JAKARTA, KOMPAS — Sidang adjudikasi pada Minggu (4/3) akan membahas putusan gugutan sengketa Partai Bulan Bintang dengan Komisi Pemilihan Umum. Badan Pengawas Pemilu sebagai majelis hakim akan menentukan nasib akhir PBB lolos atau tidak ke Pemilu 2019.
Bawaslu akan menggelar sidang putusan pada pukul 16.00 di Gedung Bawaslu, Jakarta. Sidang itu merupakan penentuan setelah pihak pemohon, PBB, menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli serta termohon, KPU, menghadirkan pemberi keterangan.
Mengenai keputusan itu, anggota KPU, Hasyim Asy’ari, mengatakan menyerahkan semua keputusan kepada Bawaslu. Menurut dia, KPU sudah menyampaikan argumentasi dan alat bukti serta keterangan dari perwakilan KPU provinsi dan kabupaten.
KPU, kata Hasyim, akan menindaklanjuti apa pun yang diputuskan Bawaslu pada Minggu besok. Apabila ternyata pemohon yang memenangi gugatan, KPU siap mengikuti apa yang diatur Bawaslu. Hal itu harus diikuti karena diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Adapun, Sabtu (3/3), pihak pemohon dan termohon menyerahkan dokumen berisi kesimpulan sidang sebelumnya. Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor hadir langsung ke gedung Bawaslu untuk menyerahkan berkas.
Noor meminta Bawaslu mengambil sikap seadil-adilnya. Dia berharap gugatan PBB untuk kembali menjadi peserta Pemilu 2019 dapat diputuskan Bawaslu.
”Dokumen itu merangkum seluruh saksi fakta, ahli, dan bukti lain. Intinya kesimpulan dari sidang. Semoga gugatan Ketua Umum PBB (Yusril Ihza Mahendra) bisa terwujud,” kata Noor, Sabtu (3/3).
Noor meyakini, PBB akan memenangi gugatan itu. Faktor terbesar karena pernyataan saksi ahli yang memperkuat dugaan PBB terhadap kesalahan KPU dalam administrasi.
Sidang sebelumnya, Jumat (2/3), PBB menghadirkan saksi ahli, pakar hukum tata negara Margarito Kamis dan Zainal Arifin Hoesein saksi ahli hukum tata negara dan administrasi negara.
Saksi ahli itu menyatakan ada pelanggaran hukum yang dilakukan karena Ketua KPU Kabupaten Manokwari Selatan Abraham Ramandey mengucapkan PBB tidak memenuhi syarat (TMS) di rapat pleno. Padahal, dalam lampiran berita acara itu dituliskan status PBB adalah belum memenuhi syarat.
Abraham diminta komisioner KPU Provinsi Papua Barat, Yotam Senis, membacakan TMS tanpa mengumumkan pada rapat pleno bahwa status PBB adalah BMS. Yotam menilai hal itu tidak salah karena tahap verifikasi sudah berakhir dan dia hanya mengoreksi kesalahan yang dilakukan KPU Manokwari Selatan Kabupaten.
Setelah itu, pada rapat pleno 12 Januari sudah dinyatakan PBB dan 15 parpol lainnya lolos dalam verifikasi itu. Namun, berita acara menyatakan bahwa PBB tidak lolos, yang kemudian digunakan KPU RI.
Noor menambahkan, ada kekuatan hukum pada saat pengumuman pada rapat pleno. Seperti yang dikatakan Zainal, untuk mengubah sesuatu yang diputuskan saat rapat pleno, harus melalui rapat pleno lagi, sedangkan hal itu tidak terjadi.
”Itu jelas terungkap pada sidang kemarin. Kami yakin 1.000 persen dapat memenangi gugatan ini,” katanya.
Sementara itu, Hasyim mengaku tidak ambil pusing dengan pernyataan saksi ahli. ”Saksi ahli dihadirkan pemohon tentu saja untuk memperkuat argumen pemohon. Kami hanya menyerahkan semuanya ke Bawaslu,” katanya.
Sebelumnya, anggota KPU, Wahyu Setiawan, menilai perbuatan Yotam sudah benar. Menurut dia, KPU Papua sudah sepatutnya memperbaiki kesalahan di KPU Manokwari Selatan.
”Sama seperti kami KPU pusat, kan, bisa mengoreksi kesalahan di bawah kami,” ujarnya.
Wahyu mengatakan, KPU Manokwari Selatan memang melakukan kesalahan. ”Kami akui kekeliruan administrasi itu karena seharusnya TMS. Tidak ada itu status akhir BMS karena sudah lewat tahapan perbaikan sebelumnya,” ucapnya.
PBB dinyatakan BMS oleh KPU Manokwari Selatan pada syarat keanggotaan. Pada verifikasi faktual 30 Januari-1 Februari 2018 dan masa perbaikan 4-6 Februari 2018, PBB tidak menghadirkan enam orang sebagai syarat kelolosan di Manokwari Selatan.
Akibatnya, PBB tidak lolos syarat kepengurusan 75 persen di Papua Barat karena hanya berhasil memenuhi kepengurusan pada 9 dari 13 kabupaten yang ada. (DD06)