Jaga Rantai Pasok Aspal Karet, Industri Harus Terlibat
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menerapkan teknologi aspal karet di proyek jalan nasional di Sumatera Selatan sepanjang 8,33 kilometer. Agar penggunaan karet sebagai campuran aspal bisa berkelanjutan, diperlukan dukungan industri untuk menjaga rantai pasok.
”Ini penerapan pertama kali dalam skala lebih besar. Sumsel dipilih karena banyak kebun karet sehingga kami berharap bisa menyerapnya,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi Moerwanto, Kamis (1/3), di Jakarta.
Tahun ini, Kementerian PUPR akan menerapkan teknologi aspal karet untuk proyek pemeliharaan di ruas jalan nasional, yakni di Muara Beliti-Batas Kabupaten Musi Rawas (1,5 km), Batas Kabupaten Musi Rawas-Tebing Tinggi (1,5 km), Tebing Tinggi-Jembatan Kikim Besar (3 km), dan Jembatan Kikim Besar-Batas Kota Lahat sepanjang 2,33 km. Total panjangnya 8,33 km.
Kementerian PUPR sudah menguji coba teknologi itu di laboratorium dan di beberapa lokasi jalan.
Ada berapa teknologi penggunaan karet sebagai campuran aspal. Namun, tidak semua teknologi dapat diimplementasikan dengan mudah. Ada teknologi yang dapat menyerap karet lebih besar, tetapi penerapan di lapangan sulit.
Juga terdapat perbedaan tujuan penggunaan teknologi aspal karet di luar negeri dengan di Indonesia. Di luar negeri, teknologi aspal karet digunakan untuk mengatasi limbah ban bekas. Sementara, di Indonesia digunakan untuk menyerap karet alam yang melimpah. Penggunaan ban bekas sudah diuji coba di jalan lingkar Karawang dan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) W2.
”Tantangannya adalah membangun sistem untuk menjaga rantai pasok. Sebab, karet alam perlu diolah menjadi karet padat, kemudian diparut, lalu dicampurkan ke aspal,” ujar Arie.
Dari uji coba, campuran karet yang sesuai untuk jalan adalah sekitar 6 persen dari kadar aspal yang digunakan. Biaya per meter kubik yang diperlukan untuk teknologi aspal karet lebih mahal dibandingkan aspal biasa.
Namun, penggunaan karet bisa membuat lapisan aspal lebih tipis, misalnya dari 4 cm menjadi 3,5 cm. Dengan demikian, biaya tidak berbeda. Jika didukung sistem drainase yang baik, teknologi aspal karet dapat bertahan lebih lama dibandingkan aspal biasa.
Tidak rumit
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian (BPPI Kemenperin) Ngakan Timur Antara menuturkan, hasil riset pemanfaatan karet untuk aspal sudah tersedia dan tidak terlalu rumit.
Dari 24 balai penelitian, ada dua yang fokus terhadap komoditas karet, yakni Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik di Yogyakarta serta Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang.
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang sudah melakukan penelitian yang agak detail dalam membuat formulasi aspal karet.
Uji coba lapangan di banyak lokasi dengan beragam karakteristik dibutuhkan untuk menentukan campuran, kekuatan, dan daya tahan aspal karet sesuai yang diinginkan.
”Setelah ada formulasi aspal karet yang diyakini cocok, perlu dilakukan validasi pemakaian,” kata Ngakan.
Untuk menarik minat pelaku industri, diperlukan jaminan komitmen pemakaian karet untuk aspal secara masif, menjanjikan secara hitungan ekonomi, serta berkelanjutan.
”Dibutuhkan jaminan konsistensi pemerintah dan pengembang supaya produk dipakai berkelanjutan,” ujarnya. (NAD/CAS)