Pasar Antik Jakarta Tidak Lagi Diminati Pengunjung
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Geliat Pasar Antik dan Koper Jakarta yang berlokasi di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, tidak lagi menunjukkan gairahnya. Pedagang hanya duduk memandangi koleksi barang antiknya yang mulai memenuhi kiosnya.
Sebanyak 202 kios yang berjajar di sepanjang Jalan Surabaya terlihat seperti toko usang yang diisi barang-barang antik. Lampu kristal, keramik, ukiran, jam dinding, patung, kalung, gelang, kuningan, dan barang-barang antik lain dipajang rapi menunggu sentuhan pengunjung.
Pasar yang berdiri sejak 1974 dan diprakarsai Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin tersebut tidak lagi menjadi salah satu destinasi wisata yang digemari pengunjung. Sebelum dibangun oleh Ali Sadikin, para pedagang berjualan di tenda semipermanen.
Para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) mulai kebingungan. Haisul Tamir (60) menuturkan, pada 1980-an, banyak wisatawan dari dalam dan luar negeri berbondong-bondong berkunjung mencari barang antik. ”Bahkan ada rombongan yang datang dari luar kota Jakarta menggunakan bus,” kata Haisul saat ditemui di kiosnya, Minggu (4/3).
Ia menyebutkan, saat ini terkadang tiga hari sekali barang dagangannya baru laku. Ia membandingkan, pada tahun 1980-an, omzetnya dalam sehari dapat mencapai Rp 1 juta per hari. ”Sekarang, mencari Rp 1 juta dalam tiga hari saja sulit,” lanjut Haisul yang menjadi pedagang barang antik sejak tahun 1981.
Toto (60), pedangan lainnya, menuturkan, saat ini keuntungan bersihnya maksimal Rp 4 juta per bulan, sedangkan saat memulai berdagang, keuntungan bersihnya dapat mencapai Rp 10 juta per bulan.
Menurut Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Antik dan Koper Jakarta Jalan Surabaya Nanang Suryana, pengunjung yang datang mulai sedikit sejak tahun lalu.
”Ada beberapa pedagang yang baru mendapatkan pembeli setelah menunggu selama empat hari,” ujar Nanang.
Ia berharap Pemerintah Daerah DKI Jakarta mau membantu memasarkan Pasar Antik dan Koper Jakarta agar kembali diminati pengunjung dan menjadi daerah tujuan wisata.
Stok barang
Stok barang antik tersebut didapat dari orang-orang yang meloakkannya dalam jumlah satuan atau borongan. Namun, ada beberapa pedagang yang mendapatkannya dari luar DKI Jakarta, seperti Yogyakarta.
Toto mengatakan, selain minim pembeli, stok barang pun mulai sedikit. ”Sebagian besar stok barang antik milik saya sejak setengah bulan lalu dan hingga sekarang belum ada stok baru,” ucap Toto yang berdagang barang antik sejak tahun 1997.
Barang-barang antik tersebut tidak hanya berasal dari produk lokal, tetapi juga ada produk luar negeri. Mereka mendapatkannya dari peloak yang membutuhkan uang.
Media digital
Beberapa penjual yang masih muda memanfaatkan internet sebagai sarana pemasaran. Namun, pedagang yang berusia di atas 50 tahun hanya menunggu pembeli datang. Haisul, misalnya, tidak memasarkan lewat internet karena tidak tahu cara penggunaannya. Mereka mengandalkan pengunjung yang datang dan tertarik membeli.
Pengamat bisnis dan pemasaran Yuswohady mengatakan, media digital merupakan sarana paling efisien untuk memasarkan produk UKM. Pedagang besar dan kecil, lanjutnya, dapat bersaing karena memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pembeli.
Ia mengatakan, pelaku UKM harus mulai mengubah cara berdagang. ”Mereka tidak dapat hanya menunggu pembeli, tetapi harus mendekatkan pada pembeli untuk mengembangkan usahanya,” ujar Yuswohady.
Pelaku UKM harus mengubah cara pandang, berjualan hanya untuk makan sehari-hari, tetapi harus mampu berpikir cara menjadi pedagang besar dan terus mengembangkan bisnisnya. Media digital dapat menjadi sarana untuk mencapai tujuan tersebut. (DD08)