Tinta Habis, Kota Bogor Tak Layani Pencetakan KTP Elektronik
Oleh
Ratih P Sudarsono
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Hampir satu bulan ini, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor tidak melayani pencetakan KTP elektronik baru. Penyebabnya, tinta untuk mencetak KTP-el sudah habis.
Berbeda dengan Kota Bogor, Disdukcapil Kabupaten Bogor tetap melayani pencetakan karena baru mendapat tambahan blako KTP-el. ”Alhamdulillah, kami tetap dapat melakukan pencetkannya. Tiga hari lalu dapat kiriman 30.000 blangko. Stok tinta masih ada. Masih cukup untuk cetak sebanyak itu,” kata Kepala Disdukcapil Kabupaten Bogor Oetje Subagdja, Minggu (4/3).
Oetje tidak hafal jumlah data PRR yang harus dicetak saat ini. Namun ia memastikan, stok 30.000 blangko dan tinta yang ada cukup untuk pencetakan data PRR yang masuk. Lain halnya kalau pengajuan data untuk dimanunggalkan menjadi PRR juga turun bulan ini.
”Yang belum turun ada sekitar 150.000 lagi. Sampai saat ini, sejak pencetakan KTP-el di dinas sudah mencetak sekitar 3 juta KTP-el. Perekaman terus berlanjut, kan, data kependudukan itu dinamis. Peralatan perekaman tidak ada masalah,” tuturnya.
Sementara kondisi di Disdukcapil Kota Bogor, Kepala Seksi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Mugi Lastono mengatakan, lebih dari tiga minggu terakhir, dinasnya tidak melayani pencetakan KTP-el karena tinta untuk mencetak ke blangko sudah habis.
”Kami kehabisan tinta cetaknya. Dana untuk beli sudah dialokasikan senilai Rp 500 juta. Tetapi, belum bisa beli karena pusat belum mengeluarkan e-katalognya. Kan, kita tidak bisa beli di pasar bebas, misalnya beli eceran di Pasar Warung Jambu. Tidak bisa,” tuturnya, Sabtu lalu.
Mugi menjelaskan, untuk menghilangkan penggelembungan harga, pemerintah pusat memutuskan, pembelian barang untuk keperluan KTP-el harus di perusahaan atau distributor yang ada di daftar e-katalog yang dikeluarkan pusat. Barang-barang yang sudah masuk e-katalog itu tidak beredar di pasaran.
”Kami belum tahu, kapan e-katalognya keluar. Saya pikir, Februari kemarin sudah dikeluarkan. Ternyata Maret ini belum juga. Mungkin pertengan Maret atau April keluar. Problem pencetakan KTP-el di lapangan selalu ini, blangko habis atau tinta habis. Itu saja,” katanya.
Sabtu lalu, Dinas Dukcapil ikut pameran di halaman Balai Kota Bogor. Petugas penjaga pamerannya, termasuk Mugi, banyak ditanya pengunjung yang menanyakan nasib pencetakan KTP-el. Banyak pula yang tidak sabar menunggu KTP-el karena sudah merasa terlalu lama memegang suket.
”Masyarakat masih kurang paham bahwa pengadaan blangko dan tinta sangat bergantung pada pusat. Begitu juga proses penunggalan data. Setelah perekaman dan pencetakan suket, datanya harus dikirim ke pusat untuk dimanunggalkan. Setelah clear, baru dikirim kembali kepada kami sebagai data siap cetak PRR. Kalau data PRP sudah turun dan blangko serta tintanya ada, 2-3 menit KTP-el jadi,” tuturnya.
Data akhir Desember 2017, sisa blangko yang tersedia ada 27.005 lembar. Posisi data PRR 2.239, sedangkan data SFE (sent for enrollment/masih menunggu verifikasi) 29.326.
Mugi saat ditemui Sabtu lalu tidak membawa data per Februari 2018. Ia mengatakan, blangko sudah banyak yang terpakai karena banyak juga data SFE menjadi PRR. ”Tapi, sisa blangko masih lumayan banyak karena berenti cetak sementara, sampai tinta ada lagi,” katanya.
Pada pameran kemarin, banyak pengunjung menanyakan keabsahan dan keakuratan nomor induk kartu keluarga dan penduduknya, yang dikeluarkan Disdukcapil. Sebab, mereka gagal menggunakan nomor induk tersebut untuk registrasi nomor telepon seluler.
”Tentu saja KK dan KTP yang kami terbitkan benar dan sah. Kalau gagal registrasi HP, itu persoalannya disinkronisasi dengan data pusat. Jalan keluarnya, kami sarankan untuk mendatangi langsung kantor provider-nya untuk registrasi nomor HP mereka secara manual,” katanya.
Mugi menambahkan, saat ini kita jangan terlalu berharap sistem single ID bagi penduduk beres dengan segera. Sebab, dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta dan dinamisnya masalah kependudukan, perlu waktu juga untuk mewujudkan single ID.
”Kita merdeka tahun 1945. Masalah kependudukan baru ada UU-nya tahun 2006 dengan keluarnya UU No 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Lalu baru disempurnakan tahun 2013 dengan UU No 24/2013, yang antara lain dimulainya berlaku KTP seumur hidup. Data kependudukan itu sangat penting karena dasar membuat kebijakan. Jadi, kita jangan main-main lagi. Itu sebabnya, kami juga gencar sosialisasi GISA (Gerakan Indonesia Sadar Adminduk),” tutur Mugi Lastono.