”Kalau mau ke sini, datanglah pada bulan Juni, Juli, dan Agustus karena selama tiga bulan itulah masa penyu bertelur,” ujar Masnun, Kelompok Kerabat Penyu (KKP), Desa Kuranji, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (23/2), di lokasi penangkaran penyu seluas 200 meter persegi.
Ketika musim penyu bertelur, terutama malam hari, garis pantai sekitar 1,5 km dari utara ke selatan di desa itu ramai oleh warga yang mengamati lokasi penyu bertelur. Warga kian bersemangat karena KKP membayar Rp 1.800 per butir telur. Di pesisir itu, per malam rata-rata tiga induk penyu bertelur. Seekor induk penyu memproduksi 120-125 butir.
Belasan ribu telur penyu yang dibeli dari warga lalu dikumpulkan untuk ditetaskan dengan menanamnya di dalam pasir di lokasi penangkaran. Penetasan telur sampai menjadi tukik selama 45 hari-55 hari. Di lokasi penangkaran ada 21 sangkar yang tiap sangkar berisi 30 butir telur.
”Selagi musim, kami bikin sangkar tambahan di luar area konservasi agar semua telur segera ditetaskan,” kata Sinarep, anggota KKP.
Jenis terbanyak yang bertelur di lokasi itu adalah penyu lekang (Lepidochelys olivacea), selain penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Telur penyu itu lalu ditangkar dan ditetaskan menjadi tukik, yang siap dibeli hotel di obyek wisata Senggigi (Lombok Barat), selain Gili Terawangan, Gili Meno, dan Gili Air.
Hotel membuat paket wisata atraksi melepas tukik penyu dan membawa tamu melepasliarkan tukik itu di perairan Desa itu atau membawa tukik itu untuk dilepasliarkan di perairan lokasi hotelnya.
Umur tukik yang dilepasliarkan rata-rata satu bulan. Hotel dan pihak yang mengadopsi tukik itu membayar ”jasa wisata” Rp 600.000 per sangkar kepada kelompok. Namun, jumlah jasa wisata itu kurang sebanding dengan biaya operasional dan pakan tukik yang menyedot sepertiga dari total jasa wisata.
Koridor penyu
Konservasi penyu di Desa itu mulai dilakukan 23 Maret 2017 setelah Pemerintah Lombok Barat menetapkannya sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Penyu. Pertimbangannya antara lain adanya kesadaran masyarakat atas kian berkurangnya populasi penyu dan desa yang menghadap ke Selat Lombok itu adalah pendaratan induk penyu bertelur.
Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam NTB kemudian memberikan beberapa bantuan, seperti telur penyu, pembangunan sarang penetasan telur, dan kolam pemeliharaan tukik. ”Sedangkan Pemkab Lombok Barat meminjamkan 200 meter tanah bagi aktivitas konservasi,” kata Ivan Juhandra dari Humas Kantor Balai KSDA NTB.
Telur-telur penyu itu sebagian didatangkan dari sejumlah lokasi penangkaran di Pulau Sumbawa. ”Produksi telur penyu sekitar 10.000 butir dan di Pulau Sumbawa sekitar 40.000 butir permusim bertelur. Namun telur-telur penyu itu masih dijual bebas, seperti di Pasar Kebun Roek, Kota Mataram, seharga Rp 3.500 per butir,” katanya.
Di pasar itu, BKSDA NTB pernah menyita 400 butir telur penyu karena satwa langka itu dilindungi demi pelestariannya.
Seperti diketahui, penyu masuk dalam red list Badan Konservasi Dunia (IUCN) dan Appendix I Konvensi Perdagangan Internasional untuk Perdagangan Flora dan Fauna yang Terancam Punah (CITES), yang berarti keberadaannya di alam terancam punah sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian serius.
Menginap
Upaya pelestarian penyu itu sudah ditunjukkan warga Desa Kuranji Dalang kepada para siswa sekolah dasar hingga mahasiswa. ”Siswa SD bisa lihat langsung jenis-jenis penyu, bukan sekadar bisa menyebut atau melihatnya lewat gambar,” tutur Ivan Juhandra.
Lokasi penangkaran itu berada di selatan Mataram, ibu kota NTB, dan bisa ditempuh sekitar 15 menit. Sekitar 1 km menuju lokasi, pengunjung harus menelusuri jalan aspal berlubang yang diapit areal sawah, berlubang di sana-sini, kemudian menyusuri jalan pinggir pantai di antara rumah warga sepanjang 300 meter menuju area konservasi. Lokasi ramai dikunjungi saat hari libur sekolah dan musim kunjungan turis ke Lombok.
Perkembangan itu mendorong Pemprov NTB memberikan subsidi Rp 50 juta guna melengkapi fasilitas di lokasi penangkaran seperti satu mesin penyedot air laut dilengkapi instalasi pipa sepanjang 100 meter yang mengalir menuju tangka penampung. Masnun dkk tidak lagi mengangkut air untuk mengisi bak penampungan tukik.
Pengunjung yang menginap di lokasi penangkaran disediakan empat tenda berkapasitas enam orang per tenda. Sewanya Rp 300.000-Rp 400.000 semalam, sudah termasuk biaya makan-minum. Apabila mau menginap dan melepas tukik, bisa datang kapan saja ke lokasi konservasi. Namun, sebaiknya datanglah pada bulan Juni, Juli, dan Agustus biar bisa menyaksikan induk penyu bertelur.