Indeks Kelompok Pengeluaran Naik, Inflasi Tidak Terbendung
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan seluruh indeks kelompok pengeluaran menyebabkan inflasi sebesar 0,17 persen pada Februari 2018. Dari 82 kota, 55 kota mengalami inflasi dan 27 kota deflasi.
Pada Februari 2018 terjadi inflasi sebesar 0,17 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 132,32, sementara IHK pada Januari sebesar 132,10. Dalam pemaparan Perkembangan Indeks Harga Konsumen Februari 2018 di Jakarta pada Kamis (1/3), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga di seluruh indeks kelompok pengeluaran.
Inflasi terjadi karena kenaikan harga seluruh indeks kelompok pengeluaran. Kelompok bahan makanan sebesar 0,13 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,43 persen, dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,22 persen.
Kelompok sandang sebesar 0,35 persen, kelompok kesehatan 0,26 persen, dan kelompok pendidikan, rekreasi, serta olahraga sebesar 0,07 persen. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menyumbang 0,02 persen.
Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 1,05 persen dengan IHK sebesar 131,65, sedangkan terendah terjadi di Palangkaraya sebesar 0,04 persen dengan IHK sebesar 127,64 persen. Deflasi tertinggi terjadi di Medan sebesar 0,96 persen dengan IHK sebesar 136,82, sedangkan terendah terjadi di Lubuk Linggau, yaitu 0,02 persen dengan IHK sebesar 129,79.
Dihubungi terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, inflasi pada Februari terlihat rendah dari perkiraan awal. Hal tersebut terjadi karena inflasi bahan pangan sudah mulai turun. ”Secara khusus, komoditas beras turun karena panen raya dan impor beras sehingga pasokan di pasar meningkat,” kata Bhima.
Bhima menjelaskan, inflasi yang ditimbulkan dari BBM nonsubsidi cukup kecil ke inflasi transportasi dan inflasi total. Faktor inflasi pangan diprediksi akan rendah pada Maret. Beberapa komoditas patut mendapat perhatian, yaitu bawang putih dan cabai merah. Keduanya diprediksi harganya masih mahal karena sampai Maret curah hujan masih tinggi.
”Harga minyak mentah yang masih tinggi kemungkinan besar dapat memicu penyesuaian BBM nonsubsidi, khususnya Pertamax dan Pertalite,” kata Bhima. Pada Maret, dari sisi harga barang/jasa yang diatur pemerintah ada tekanan. Proyeksinya, inflasi pada 2018 sebesar 3,6 persen atau di atas target pemerintah, yaitu 3,5 persen.
Inflasi inti
Suhariyanto mengatakan, inflasi 0,17 persen tersebut didominasi oleh inflasi inti sebesar 0,26 persen. Pada komponen inti terjadi kenaikan indeks dari 123,13 pada Januari menjadi 123,45 pada Februari. Tingkat inflasi komponen inti pada Januari-Februari mengalami inflasi sebesar 0,58 persen. Adapun tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun sebesar 2,58 persen.
Komponen yang harganya diatur pemerintah dan komponen yang bergejolak mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,07 persen serta 0,10 persen. ”Komoditas yang paling dominan ialah emas karena dipengaruhi pergerakan internasional. Emas memiliki sumbangan inflasi inti sebesar 0,02 persen,” kata Suhariyanto.
Pada Februari, komponen inti, komponen yang harganya diatur pemerintah, dan komponen yang harganya bergejolak memberikan andil terhadap inflasi. Masing-masing memiliki sumbangan sebesar 0,15 persen, 0,01 persen, dan 0,01 persen.
Bhima mengatakan, inflasi inti perlu diwaspadai karena pada Februari lebih rendah. Pada Februari tercatat 0,26 persen, sedangkan pada Januari 0,31 persen. Hal tersebut menunjukkan adanya dorongan inflasi dari sisi permintaan masih lemah. (DD08)