JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengeluarkan hasil evaluasi terkait penghentian sementara sejumlah proyek strategis nasional. Dari hasil evaluasi terungkap, sebagian besar kecelakaan terjadi karena sistem pengawasan pekerja yang lemah. Perlu adanya komitmen dari seluruh pihak agar kecelakaan infrastruktur tidak terulang.
Direktur Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang juga menjabat Ketua Komite Keselamatan Konstruksi (Komite K2) Syarief Burhanuddin mengatakan, rekomendasi dari konsultan pengawas tidak pernah didengar oleh subkontraktor di lapangan.
”Berdasarkan hasil investigasi, selama ini pengawasan hanya dilakukan oleh konsultan pengawas. Karena tidak didengar oleh subkontraktor, para konsultan pengawas ini menjadi tidak berperan dalam proyek tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers Progres Evaluasi Proyek oleh Komite K2, di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (28/2).
Akibat dari sistem pengawasan yang lemah, pekerja menjadi kelelahan dan bekerja melebihi jam yang ditentukan. Syarief mengatakan, sebaiknya kontraktor jangan memaksakan pengerjaan hingga larut malam.
”Percepatan pembangunan infrastruktur bukannya tanpa aturan. Jika kondisi percepatan membuat pekerja kelelahan, ini sudah di luar standar,” ucapnya.
Syarief menuturkan, sebagian besar penyebab kecelakaan konstruksi juga diakibatkan oleh hubungan yang tidak sinergis antara main kontraktor dan subkontraktor.
”Personel yang bekerja di proyek tidak disaring kompetensinya oleh main kontraktor. Sebagian besar penyaringan ada di subkontraktor. Seharusnya, hubungan main kontraktor dan subkontraktor harus jadi satu dan tidak terlepas,” tuturnya.
Sebelumnya, Selasa (20/2), Kementerian PUPR menginstruksikan agar sejumlah proyek diberhentikan sementara karena kecelakaan beruntun yang terjadi selama beberapa bulan.
Ada 40 proyek yang dievaluasi oleh Komite K2, Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), dan konsultan independen. Setelah dilakukan evaluasi selama sembilan hari, Rabu, proyek tersebut sudah boleh melanjutkan pengerjaannya.
Syarief menjelaskan, setelah keputusan pengerjaan kembali proyek dikeluarkan, seluruh pemangku kepentingan harus memperkuat pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
”Seluruh direktur operasi BUMN Karya harus memanggil subkontraktur untuk melakukan komitmen K3, seperti subkon peralatan, material, dan tenaga kerja,” katanya.
Pembangunan dilanjutkan
Syarief mengatakan, ada beberapa proyek yang boleh dilanjutkan pengerjaannya, tetapi dengan sejumlah catatan. Proyek Tol Depok-Antasari boleh dilanjutkan dengan melengkapi dokumen lifting. Proyek Tol Manado-Bitung bisa dilanjutkan, tetapi perlu melengkapi kembali berkas SOP Erection.
Proyek rel dwiganda Manggarai-Jatinegara juga boleh dilanjutkan setelah dilakukan pemasangan launcher gantry yang baru. Selain itu, proyek Tol Jakarta-Cikampek Elevated boleh dilanjutkan dengan peninjauan pekerjaan pemutaran pier head dan lifting beam.
Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan, proyek pengerjaan rel dwiganda Manggarai cukup rumit karena keterbatasan waktu pengerjaan.
”Dalam sehari, waktu optimal pengerjaan proyek hanya 3-4 jam. Selain itu, sejak 4 Februari, pengerjaan proyek rel dwiganda terhenti karena kecelakaan,” katanya.
Untuk mengoptimalkan pengerjaan proyek rel dwiganda ini, ia akan menambah jumlah launcher gantry dari yang tadinya dua menjadi tiga.
”Kami juga sudah melatih sekitar 640 konsultan dan pekerja untuk pemahaman K3. Ini untuk meningkatkan komitmen mereka terkait K3,” ucapnya.
Perombakan direksi
Deputi Bidang Usaha Konstruksi Kementerian BUMN Ahmad Bambang mengatakan, pihaknya akan melakukan perombakan direksi di beberapa BUMN Karya, khususnya PT Waskita Karya. Perombakan ini juga terkait evaluasi dari serangkaian kecelakaan yang terjadi.
Direktur Utama PT Waskita Karya M Choliq mengatakan, direksi baru nantinya harus bisa mengutamakan K3 dalam pengerjaan proyek. Selama ini, ia mengaku PT Waskita Karya lalai dalam manajemen tenaga kerja.
”Jumlah tenaga kerja tidak diimbangi dengan perkembangan perusahaan. Pada tiga tahun lalu, dalam setahun, Waskita Karya hanya mampu mengerjakan proyek dengan nilai Rp 10 triliun-Rp 15 triliun per tahun. Pada 2017, proyek yang mampu dikerjakan bisa bernilai hingga Rp 45 triliun,” tuturnya. (DD05)