MEDAN, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara masih mempelajari putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum yang memerintahkan Jopinus Ramli Saragih melegalisasi ulang ijazah SMA-nya. KPU Sumut menilai ada beberapa proses yang tidak tepat dalam mengambil keputusan itu.
Komisioner KPU Sumut Divisi Teknis Benget Silitonga di Medan, Senin (5/3), menilai, Bawaslu Sumut mengambil kesimpulan sepihak karena putusannya tidak didasarkan pada keterangan saksi atau bukti yang dipaparkan dalam persidangan.
Bawaslu juga dinilai mengabulkan permohonan yang tidak ada dimohonkan atau didalilkan oleh pemohon. Selain itu, KPU Sumut menyayangkan karena Bawaslu Sumut tidak menawarkan mediasi kepada para pihak sebelum putusan diambil.
Pada Sabtu (3/3), Bawaslu Sumut mengabulkan sebagian permohonan JR Saragih dan Ance Selian. Bawaslu memerintahkan JR Saragih melegalisasi ulang ijazah SMA-nya disaksikan KPU Sumut. Pasangan itu sebelumnya tidak diloloskan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sumut karena legalisasi salinan ijazah SMA JR Saragih dinilai tidak sah sebagaimana disampaikan dalam surat klarifikasi Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam putusan Bawaslu dinyatakan, legalisasi salinan ijazah JR Saragih, dalam hal sekolahnya telah tutup, seharusnya tidak dilakukan di disdik tingkat provinsi, tetapi tingkat kabupaten atau kota seperti diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2014. Hal itu juga dijelaskan dalam Peraturan KPU No 3/2017. Sekolah JR Saragih, yakni SMA Iklas Prasasti Jakarta, telah tutup sejak 1994.
Benget menyatakan, ada beberapa opsi yang akan mereka ambil, antara lain melaksanakan putusan atau menggugat ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Benget menegaskan, tidak ada perintah pembatalan surat keputusan penetapan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut. Hingga kini, kata Benget, hanya ada dua calon yang memenuhi syarat, yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. Keputusan penetapan calon dapat direvisi jika JR Saragih telah memenuhi syarat pendidikan minimal.
Menanggapi pernyataan KPU Sumut tersebut, secara terpisah, Ketua Bawaslu Sumut Syafrida R Rasahan menyatakan, pihaknya tidak mengambil keputusan sepihak, tetapi berdasarkan bukti yang disampaikan pemohon (JR Saragih) dan termohon (KPU Sumut).
”Termohon, kan, melampirkan Permendikbud No 29/2014 dan termohon menyampaikan Peraturan KPU No/3 Tahun 2017. Ini bukti yang kami jadikan dasar keputusan,” katanya.
Termohon, kan, melampirkan Permendikbud No 29/2014 dan termohon menyampaikan Peraturan KPU No/3 Tahun 2017. Ini bukti yang kami jadikan dasar keputusan.
Syafrida juga menegaskan, sebelum mereka mengambil keputusan, mereka menawarkan mediasi. Namun, ketika itu, semua perwakilan KPU Sumut telah meninggalkan ruang persidangan karena salah satu di antara mereka diminta keluar oleh Pimpinan Majelis Musyawarah karena berulang kali menyela majelis.
Menurut Syafrida, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, KPU Sumut sebenarnya tidak punya ruang banding. Mereka wajib melaksanakan putusan itu paling lama tiga hari kerja setelah salinan putusan diterima. KPU Sumut juga wajib menjalankan perintah putusan paling lama tujuh hari setelah dilaksanana.
Pengacara JR Saragih, Hermansyah Hutagalung, mengatakan, pada prinsipnya mereka menerima putusan Bawaslu Sumut. Mereka sedang menyiapkan langkah untuk melegalisasi salinan ijazah bersama-sama dengan KPU Sumut. Menurut Hermansyah, salah satu permohonan mereka adalah pembatalan surat keputusan KPU Sumut tentang penetapan calon.
”Ini yang dibatalkan oleh Bawaslu Sumut dengan syarat JR Saragih harus melegalisasi ulang salinan ijazahnya. Jadi tidak tepat jika disebut putusan itu tidak sesuai permohonan kami,” ujarnya. (NSA)