Pemerintah Didesak Segera Terbitkan Tujuh Peraturan Pemerintah
Jakarta, Kompas - Kelompok Kerja Implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Hampir dua tahun berlalu, semenjak UU Penyandang Disabilitas diundangkan, belum ada satu pun dari tujuh peraturan pemerintah yang diamanatkan oleh UU tersebut yang dikeluarkan pemerintah.
Hingga kini, Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas tidak mengetahui sampai di mana proses dari tujuh rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang terkait implementasi UU Penyandang Disabilitas. Perwakilan disabilitas tidak mengetahui dengan pasti bagaimana proses akhir dari ketujuh RPP itu.
Adapun ketujuh RPP tersebut adalahRPP Konsesi dan Insentif dalam Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas; RPP Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Penghormatan, Pelindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas; RPP Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan; RPP Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas; RPP Pemenuhan Hak Kesejahteraan Sosial, Habilitasi dan Rehabilitasi Penyandang Disabilitas; RPP Pemenuhan Hak atas Permukiman; dan RPP Unit Layanan Disabilitas Ketenagakerjaan.
“Sampai saat ini belum ada satu pun PP yang disahkan, padahal UU telah memberikan batas pengesahan sampai April 2018. UU Penyandang Disabilitas diundangkan tanggal 15 April, berarti tinggal sekitar 45 hari lagi waktu bagi pemerintah untuk mengesahkan ketujuh RPP yang diamanatkan UU Penyandang Disabilitas,” ujar Ariani Soekanwo, Ketua Pokja Disabilitas kepada media, Rabu (28/2) di Jakarta.
Selain Ariani, hadir Aria Indrawati (Ketua Umum Persatuan Tunanetra Indonesia), Yeni Rosa Damayanti (Ketua Umum Perhimpunan Jiwa Sehat), Maulani A Rotinsulu (Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), Mahmud Fasa (Ketua Federasi Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia), dan Bambang Prasetyo (Ketua DPP Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia), dan Fajri Nursyamsi (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan).
Maulani Rotinsulu mengungkapkan sesuai amanat dari UU Penyandang Disabilitas, seharusnya ada 15 PP yang harus diterbitkan pemerintah dalam melaksanan UU tersebut. Pada tahun lalu pemerintah sempat menyampaikan bahwa ke-15 PP itu akan disatukan, dan ditolak oleh Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas karena dianggap sebagai RPP sapu jagat. Akhirnya setelah bernegosiasi dengan pemerintah akhirnya keluarlah tujuh RPP berdasarkan sektor yang sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga.
Komitmen pembentukan 7 PP merupakan inisiatif dari pemerintah melalui kesepakatan internal yang digagas oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) pada Juli 2017.
Namun, dari informasi yang diperoleh Pokja Disabilitas, belum semua kementerian/lembaga yang menyatakan kesanggupan menjadi inisiator pembentukan PP. Sampai saat ini baru ada empat kementerian yang menindaklanjuti tugasnya sebagai inisiator pembentukan PP yaitu Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Hukum dan HAM. Adapun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat baru menyatakan kesiapan sebagai inisiator pembentukan PP. Dua kementerian yang belum memberikan kepastian adalah Kementerian Keuangan dan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Perlu dipahami bahwa tujuh PP ini tidak bisa hanya dimaknai sekadar jumlah, tetapi peluang besar mendorong pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam berbagai sektor. Dengan tujuh PP berarti akan ada tujuh Kementerian yang menjadi inisiator pembentukan dan membahas isu disabilitas sesuai dengan bidang kerja masing-masing secara intensif,”ujar Fajri.
Keberadaan tujuh PP tersebut diharapkan menjadi penegasan bahwa disabilitas tidak hanya terkait bidang sosial semata, tetapi terkait dengan berbagai isu seperti pendidikan, ketenagakerjaan, infrastruktur, pelayanan publik, perencanaan pembangunan, dan bahkan hukum dan keuangan.
Karena itulah, Pokja Implemnetasi UU Penyandang Disabilitas mendesak Presiden Joko Widodo agar menugaskan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Ketenagakerjaan untuk menjadi inisiator dua PP implementasi UU Penyandang Disabilitas yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta menginstruksikan kepada kementerian inisiator pembentukan tujuh PP untuk segera masuk dalam tahap pembahasan RPP antar Kementerian, sebelum April 2018.
“Presiden juga diharapkan segera menginstruksikan kepada tujuh Kementerian inisiator tujuh PP tersebut untuk menjalin kerja sama dan keterlibatan penuh penyandang disabilitas dalam setiap pembentukan PP, serta terbuka untuk menerima masukan-masukan dari penyandang disabilitas sebagai pihak yg paling paham dan mengerti kebutuhan riil di lapangan,” ujar Maulani.
Pemerintah dinilai masih ragu
Ariani Soekanwo, yang juga Ketua Umum Pusat Pemilihan Umum Akses (PPUA) Disabilitas menilai pemerintah masih ragu dalam mengimplementasikan UU Penyadang Disabilitas. Hal tersebut tercermin dari komitmen yang lemah terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
“Namun begitu, Pokja juga mengapresiasi kementerian yang menindak lanjut UU tersebut dengan menjadi inisiator pembentukan PP. Kami mendorong agar proses pembahasan di internal pemerintah dapat berjalan segera dengan tetap melibatkan masyarakat penyandang disabilitas," ujar Ariani.
Yeni Rosa Damayanti yang selama ini mengawal RPP Pemenuhan Hak Kesejahteraan Sosial, Habilitasi dan Rehabilitasi Penyandang Disabilitas mengungkapkan kesejahteran sosial dan habilitasi merupakan topik yang terpisah. Kesejahteraan sosial yang diatur dalam RPP tersebut adalah upaya yang bisa membantu penyandang disabilitas agar hidup mandiri.
“Kita menginginkan penyandang disabilitas yang tidak bekerja mendapat bantuan biaya hidup, tetapi sepertinya pemerintah akan menolak itu jadi akhirnya dibatasi yang dalam kondisi tertentu akan mendapatkan,” ujarnya.
Namun penyandang disabilitas juga berhak mendapat bantuan permukiman. Karena itu, Yeni mendukung penuh rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan membebaskan biaya rumah susun sederhana sewa (rusunawa) bagi warga lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas. “Kami mengapresiasi program tersebut dan menunggu realisasinya,” ujarnya.
Yeni menyoroti keberadaan panti-panti sosial dan panti rehabilitasi untuk penyandang disabilitas mental yang saat ini sangat buruk pelayanannya. Padahal masalah tersebut adalah masalah hak asasi manusia, karena harus ada upaya pemerintah menghentikan praktik-praktik pelanggaran HAM di panti-panti sosial.
Terkait RPP Pemenuhan Hak Kesejahteraan Sosial, Habilitasi dan Rehabilitasi Penyandang Disabilitas, Yeni menyatakan khawatir pasal-pasal yang diusulkan Pokja Disabilitas tidak diakomodir pemerintah bahkan dihilangkan dalam RPP tersebut karena dianggap terlalu rinci. “Ini akan sangat berbahaya apalagi pasal yang dipotong berkenaan dengan perlindungan penyandang disabilitas di panti-panti sosial,” kata Yeni yang mencontohkan bagaimana pelecehan seksual sering menimpa perempuan disabilitas saat berada di panti.
Mahmud menyatakan RPP Konsesi dan Insentif dalam Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas disusun karena selama ini penyandang disabilitas belum mendapat konsensi. Ia mencontohkan potongan harga untuk kereta api dan layanan publik lainnya untuk lansia, veteran, mahasiswa/pelajar tetapi disabilitas belum mendapatkannya. “RPP tersebut mengatur untuk mengakses potongan tersebut cukup menunjukkan kartu penyandang disabilitas. Kita menunggu ini disahkan April nanti,” katanya.
Aria Indrawati mengungkapkan di antara RPP tersebut ada yang mengatur pendidikan dan ketenagakerjaan. “Informasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016 bahwa sampai saat ini jumlah anak penyandang disabilitas yang bersekolah baru 18 persen, berarti ada 82 persen sisanya masih tinggal di rumah tidak bersekolah. Kita tidak mengharapkan kondisi itu terus menerus, dengan UU Penyandang Disabilitas ini sistem pendidikan akan menyediakan akomodasi yang layak untuk pendidikan bagi penyandang disabilitas ,” ujarnya.
Bambang menyatakan di bidang ketenagakerjaan, penyandang disabilitas hanya mampu mengakses pekerjaan dengan sistem kontrak.
Presiden instruksikan prioritaskan PP
Sunarman, staf ahli di Kedeputian V Bidang Kajian Politik dan Pengelolaan Isu-isu Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM Kantor Staf Presiden menegaskan bahwa instruksi dari Presiden Joko Widodo sangat jelas bahwa PP tersebut harus dituntaskan, dan apresiasi para penyandang disabilitas masuk dalam semua PP yang dibentuk.
Mengenai ketujuh RPP tersebut, Suparman menyatakan untuk RPP Perencanaan, Penyelenggaraan dan Evaluasi Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, pihak Kementerian PPN/Bappenas sudah menyanggupi dan telah menyusun draft RPP.
Begitu juga dengan Pemenuhan Hak Kesejahteraan Sosial, Habilitasi dan Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Kemensos sudah menyanggupi dan telah menyusun draft RPP, dan RPP Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas Kemendikbud sudah menyanggupi dan telah menyusun draft RPP.
Adapun RPP Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, saat ini Kemenkumham sudah sudah terlibat beberapa kali dalam rapat penyusunan bersama Pokja, terakhir saat di Yogyakarta akhir tahun 2017.
“Untuk RPP Unit Layanan Disabilitas Ketenagakerjaan sampai saat ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi belum bersedia untuk menjadi pemrakarsa, sehingga belum masuk list program penyusunan peraturan (progsun),” ujarnya.
Untuk RPP Konsesi dan Insentif dalam Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Kemenkeu sudah setuju untuk masuk daftar progsun.
“RPP tentang Pemenuhan Hak atas Permukiman, Pelayanan Publik dan Perlindungan dari Bencana yang Akses bagi Penyandang Disabilitas, baru kemarin kami bertemu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang pada awalnya paling alot tapi akhirnya menteri menjamin Kementerian PUPR akan menjamin RPP tersebut,” kata Sunarman.
Mahmud menyatakan Pokja Disabilitas menyatakan pihaknya akan menunggu komitmen pemerintah dalam meneruskan RPP tersebut. (son)