Sebatik Masih Jadi Rute Favorit, Apa yang Mesti Dibenahi?
Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, teras depan negara ini, masih menjadi rute favorit penyelundupan sabu dari Tawau, Malaysia. Apa yang mesti dibenahi, ketika kita (mungkin) tak bisa terlalu berharap pada Pemerintah Malaysia?
Sebatik, pulau yang dimiliki oleh dua negara, Indonesia dan Malaysia, ini luasnya hanya 114 km persegi. Berdiri di ujung pulau, gedung-gedung di Kota Tawau, Sabah, terlihat di seberang, hanya berjarak 8-9 km. Jarak yang amat sangat dekat, bagi para penyelundup.
Jika lolos dari Sebatik, sabu akan beredar di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Selatan, hingga Sulawesi Selatan. Namun menjaga Sebatik tidak mudah, karena keliling daratannya saja 90-an km. Banyak “jalur tikus” lokasi speedboat hilir mudik.
Sabtu (3/3) pagi di Dermaga Somel, suasana nampak sepi, sebelum terdengar raungan suara mesin speedboat yang mendekat membelah air sungai. Dua orang terlihat di atas speedboat. Setelah menurunkan penumpang, pengemudi speedboat segera putar balik dan melaju.
Sementara di Dermaga Lalosalo, sebuah jongkong-kapal kayu bermesin-baru saja selesai menurunkan muatan, yakni barang-barang kebutuhan yang dibeli dari Tawau. Ini aktivitas harian yang sebenarnya ilegal, namun sudah jadi kesepakatan umum di Sebatik untuk dibiarkan.
Sementara, sorenya, di Dermaga Aji Kuning, aktivitas terlihat sedikit ramai. Dua speedboat bergerak berangkat, mengangkut penumpang, menuju Tawau. Sebagian warga menunggu perahu dari Tawau yang membawa elpiji Malaysia, juga mereka yang datang dari Tawau.
Aktivitas di Dermaga Aji Kuning berlanjut pada malam hari. Tak ada lampu penerangan, suasana cukup gelap. Hanya ada sinar-sinar senter. Terdengar suara mesin, dan satu perahu kayu berangkat. “Itu ke Tawau,” kata salah satu warga yang tidak menyebut namanya.
Tiga dermaga sandar itu termasuk yang paling ramai di Sebatik. Setiap hari, saat air pasang-agar perahu dan speedboat bisa leluasa masuk-ada aktivitas mengangkut manusia dan barang, dari Sebatik ke Tawau, dan sebaiknya. Namun sebenarnya bukan dermaga resmi.
“Itu bisa dikategorikan ‘jalur tikus’. Orang dari Tawau bisa masuk ke Sebatik, dengan cukup mudah. Dan, sudah banyak orang yang ketangkap di dermaga itu, lantaran bawa sabu dari Tawau,” ujar Masjidil, salah satu tokoh warga di Sebatik saat ditemui, Jumat malam.
Yang juga dicemaskan adalah penyelundupan via jalur tikus yang tersebar di sepanjang 90 km keliling Sebatik, pulau berpenduduk sekitar 40.000 orang ini. Aparat yang mengawasi tiga dermaga itu, tentu tidak bisa 24 jam sehari. Apalagi mengawasi sepanjang pulau.
“Speedboat kecil bisa bersandar ke banyak tempat. Jarak Tawau ke Sebatik hanya 8-9 km. Jika tancap gas, hanya memerlukan waktu 10-15 menit. Begitu bisa lolos dari aparat di Tawau, dan kalau luput dari pantauan aparat kita, speedboat ya aman,” kata Masjidil.
Camat Sebatik Utara, Zulkifli berpendapat senada. Semua modus penyelundupan yang ada, membuatnya miris. Mulai si kurir yang membawa sendiri dari Tawau, dititipkan ke perahu barang, sampai disembunyikan dalam perkakas. Beberapa warganya pun pernah tersangkut narkoba.
“Ini bisnis yang uangnya banyak, (cairnya) cepat. Sosialisasi bahaya narkoba, saya yakin juga sudah cukup. Aparat juga terus menangkapi, tetapi kok sepertinya tetap saja barang (sabu) datang dari Tawau, masuk Sebatik, dan keluar Sebatik,” keluh Zulkifli.
Kasus terbaru, pertengahan Februari lalu, jajaran Polres Nunukan meringkus komplotan pengedar sabu skala besar yang beroperasi lintas negara. Empat pengedar ditangkap dengan sitaan sabu 95 bungkus seberat 4,75 kg, yang disembunyikan dalam kaleng biskuit.
Dua pengedar diringkus duluan di Pulau Sebatik, sesaat setelah tiba dari Tawau. Keempatnya, yang beralamat KTP di Sulawesi Selatan ini, adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di perkebunan di Malaysia. Mereka diupah total Rp 200 juta, jelas sangat lumayan.
Sebatik memang lebih sebagai tempat transit sabu, namun bukan berarti Sebatik aman dari narkoba. Masjidil menyebut, semua orangtua di Sebatik yang anaknya menginjak usia remaja dan dewasa, kini makin was-was. “Kecemasan tertinggi saya, ya sabu,” katanya.
Masjidil sudah cukup cerewet karena sering mengultimatum anaknya, Hafiz (24) agar jangan menyentuh narkoba. Ternyata benar juga, karena Hafiz menyebut ada kawannya yang pernah menawari sabu, gratis. “Saya tolak langsung. Enggak mau berurusan,” ujar Hafiz.
Seberapa mencemaskan peredaran sabu di Sebatik, dilontarkan Iy-bukan nama sebenarnya, remaja berumur 20-an tahun. “Saya ditawari sabu oleh teman sekolah, saat kelas III SMP. Ya sempat memakai, dan menghabiskan uang jajan. Menyesal, rasanya,” ucapnya.
Iy bisa berhenti karena lama-lama takut kala memerhatikan gencarnya penangkapan kurir dan pemakai sabu oleh aparat. Salah satu temannya pun akhirnya tertangkap. Iy bersyukur bisa berhenti, sebelum terjerumus fatal. Iy pun mengakui ada peran besar keluarganya.
Ada cerita menarik dari Zulkifli, yang beberapa waktu lalu pernah ingin memberantas praktik judi. “Enggak ada pihak yang berinisiatif menutup lokasi judi. Sampai suatu ketika saya ngomong keras di satu pertemuan, baru diperhatikan. Itu baru soal judi,” katanya.
Zulkifli tidak tahu harus menyimpulkan apa dari pengalamannya tersebut, karena ia tidak mau berprasangka buruk ke siapa pun. “Saya hanya bisa berharap dan berdoa. Jangan sampai masa depan anak-anak muda, penerus kita, hancur karena narkoba,” ujar dia.
Pemerintah pusat bisa berperan untuk mempersempit peredaran narkoba. Zulkifli dan Masjidil mendesak agar ada pintu imigrasi di Sebatik. Tentu dengan peralatan canggih seperti mesin x-ray. Setidaknya itu bisa memberi tekanan psikologis ke pengedar.
Sitaan 4,75 kg sabu dua pekan lalu adalah terbesar yang diungkap Polres Nunukan pada 2018. Beberapa pengungkapan sebelumnya yang cukup besar, misalnya, pada akhir Desember 2017. Dua pengedar dibekuk di Sebatik, dengan sitaan sabu 1 kg yang akan dibawa ke Sulsel.
Sebatik hanya satu “pintu” dari beberapa pintu masuknya sabu ke Kaltara. Tawau-Sebatik-Nunukan-Sulsel, adalah salah satu rutenya. Jika di Sebatik pengedar lewat jalur tikus, ada juga yang terang-terangan membawa sabu memakai kapal reguler Tawau-Nunukan.
Akhir Maret 2017, misalnya, digagalkan penyelundupan 7 kg sabu di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan. Sabu dibawa kurir yang menumpang kapal dari Tarakan, disembunyikan dalam 7 kemasan kopi susu. Bungkusan itu disembunyikan dalam barang-barang rombengan dan bekas.
Jalur udara pun disentuh. Sebelumnya, pertengahan Februari 2017, sabu 11,046 kg dalam paket yang akan dikirimkan melalui kargo Bandara Juwata Tarakan, digagalkan. Untuk mengecoh, paket ini ditulisi berisi makanan, pakaian, suku cadang, aksesori, dan susu bubuk.
Saat jumpa pers akhir tahun 2017 oleh Polda Kaltim dipaparkan, kasus narkoba di Kaltim-Kaltara mencapai 2.316 kasus. Dibandingkan tahun 2016, angkanya turun 20 persen. Sabu sitaan selama tahun 2017 adalah 51,5 kg, atau turun dari tahun 2016 yang 70,2 kg.
Tak hanya polisi, karena personel TNI, dan jajaran Badan Narkotika Nasional pun terus berjibaku memerangi narkoba. “Tapi saya tetap cemas. Sabu-sabu ini datangnya dari Tawau, jadi, bandar besarnya ya di Tawau. Dan mereka bisa terus dapat kurir,” kata Zulkifli.