Pemerintah mengkaji pengendalian tangkapan rajungan. Pengaturan akan dilakukan melalui sistem buka-tutup penangkapan.
JAKARTA, KOMPAS - Kontribusi rajungan menempati urutan ketiga ekspor produk perikanan, tetapi seluruh rajungan berasal dari penangkapan alam. Pemerintah sedang mengkaji kemungkinan pengendalian penangkapan rajungan untuk menjaga kelangsungan bisnis dan sumber daya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rifky Effendi Hardijanto, dalam Pertemuan Koordinasi Perikanan Rajungan, di Jakarta, Selasa (27/2), rajungan menempati urutan ketiga setelah udang serta tuna, tongkol, dan cakalang (TTC). Pada 2017, ekspor daging rajungan mencapai 411 juta dollar AS dengan negara tujuan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Harga rajungan saat ini mencapai Rp 70.000 per kg.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengemukakan, pemerintah sedang mengkaji penerapan sistem buka tutup penangkapan rajungan. Sistem buka tutup diusulkan untuk dilakukan mulai Oktober hingga Maret karena masa pemijahan rajungan berlangsung bulan September-Oktober dan dilanjutkan masa pembentukan karapas (cangkang keras). Adapun pada April-September adalah masa untuk penangkapan.
Dengan penutupan pada periode tertentu, rajungan dapat memijah dan larva tumbuh berkembang optimal.
Pemerintah menyiapkan ruang di beberapa pelabuhan di pantura Jawa untuk pembangunan pabrik mini sebagai tempat pengumpulan rajungan. Beberapa yang diusulkan antara lain Moro, Demak, Kendal, Batang dan Cirebon. ”Produktivitas harus diatur dengan daya serap industri,” kata Sjarief.
Buka-tutup
Sistem buka-tutup sudah diterapkan untuk komoditas kepiting dengan masa penutupan Desember sampai Februari, merujuk pada masa pemijahan September hingga Oktober.
Pemerintah menargetkan nilai ekspor rajungan mencapai 2 miliar dollar AS dalam 5 tahun ke depan. Untuk menaikkan ekspor lima kali lipat, budidaya rajungan harus mulai diterapkan. Daerah potensial budidaya rajungan antara lain pantai timur Sumatera dan pantai utara Jawa.
Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara Sugeng Raharjo mengemukakan, budidaya rajungan saat ini masih dalam tahap uji coba. Tambak digarap terintegrasi dengan memadukan komoditas udang, nila salin, rajungan, dan rumput laut.
Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) Kuncoro Catur Nugroho, mengemukakan, ada 4 provinsi yang mendukung kelestarian dan bisnis rajungan melalui peraturan gubernur, yakni Lampung, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sekretaris APRI Bambang Arif Nugraha mengemukakan, jumlah pabrik mini rajungan di Indonesia diperkirakan 550 unit. ”Tanpa pembenahan pabrik mini, usaha rajungan sulit berkembang,” katanya.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing KKP Nilanto Perbowo menuturkan, industri pengolahan rajungan berjumlah 45 unit yang memproses rajungan menjadi produk pasteurisasi kaleng siap saji. Pada 2017, tidak ada penolakan pasar AS terhadap produk rajungan asal Indonesia. ”Mutu produk rajungan asal Indonesia diapresiasi oleh importir AS,” katanya. (LKT)