Bus Perlu Berbenah untuk Dapat Bersaing
JAKARTA, KOMPAS — Moda transportasi umum bus memerlukan banyak pembenahan untuk dapat bersaing dengan moda transportasi lainnya, seperti pesawat atau kereta api. Kenyamanan dan keamanan penumpang menjadi hal yang perlu menjadi perhatian utama.
Sejak tahun 2015, omzet perusahaan yang bergerak di bidang transportasi bus cenderung mengalami penurunan.
”Dari segi bisnis, perusahaan kami mengalami penurunan omzet sampai 30 persen setiap tahun,” ujar Kurnia Lesani Adnan, Direktur Utama PT SAN Putra Sejahtera, seusai menjadi pembicara dalam diskusi ”Perbaikan Angkutan Bus di Indonesia” yang diselenggarakan di Jakarta, Minggu (4/3).
Hal itu berbanding terbalik dengan fakta bahwa penjualan bus dan truk yang semakin meningkat di Indonesia. Pada 2016, produksi dan penjualan truk dan bus 70.000 unit. Pada 2017, produksi sekitar 93.000 unit dengan penjualan 89.000 unit (Kompas, 2/3).
Kurnia yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) mengatakan, tipisnya perbedaan antara harga tiket bus dan moda transportasi lain, seperti kereta api dan pesawat terbang, menjadi salah satu penyebab industri transportasi bus mengalami penurunan omzet.
Tipisnya perbedaan antara harga tiket bus dan moda transportasi lain, seperti kereta api dan pesawat terbang, menjadi salah satu penyebab industri transportasi bus mengalami penurunan omzet.
”Selain itu, law enforcement (penegakan hukum) yang kurang tegas dari pemerintah. Tindakan bagi para pelaku usaha yang melanggar aturan transportasi darat khususnya mobil bus belum ketat. Wajar sampai sekarang belum jelas, selalu rebutan penumpang di terminal, dan lain-lain,” ujar Kurnia.
Kurnia menyoroti persaingan usaha transportasi darat yang dinilai tidak berpihak dengan pengusaha bus saat ini. Salah satunya, kebijakan memindahkan terminal pusat ke pinggiran kota yang menyebabkan bus kesulitan mencari penumpang. Akibatnya, penumpang yang datang ke terminal yang jumlahnya kian sedikit mendapatkan pelayanan yang tidak ramah dari pekerja agen bus yang saling berebut penumpang.
”Angkutan ilegal menjamur hari ini. Penyebabnya logika bisnis, misalnya saya beli bus untuk investasi harganya sekitar Rp 2,7 miliar. Saya kredit di bank bunganya tidak ada yang di bawah 10 persen. Sementara itu, beli mobil Avanza, Elf, bunganya sekitar 6-7 persen. Tidak perlu urus trayek, bisa masuk ke tengah kota. Pilih mana kalau jadi pengusaha? Itu, kan, tidak adil. Penegakan hukumnya harus tegas,” ujar Kurnia.
Meski begitu, Kurnia mengatakan, penurunan omzet perusahaan otobus yang cenderung terjadi saat ini dijadikan dorongan baginya untuk melakukan berbagai inovasi, khususnya terkait peningkatan pelayanan terhadap penumpang.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan pihak kepolisian terkait penindakan terhadap angkutan umum tanpa izin yang beroperasi di tengah kota. Ia mengakui, itu menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha transportasi bus.
Kondisi terminal
”Kalau kami di Kemenhub hanya bisa menindak di terminal, itu domain kami. Untuk menindak di luar terminal, tentu kami harus bekerja sama dengan pihak kepolisian yang memiliki sumber daya dan wewenang,” kata Budi.
Budi mengakui, banyak terminal bus yang baru dibangun masih sepi penumpang. Oleh karena itu, ia berusaha menjadikan terminal-terminal besar sebagai pusat bisnis, selain menjadi pusat transportasi. Ia berharap ke depan akan dibangun pusat perbelanjaan, hotel, atau pusat bisnis lain di sebuah terminal.
”Sekarang ada 40 terminal tipe A (paling besar) yang kami lakukan renovasi dengan anggaran masing-masing Rp 2 miliar. Fokus kami perbaikan, bukan memabangun terminal baru. Sehingga kondisi terminal yang sekarang ini kumuh, kotor, bau, kemudian banyak preman akan diubah,” tutur Budi.
Keberadaan terminal bus yang semakin tidak diminati masyarakat juga disoroti oleh Muslich Zainal Askin dari Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia. Menurut dia, masyarakat semakin dipersulit dengan keberadaan terminal yang jauh dari pusat kota.
”Sistem tranportasi bus masih belum baik. Ini yang menyebabkan masyarakat tidak nyaman. Padahal, penumpang bus memiliki sekmen tersendiri. Penumpang bus akan selalu ada,” tutur Muchlis.
”Di negara maju, bukan bus yang cari penumpang, tapi penumpang yang cari bus. Maka dari itu, makanan (penghasilan) dari pelaku bus harus dijamin sedemikian rupa. Hal itu dapat dilakukan dengan peraturan yang jelas,” lanjut Muchlis.
Keselamatan
Budi menyampaikan, isu lain terkait moda transportasi bus adalah keselamatan penumpang. Itu terkait kondisi kelaikan bus. Ia mengakui, instrumen uji kir kendaraan sebagai penjamin kelaikan bus belum maksimal dilakukan oleh dinas perhubungan di provinsi ataupun kabupaten/kota.
Selama ini masyarakat mengenal uji kir kita masih tidak efektif. Mobilnya tidak datang, kirnya keluar, atau mobilnya datang kemudian ada kekurangan diakali, sehingga ada calo dan sebagainya. Ini persoalannya pengawasan.
”Selama ini masyarakat mengenal uji kir kita masih tidak efektif. Mobilnya tidak datang, kirnya keluar, atau mobilnya datang kemudian ada kekurangan diakali, sehingga ada calo dan sebagainya. Ini persoalannya pengawasan,” tutur Budi.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kemenhub akan memberikan peluang pihak swasta dapat melakukan uji kir kendaraan, misalnya Asosiasi Pemegang Merek (APM). Menurut Budi, meski dilaksanakan oleh pihak swasta, persetujuan atau pengesahan kir tetap menjadi kewenangan Kemenhub.
”Sedang kami lakukan pembuatan regulasinya. Pak menteri juga sudah kick off (memulai) uji kir di Hibaindo (PT Hibaindo Armada Motor),” kata Budi.
Kondisi kelayakan bus yang tidak diperhatikan menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas. Ketua Sub-Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Leksmono Suryo Putranto mengatakan, sebagian besar manajemen bus tidak memperhatikan standar keselamatan bus yang beroperasi.
Ihwal hal itu, kata Budi, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan audit kepada PO untuk mengecek apakah PO yang beroperasi telah memiliki manajemen keselamatan sesuai standar.
”Pola pikir juga harus berubah. Jangan dari aspek bisnis saja, tetapi juga keselamatan penumpang,” ujar Budi.
Kinerja pengemudi
Keselamatan perjalanan PO bus juga sangat bergantung pada kinerja pengemudi. Leksmono menyampaikan, sebagian besar kecelakaan juga terjadi karena kelalaian pengemudi. Meski begitu, pengemudi tidak dapat sepenuhnya disalahkan.
”Beberapa kecelakaan terjadi karena pengemudi kelelahan, jam kerjanya berlebihan sehingga menyebabkan kurangnya konsentrasi dan fokus. Ini juga perlu diperhatikan pelaku usaha PO,” ujar Leksmono.
Kemenhub tidak menampik, sebagian besar perilaku pengemudi bus saat ini belum memberikan kenyamanan kepada penumpang. Masih banyak ditemui pengemudi yang merokok atau bermain ponsel saat mengendarai bus.
”Sekarang ini pengemudi lahir dan dibentuk dari tukang cuci mobil bus, belajar maju-mundurkan bus, bisa mengemudi terus bisa jadi langsung pengemudi. Selain itu, kondektur biasanya yang menggantikan pengemudi, belajar sebentar lalu bisa langsung menjadi pengemudi,” ujar Budi.
Sekarang ini pengemudi lahir dan dibentuk dari tukang cuci mobil bus, belajar maju-mundurkan bus, bisa mengemudi terus bisa jadi langsung pengemudi. Selain itu, kondektur biasanya yang menggantikan pengemudi, belajar sebentar lalu bisa langsung menjadi pengemudi.
Oleh karena itu, tahun ini Budi berencana akan mengadakan sekolah bagi pengemudi. Hal itu guna menciptakan disiplin bagi pengemudi dan membentuk filosofi pelayanan.
Pelatihan terhadap pengemudi bus juga diakui Kurnia sebagai pelaku usaha PO penting. Pendidikan karakter akan memperbaiki mental para pengemudi yang dinilainya sebagian besar emosional.
Kurniawan mengatakan, sejak tahun 2013, IPOMI telah melakukan pendidikan karakter terhadap para pengemudi bus. Ia menyambut baik rencana pemerintah yang akan melakukan pendidikan bagi para pengemudi bus.
Kesejahteraan pengemudi
Kurnia mengakui, masih banyak PO yang kurang memperhatikan kesejahteraan para pengemudi bus. Kondisi tersebut menyebabkan masih adanya pengemudi yang menaikkan penumpang di luar ketentuan.
Meski begitu, seiring perkembangan zaman, Kurnia mengklaim, pelaku usaha bus sudah banyak yang memperhatikan kesejahteraan pengemudi.
”Kalau upah per bulan itu kami kisarannya ada di UMP (upah minimum provinsi). Itu minimal yang terjadi hari ini di IPOMI. Itu gaji pokok, di luar bonus yang masing masing perhitungannya berbeda antara satu manajemen dan manajemen yang lain (tergantung jumlah penumpang di setiap perjalanan),” kata Kurnia. (DD14)