Aset Pimpinan First Travel Belum Cukup untuk Ganti Rugi
Oleh
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS – Pimpinan PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel menjanjikan asetnya sebagai ganti rugi kepada calon jemaah. Akan tetapi, jumlahnya belum menutupi total kerugian.
Agenda sidang kedua yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Subandi di Pengadilan Negeri Depok memberi kesempatan pada kuasa hukum terdakwa untuk mengajukan eksepsi atau keberatan. “Kami tidak mengajukan eksepsi,” kata salah satu kuasa hukum terdakwa, Puji Wijayanto, dalam persidangan, Senin (26/2).
Ketiga terdakwa yang terdiri dari Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Anniesa Hasibuan dan Direktur Keuangan Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan hadir dalam persidangan. Selain Puji, Wawan Ardianto juga turut mendampingi mereka sebagai kuasa hukum.
Ada tiga pasal yang dikenakan pada mereka, yaitu Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dan Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. Calon jemaah yang dirugikan sebanyak 63.310 orang dengan total uang sekitar Rp 905,333 miliar. (Kompas, 20/2)
Dalam persidangan itu, Puji juga memberikan dan membacakan surat yang berisi kesepakatan terdakwa menjual aset miliknya untuk mengganti kerugian yang dialami calon jemaah. Adapun aset tersebut berupa 10 mobil, 3 rumah, dan 4 ruko.
Surat diajukan kepada Kejaksaan Negeri melalui Jaksa Penuntut Umum Herry Jerman dengan tembusan yang diserahkan pada Subandi saat persidangan. “Kami akan tinjau kedudukan aset karena ada yang atas nama orang lain. Kami akan menunggu pemeriksaan saksi-saksi yang terkait dengan barang bukti,” tutur Herry dalam persidangan.
Ditemui setelah persidangan, Puji mengatakan, taksiran nilai aset itu berkisar Rp 200 miliar. Dia juga menyebutkan, terdakwa akan meminta investor dari Arab Saudi sebagai sumber dana lainnya untuk ganti rugi kepada calon jemaah. Namun, saat diminta penjelasan lebih rinci, dia belum bisa memberikan jawaban.
Salah satu agen dan calon jemaah yang dirugikan, Rb (40), mengatakan, dia dimusuhi oleh calon jemaah yang dijanjikan berangkat umrah. Rombongannya sudah membayar Rp 14,3 juta – Rp 22,3 juta per orang. “Mayoritas dari mereka berpenghasilan menengah ke bawah, seperti asisten rumah tangga, tukang gorengan, atau office boy,” katanya.
Perdata sebagai celah
Dalam persidangan, Puji tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. “Kami ingin meninjau perjanjian antara pihak First Travel dengan calon jemaah. Bisa saja ini jadi kasus perdata,” katanya saat ditemui setelah sidang.
Menanggapi strategi tersebut, salah satu kuasa hukum dari Tim Advokasi Penyelamatan Dana Umrah, Luthfi Yazid, berharap, perdata tidak dimanfaatkan sebagai celah. Menurutnya, kasus ini cukup jelas sebagai pidana.
Luthfi menambahkan, jaksa penuntut harus dapat membuktikan tindak pencucian uang dalam kasus ini. Kehadiran saksi ali terkait cuci uang dibutuhkan. (DD09)