Konferensi Musik Indonesia Pertama Digelar di Ambon
Oleh
FRANS PATI HERIN
·2 menit baca
AMBON, KOMPAS — Konferensi Musik Indonesia akan diselenggarakan di Kota Ambon, Maluku, pada 7-9 Maret mendatang. Kegiatan yang akan diikuti sekitar 300 peserta itu merupakan yang pertama kali digelar sejak bekembangnya industri musik Tanah Air dalam 50 tahun terakhir.
Ketua Konferensi Musik Indonesia (Kami) Glenn Fredly dalam keterangan pers di Ambon, Selasa (27/2), mengatakan, ada tiga aspek yang ditekankan dalam kegiatan Kami, yakni aspek musik untuk pendidikan, musik untuk ekonomi, dan musik untuk ketahanan kebudayaan bangsa. Tema kegiatan adalah ”Raya Nada untuk Indonesia”.
Semua musisi dan pihak terkait akan bertemu untuk membicarakan masa depan musik Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi kreatif. Musik diharapkan ikut berperan sebagai motor penggerak ekonomi bangsa. Korea Selatan, misalnya, kini maju dengan menjadi musik K-Pop.
Untuk aspek ekonomi, misalnya, kata Glenn, pada tahun 2017, kontribusi sektor musik untuk pendapatan nasional hanya 0,47 persen. Jumlah itu dianggap terlalu kecil. ”Kami juga akan membicarakan tentang masalah pajak. Menteri Keuangan akan hadir sebagai salah satu pembicara,” ujarnya.
Pada hari terakhir akan digelar Festival Musik di Lapangan Merdeka Kota Ambon. Pada kesempatan itu akan ditampilkan kolaborasi musik antaretnik untuk memberi pesan tentang harmoni dalam perbedaan, kampanye musik untuk perdamaian. Akan tampil juga grup band Slank bersama perwakilan dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan pesan antikorupsi.
Sementara itu, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy yang memandu konferensi pers itu menyampaikan terima kasih atas dipercayakannya Ambon sebagai tuan rumah Kami. Kepercayaan itu menegaskan Ambon sebagai ”Kota Musik”. Ambon telah dicanangkan sebagai kota musik dunia pada Oktober 2016.
Orang Ambon ini sepertinya punya DNA itu menyanyi dan main musik. Tetapi sekarang ini, suara banyak saja tidak cukup. Kita perlu belajar teknik
Menurut Richard, banyak orang Maluku memiliki pontensi musik dan tarik suara. Sejak era 1970-an, banyak musisi nasional berasal dari Maluku. ”Orang Ambon ini sepertinya punya DNA menyanyi dan main musik. Tetapi, sekarang ini, suara banyak saja tidak cukup. Kita perlu belajar teknik,” ujarnya.
Dia berencana menerbitkan peraturan daerah yang mewajibkan sekolah-sekolah memasukkan musik sebagai salah satu materi untuk mata pelajaran muatan lokal. Tujuannya agar penyanyi dan pemusik benar-benar profesional.
Saat ini, di Ambon banyak terdapat kafe yang dilengkapi dengan alat musik minimal organ tunggal. Musik di Ambon juga dijadikan media untuk menyatukan warga yang pernah terlibat konflik.