JAKARTA, KOMPAS – Demi keamanan penumpang, pengemudi angkutan umum perlu memiliki Surat Izin Mengemudi A Umum. Dengan lisensi ini, para pengemudi memiliki legalitas untuk mengangkut penumpang sesuai dengan peraturan pemerintah. Penumpang juga terlindungi oleh asuransi saat dilayani oleh Pengemudi dengan Surat Izin Mengemudi (SIM) A Umum.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi Setiyadi di Jakarta, Minggu (25/2), menyatakan pengemudi kendaraan umum wajib memiliki SIM A Umum demi keamanan pengemudi dan penumpang. Saat memantau kegiatan pembuatan SIM A Umum Kolektif di Komplek Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno, ia berujar, pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) A Umum kolektif ini juga bertujuan untuk melegalkan pengemudi daring (online) sehingga tidak merugikan penumpang.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menambahkan, SIM A Umum merupakan kelengkapan pengemudi untuk mengangkut penumpang. Dengan memiliki SIM A Umum, aktivitas mengangkut penumpang yang dilakukan terlindungi oleh asuransi dan lebih mudah diawasi oleh pihak berwajib, seperti kepolisian.
Budi menuturkan, tidak hanya memiliki lisensi, kendaraan yang digunakan harus melewati uji kelayakan kendaraan (Uji KIR). Ia menegaskan, pengemudi kendaraan angkutan umum yang tidak memiliki SIM A Umum akan dinyatakan taksi ilegal dan harus diproses secara hukum.
“Persyaratan SIM A Umum ini besar manfaatnya untuk pengemudi dan penumpang. Polisi mudah mengawasi, penumpangnya juga terjamin. Kalau ada izin dari lembaga seperti SIM A Umum, uji KIR, berarti kendaraan sudah terdaftar,” katanya saat menghadiri kegiatan yang dilaksanakan atas kerjasama Kementerian Perhubungan (Kemhub) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ini.
Aktivitas mengangkut penumpang dilindungi oleh Asuransi Kendaraan Jasa Raharja jika pengemudi memiliki kelengkapan sebagai angkutan umum. Jadi, ujar Budi, pengemudi angkutan umum memang perlu memiliki SIM A Umum demi keselamatan penumpang.
“Penumpang jangan cuma tahu nyamannya saja. Kalau naik taksi online (daring) dengan sopir tanpa SIM A Umum, lalu kecelakaan, penumpang tidak akan mendapat tanggungan dari Jasa Raharja. Padahal, setiap penumpang angkutan umum ditanggung oleh Jasa Raharja, hingga Rp 50 juta untuk meninggal dunia,” tuturnya.
Christian (52), pengemudi taksi daring berujar, dirinya perlu memiliki SIM A Umum sebagai penunjang pekerjaannya. “Kalau memiliki SIM A Umum ini, saya jadi resmi mengambil penumpang. Jadi, tidak perlu takut saat ada razia,” ujarnya.
Psikologi
Perbedaan dalam pembuatan SIM A Umum dengan SIM A biasa adalah rangkaian tes yang dijalani. Pada pembuatan SIM A Umum, terdapat tugas simulasi dan psikologi. Ajun Komisaris Polisi (AKP) Angela Yohana dari Divisi Psikologi Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menjelaskan pentingnya tes psikologi bagi pengemudi angkutan umum.
Uji psikologi perlu dilakukan karena membawa penumpang butuh kestabilan emosi dari pengendara. Psikologi pengemudi yang baik, tuturnya, juga turut membantu menciptakan lalu lintas yang tertib. Jika emosi pengendara di jalan lebih terkontrol, lalu lintas lebih mudah diatur dan dirapikan.
Saat mendampingi pembuatan SIM A Umum Kolektif, Angela memaparkan, Alat uji dari tes psikologi ini adalah Uji Kepribadian untuk melihat kondisi emosional pengemudi. Dengan mendapatkan deteksi dini ini, kepolisian bisa melihat kelayakan pengemudi angkutan umum ini.
“Mereka membawa penumpang. Otomatis sikap, pribadi baik pengemudi diperlukan untuk berhubungan dengan orang lain dengan kepribadian yang berbeda. Belum lagi di jalan bertemu macet, panas, hujan, kondisi jalan, semua yang ada di lingkungan berpotensi memengaruhi emosional seseorang,” ujarnya.
Angela memandang, kondisi stress tidak hanya ditemui oleh pengemudi angkutan konvensional. Pengemudi daring sebagai pengguna jalan dan memiliki target juga berpotensi mendapatkan tekanan, seperti jarak yang jauh dan permintaan yang beragam dari penumpangnya.
“Sekarang kan aturannya online tidak boleh menolak penumpang, ada konsekuensi yang didapatkan jika menolak penumpang. Belum lagi jika kesalahan mereka menjadi viral di media sosial dan memengaruhi perusahaan. Semua itu butuh kestabilan emosi,” tuturnya. (DD12)