JAKARTA, KOMPAS Dinas Perhubungan DKI Jakarta hasilkan kajian kenaikan tarif rupiah per kilometer untuk angkutan kota dalam program One Karcis One Trip atau OK OTrip. Kenaikan tarif ini dinilai penting guna menarik minat pengusaha bergabung demi menyukseskan program OK OTrip.
Selama ini, tarif rupiah per kilometer ini menjadi pokok keberatan pengusaha angkutan untuk bergabung dengan program tersebut.
Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Arouffy mengatakan, hasil kajian itu menaikkan tarif dari Rp 3.459 per kilometer (km) menjadi sekitar Rp 4.000 per km. “Setelah dilakukan survei, ada penyesuaian target kilometer tempuh yang juga berpengaruh pada besarnya tarif per kilometer,” katanya di Jakarta, Sabtu (24/2).
Tarif tersebut merupakan besaran yang akan diterima pihak angkutan kota dalam program OK OTrip. Angka itu diperoleh setelah menghitung biaya operasional angkutan kota serta pembayaran dua sopir untuk satu unit angkot.
Menurut Masdes, sebenarnya untuk satu unit angkutan kota dibutuhkan 2,4 sopir, yaitu dua sopir rutin harian yang bekerja dua sif dan satu sopir pengganti untuk memberi kesempatan sopir lain libur.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansah mengatakan, tarif rupiah per kilometer yang menjadi pokok keberatan para pengusaha angkutan kota untuk bergabung OK OTrip akan dihitung ulang. Sebab, masih ada beberapa item pengeluaran yang tak terhitung.
Sementara besaran Rp 3.459 per km yang saat ini ditetapkan merupakan hasil penghitungan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) sebagai pelaksana program OK OTrip. Angka itu berdasarkan hitungan operasional dan personel.
Tarif hasil kajian terbaru justru lebih tinggi dari permintaan Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta yang awalnya meminta Rp 3.800 per km.
Menurut Masdes, penghitungan itu hasil dari survei perjalanan angkutan kota di sekitar Tanah Abang. Dari survei tersebut, dihitung rata-rata kilometer tempuh para sopir yang beroperasi saat ini. Hasilnya, kilometer tempuh yang awalnya dipatok 190 km per hari direkomendasikan turun menjadi 175 km per hari.
Dengan pola sopir angkutan kota yang saat ini sering ngetem, jarak tempuh harian rata-rata hanya 110 km per hari. Angka 175 km per hari ini dihitung dari waktu efektif yang digunakan para sopir dalam sehari.
“Jadi dari hasil survei itu, dari 18 jam operasional sehari yang kami tetapkan, mereka hanya gunakan waktu sekitar 60 persen sehari. Sekitar 40 persennya, mereka ngaso atau pulang lebih awal. Kami rata-ratakan sehingga angka ini direkomendasikan akan direvisi,” katanya.
Masdes mengatakan, tarif dan kilometer tempuh ini akan direkomendasikan ke PT Transjakarta. Sebab, PT Transjakarta sebagai pembuat kontrak berwewenang untuk menetapkan besarannya.
Kendati demikian, rekomendasi ini sudah disampaikan kepada pengusaha angkutan kota dan para sopir yang berunjuk rasa pada pekan lalu.
Selama masa uji coba OK OTrip tiga bulan ini, angka yang digunakan masih angka lama. “Nanti saat realisasi bulan Maret, mungkin bisa gunakan angka hasil survei ini,” ujarnya.
Selama masa uji coba, hanya dua wadah angkutan kota yang akhirnya ikut, yaitu KWK dan Budi Luhur. Setidaknya empat wadah angkutan kota lainnya menarik diri karena tarif dinilai terlalu rendah.
Salah satu pemilik armada angkutan kota Kolamas Jaya Petrus Tukimin menyambut baik rekomendasi itu.
Begitu juga para perwakilan sopir yang berunjuk rasa pada Kamis pekan lalu. “Tarif sebelumnya itu terlalu rendah. Ya kalau segini, kami jadi Rp 4.000 itu, semua akan mau,” kata Abdul Rosyid, salah satu perwakilan sopir M08 jurusan Kota – Tanah Abang.