tingginya bisa lebih dari 30 meter. Kenapa hal ini terjadi ini menunjukkan kandungan airnya sangat tinggi. Aliran airnya sangat cepat karena encer. Saat lewati kelokan kebanting-banting,” paparnya.
Karena hujan terus, air pun meresap, beban tanah bagian atas menjadi lebih berat. Sementara di bagian bawahnya telah lembek sehingga otomatis tanah akan bergerak ke luar lereng.
Berdasarkan hasil pengamatan dengan drone, lanjut Yunara, luasan dari material yang tebal sampai ke lumpur di sawah ini mencapai lebih dari 8,5 hektar. ”Panjang landaan, yaitu dari ujung muka lembah sampai ke sawah, yang terjauh sekitar 695 meter. Kemudian lebar landaan yang terjauh 203 meter terjauh,” katanya.
Yunara juga menyampaikan, dari pengamatan di hari pertama itu, pihaknya belum menemukan adanya retakan baru. ”Tetapi dikhawatirkan ada lubang di bawah lereng. Itu yang kami perkirakan ketika longsor belum terjadi menjadi jalan air. Tapi itu juga jadi potensi (longsor),” ujarnya.
Tim geologi pada hari Minggu ini masih melanjutkan pemantauan ke sekitar mahkota longsor dan pengamatan dilakukan dari Sindangheula, Kecamatan Banjarharjo, Brebes.