Ketika Waduk, Situ, dan Embung Tiba-tiba Jadi Primadona
Oleh
·5 menit baca
Festival Danau Sunter, yang menjadi ajang saling menantang antara Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno untuk merevitalisasi danau di Jakarta, mendorong pembicaraan mengenai penataan waduk, situ, dan embung di Ibu Kota. Pemerintah Provinsi DKI mengumbar harapan untuk mulai menata dan merawat wilayah air itu secara menyeluruh.
Berdasarkan data Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, pada 2018 terdapat 108 waduk, situ, dan embung di Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat. Adapun 108 itu terdiri dari 73 waduk, 19 situ, dan 16 embung.
”Sebanyak 70 persen dari 108 waduk, situ, dan embung itu sudah terbangun,” kata Kepala Dinas SDA Teguh Hendarwan di Jakarta, Senin (26/2).
Menurut Susi, danau atau waduk-waduk itu berpotensi untuk menjadi tempat wisata. Di Geneva, Swiss, misalnya, danau biasa dikunjungi warga saat makan siang.
Kebersihan di waduk, situ, dan embung Ibu Kota memang relatif terpelihara. Situ Rawa Kelapa Dua Wetan atau dikenal sebagai Rawa Babon, Ciracas, Jakarta Timur, dan Situ Rawa Dongkal, Cibubur, Jakarta Timur, sehari-hari tampak bersih. Sampah yang terlihat di permukaan air sekadar daun-daun yang terjatuh dari pepohonan di sekitarnya.
Kepala Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup (UPK Badan Air DLH) DKI Jakarta Junjungan Yunias R Sihombing mengatakan, kondisi kebersihan setiap waduk, situ, dan embung berbeda-beda. Waduk, situ, dan embung yang terletak di permukiman padat cenderung lebih kotor ketimbang yang tidak dikelilingi permukiman, seperti Situ Rawa Kelapa Dua Wetan dan Situ Rawa Dongkal. Banyak tidaknya sampah juga dipengaruhi musim.
Volume sampah yang terangkut setiap hari relatif besar. Sepanjang 2017, total sampah dari wilayah Air Jakarta mencapai 68.370,22 ton. Rata-rata per bulan mencapai 5.697,52 ton. Bahkan, pada Januari volume sampah mencapai 11.888 ton. ”Meski baru satu bulan, sampah sudah banyak sekali karena ada banjir kiriman dari Bogor,” kata Junjungan.
Oleh karena itu, 7-15 pasukan oranye UPK Badan Air ditugaskan secara permanen di setiap wilayah air, termasuk sungai. Totalnya, UPK Badan Air memiliki 4.150 pasukan oranye yang disebar di seluruh wilayah.
Selain itu, UPK Badan Air juga menyiapkan 134 alat kebersihan yang terdiri dari delapan jenis ekskavator, perahu pengangkut sampah, dan kapal pembersih gulma. Menurut Junjungan, setiap alat ditempatkan berdasarkan kedekatan lokasi dengan sumber sampah. Semakin banyak sumber sampah, semakin kompleks pula alat yang digunakan.
Pembersihan sampah di wilayah air itu, kata Junjungan, sudah dilakukan secara rutin sejak 1,5 tahun lalu. Namun, belum ada koordinasi lebih lanjut menyusul pernyataan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mengenai penataan waduk, situ, dan embung agar menjadi seperti Danau Sunter Selatan II. Selain bersih, dapat pula menjadi tempat rekreasi dan olahraga air.
”Belum ada strategi khusus yang akan kami terapkan. Kami masih melanjutkan yang sudah ada saja,” ujar Junjungan.
Ia menambahkan, penataan sebuah waduk, embung, ataupun situ merupakan kewenangan banyak pihak. UPK Badan Air memang bertanggung jawab atas kebersihan wilayah air, tetapi wewenang pembangunan ada pada Dinas SDA. Penertiban bangunan liar menjadi bagian Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta. Sementara pembangunan jalan di sekelilingnya menjadi tanggung jawab Dinas Bina Marga.
”Butuh kolaborasi antarlembaga untuk menata waduk, situ, dan embung. Akan tetapi, itu belum dilakukan,” ujar Junjungan.
Percepatan pembangunan waduk
Sementara koordinasi belum terjalin, Dinas SDA masih fokus pada pembangunan waduk. Teguh mengatakan, 10 waduk akan dibangun tahun ini dengan anggaran Rp 75 miliar. Waduk tersebut adalah Jagakarsa, Lebak Bulus 3, Pekayon, Kaja, Ksatriaan, Cimanggis, Dinsos, Dogol, Rawa Kendal, dan Marunda.
Ia menambahkan, 10 waduk yang akan dibangun itu tahun lalu mengalami kendala pembebasan lahan. Contohnya Waduk Marunda, dari rencana pembangunan seluas 56 hektar, masih ada sekitar 6 hektar yang belum dibebaskan. ”Jika tidak selesai, akan kami lanjutkan tahun berikutnya karena seluruh pembangunan dilakukan secara swakelola,” kata Teguh. ”Percepatan pembangunan waduk menjadi fokus kami ke depan,” katanya.
Sepuluh waduk yang akan dibangun tersebut tahun lalu mengalami kendala pembebasan lahan.
Pengamat perkotaan Nirwono Joga mengatakan, Jakarta membutuhkan banyak waduk. Di wilayah pusat ke selatan, waduk-waduk dapat difungsikan untuk resapan air mengingat di wilayah tersebut sudah muncul gejala krisis air bersih. Sementara itu, di wilayah pusat ke utara, ujarnya, waduk berfungsi untuk tangkapan air karena permukaan tanah sudah berada di bawah permukaan laut.
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, target luas ruang terbuka biru adalah 5 persen dari luas seluruh Jakarta. ”Ruang terbuka biru Jakarta saat ini ada 2 persen, artinya masih berutang 3 persen,” ujar Nirwono.
Meski membutuhkan banyak waduk untuk memenuhi target tersebut, Nirwono menilai pembangunan waduk-waduk baru bermasalah. Hal ini karena beberapa waduk yang sudah dibangun sebelumnya pun menyisakan persoalan yang belum tuntas.
Menurut dia, di kawasan Waduk Pluit, Jakarta Utara, masih ada 7.000 kepala keluarga (KK) yang lahannya belum dibebaskan. Lahan Waduk Ria Rio, Jakarta Timur, seluas 25 hektar pun baru 4 hektar yang dikelola pemprov. Sisanya rawan diokupasi lagi oleh pihak lain. ”Hal tersebut menunjukkan, penataan waduk, situ, dan embung tidak ditindaklanjuti dengan serius,” ujar Nirwono.
Ia menekankan, Pemprov DKI perlu melakukan tiga langkah dalam penataan waduk, situ, dan embung. ”Pertama, membuat rencana induk (masterplan), disambung dengan revitalisasi, baru disusul rencana membuat ekowisata,” kata Nirwono.
Keberadaan waduk, situ, dan embung sudah semestinya menjadi primadona. Tidak hanya dalam pembicaraan, tetapi juga dalam kebijakan strategis pemprov. Sebagaimana seorang primadona, ia pun harus menjadi prioritas. Bukan wacana yang sekejap muncul lalu hilang seiring lunturnya euforia para pejabat. (DD01)