JAKARTA, KOMPAS — Tindak pidana pencucian uang terkait aktivitas narkotika berhubungan dengan negara-negara lain. Aktivitas ini memperlihatkan kejahatan narkotika telah melintasi batas negara, dan Indonesia adalah sasaran pasar dalam mata rantai perdagangan barang haram tersebut.
Kerja sama internasional dan lintas sektoral, terutama keuangan, perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi aktivitas dan transaksi keuangan yang mencurigakan. Penegak hukum harus bergerak cepat ketika mendapatkan petunjuk dari aliran keuangan karena pergerakan dari aktivitas ini mudah dihilangkan.
Wakil Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia Irjen (Purn) Benny Mamoto, di Jakarta, Kamis (1/3), menyatakan, kejahatan narkotika yang berada di Indonesia memiliki kaitan dengan jaringan internasional.
Hal ini terlihat dari aliran keuangan yang tersebar di negara berbeda. Menurut Benny, dana yang tersebar ini kemungkinan besar dipergunakan untuk perdagangan narkotika.
Seperti pengungkapan kasus pencucian uang terkait aktivitas narkotika pada Rabu (28/2), para tersangka menyebarkan aliran dana hingga ke 14 negara dengan transaksi mencapai Rp 6,4 triliun. Aliran ini terkait dengan beberapa bandar narkotika besar, seperti Freddy Budiman, Haryanto Chandra, dan Togiman.
Benny mengatakan, Indonesia memang menjadi pasar potensial bagi sindikat narkotika internasional.
Selama bertugas, lanjutnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan kepolisian mengungkap beberapa jaringan yang ternyata berkaitan dengan sindikat internasional.
Salah satu sindikat yang berhasil diungkap saat Benny beraktivitas di BNN adalah penangkapan jaringan narkotika asal Iran, Abbas Kazerouni Rousul, pada tahun 2011.
Benny menyebutkan, Abbas ditangkap di Bangkok, Thailand, setelah bekerja sama dengan kepolisian Thailand. Abbas merupakan bagian dari sindikat perdagangan narkotika internasional jenis heroin yang berkaitan dengan Taliban.
Permintaan (narkoba) di Indonesia tinggi, harga yang bagus, dan hukum mudah dibeli.
Dari Abbas, Benny menyadari, Indonesia adalah pasar narkotika yang sangat menarik.
”Saya bertanya, kenapa dia menjadikan Indonesia pasar. Abbas menjawab, permintaan di Indonesia tinggi, harga yang bagus, dan hukum yang mudah dibeli. Saya kaget, ternyata Indonesia menjadi target pasar narkotika yang menarik,” tuturnya.
Benny memaparkan, rehabilitasi yang rendah menjadi alasan pasar Indonesia memiliki harga yang bagus dan permintaan yang menarik. Ia menjelaskan, pengonsumsi narkoba pada tahun 2017 mencapai 6 juta orang. Namun, kemampuan rehabilitasi Indonesia hanya 50.000 per tahun.
”Kalau tetap segitu, butuh berapa tahun agar 6 juta orang ini berhasil direhabilitasi?” ujar Benny yang pernah menjabat Deputi Pemberantasan BNN 2012-2013.
Aliran dana
Kejahatan narkotika melintasi negara terlihat dari aktivitas tindak pidaha pencucian uang (TPPU) yang sebagian besar berada di luar negeri.
Kerja sama dengan sektor keuangan perlu dilakukan untuk menelusuri aliran dana sehingga mendapatkan sasaran dari aliran dana sindikat narkotika.
Benny mengungkapkan, kerja sama dengan sektor keuangan perlu dilakukan untuk menelusuri aliran dana sehingga mendapatkan sasaran dari aliran dana tersebut. Ia mengapresiasi kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang berhasil menemukan tiga tersangka TPPU, yaitu HR, DY, dan FH.
”PPATK memiliki akses yang luas terhadap transaksi keuangan di Indonesia. Pengawasan ini sangat diperlukan untuk melihat adanya aliran yang mencurigakan, seperti yang diungkap kemarin. Kerja sama lintas sektoral inilah yang diperlukan karena BNN dan kepolisian tidak memiliki akses seperti itu,” tuturnya.
Tidak hanya kerja sama, Benny menambahkan, kecepatan penegak hukum dalam menelusuri informasi sangat penting dalam mendapatkan bukti-bukti. Di zaman ini, ujarnya, transaksi dapat dilakukan dengan cepat dan ringkas melalui perangkat komunikasi sehingga bisa menghilangkan jejak.
Pakar hukum TPPU Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, menyatakan, fokus penegak hukum seharusnya lebih kepada pelaku yang mengendalikan bisnis narkotika.
Para pelaku, lanjutnya, mengendalikan bisnis narkotika tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan dari sana. Ada juga pelaku yang menjalankan perusahaan legal untuk menyembunyikan aktivitas keuangan dari bisnis narkotika, seperti mendirikan restoran, hotel, dan apartemen.
Ada pelaku yang menjalankan perusahaan legal untuk menyembunyikan aktivitas keuangan dari bisnis narkotika, seperti mendirikan restoran, hotel, dan apartemen.
”Temuan ini sebenarnya mundur satu langkah. Seharusnya penegak hukum langsung mencari aliran dana setelah para bandar dibekuk. Perusahaan-perusahaan inilah titik temu dari aliran dana narkotika. Oleh karena itu, kerja sama dengan PPATK adalah langkah yang baik untuk menelusuri aliran dana tersebut,” ujarnya.
Kepala baru BNN
Yenti berharap Kepala BNN yang baru dilantik, Irjen Heru Winarko, bisa mempererat kerja sama dengan pihak-pihak lain. Pendanaan untuk aktivitas penegakan hukum juga seharusnya diperhatikan. Peningkatan teknologi dan insentif, ujarnya, bisa menambah kinerja penegak hukum.
Hal serupa diungkapkan Benny. Ia berharap, Heru bisa meningkatkan kerja sama lintas sektoral dengan baik karena kejahatan narkotika terkait berbagai aspek, seperti keuangan, imigrasi, dan perairan, karena ini kejahatan lintas batas.
”Dia (Heru) dulu pernah menjadi kanit (kepala unit) saat saya di jajaran Bareskrim Polri. Kerjanya bagus. Semoga dia bisa meningkatkan kerja sama karena itu sangat penting dalam memberantas narkotika,” tuturnya. (DD12)