Jakarta, Kompas - Pencemaran minyak kembali terjadi di pesisir Pulau Batam dan Bintan, Kepulauan Riau pada tahun 2018 ini. Pemerintah diharapkan segera membentuk tim daerah penanggulangan tumpahan minyak mengingat peristiwa ini terus berulang di kawasan ini sejak tahun 2015.
Sejak Januari lalu tumpahan minyak terdeteksi mencemari kawasan wisata pantai Lagoi, Pulau Bintan antara lain di kawasan Nirwana Garden Resort, Banyan Tree, The Sanchaya, dan The Lagoi Bay. Pencemaran juga terjadi pantai Turi Beach Resort, Batam.
"Tumpahan minyak kali ini belum bisa dipastikan sumbernya. Kemungkinannya dari minyak yang mengendap atau adanya pembuangan limbah minyak ilegal lagi," kata Kepala Bidang Perlindungan Lingkungan Laut Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Kus Prisetiahadi, di Jakarta, Senin (5/3).
Tumpahan minyak kali ini belum bisa dipastikan sumbernya. Kemungkinannya dari minyak yang mengendap atau adanya pembuangan limbah minyak ilegal lagi.
Menurut Kus, kawasan pesisir Bintan dan Batam selama ini merupakan kawasan paling rentan pencemaran tumpahan minyak sepanjang tahun 2015 hingga awal 2018 ini. Pencemaran tersebut secara umum diakibatkan oleh sumber yang tidak diketahui dengan pasti, dan beberapa kali tercatat tercemar oleh kecelakaan kapal yang terjadi di perairan sekitarnya.
Kus menjelaskan, kerugian ekonomi akibat cemaran minyak ini bisa mencapai miliaran rupiah. Kerugian terutama dirasakan oleh warga pesisir yang menggantungkan kehidupannya sebagai nelayan dan jasa pariwisata bahari. Selain kerugian ekonomi ini, pencemaran juga merusak terumbu karang.
Paling rentan
Kepala Laboratorium Data Laut dan Pesisir Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Widodo Pranowo mengatakan, perairan Batam dan Bintan merupakan yang paling rentan tercemar di Indonesia. Berdasarkan hasil pemantauan tumpahan minyak melalui satelit, pada kurun waktu 2014 hingga awal 2017 pencemaran tumpahan minyak di Kawasan perairan Batam-Bintan sering terjadi pada musim angin utara. Musim angin utara tersebut terjadi mulai November hingga Februari.
Berdasarkan hasil pemantauan tumpahan minyak melalui satelit, pada kurun waktu 2014 hingga awal 2017 pencemaran tumpahan minyak di Kawasan perairan Batam-Bintan sering terjadi pada musim angin utara. Musim angin utara tersebut terjadi mulai November hingga Februari.
"Bukti terverifikasi oleh Tim Bapedal Kota Batam, tercatat Januari dan Februari, cemaran minyak banyak ditemukan di pantai," kata dia.
Widodo mengatakan, beberapa kejadian tabrakan kapal terindikasi menjadi sumber pencemaran. Misalnya, ketika pada 2 Januari 2015, terjadi tabrakan kapal MT Alyarmouk yang berbendera Libya dan MV Sinar Kapuas di Selat Singapura. Tabrakan tersebut mengakibatkan robeknya lambung kapal MT Alyarmouk yang sedang dalam pelayaran menuju Tiongkok dan menumpahkan minyak bertipe Madura Crude Oil. Pencemaran minyaknya menyebar hingga ke Batam dan Bintan.
Demikian halnya, ketika terjadi tabrakan kapal MV Dumun dan MV Castile di perairan utara Pulau Batam 21 Januari 2016, terjadi pencemaran cukup parah di Pantai Tanjung Pinggir, Batam sepanjang dua kilometer.
Selain dari kecelakaan kapal ini, menurut Widodo, terjadi pencemaran yang tidak diketahui sumbernya, sebagaimana terjadi pada Januari dan Febuari kali ini. Diduga hal ini dilakukan karena ada pembuangan limbah minyak secara ilegal oleh kapal yang tengah berlayar di sekitar perairan ini.
Pencemaran minyak pada Januari dan Febuari kali ini diduga karena ada pembuangan limbah minyak secara ilegal oleh kapal yang tengah berlayar di sekitar perairan ini.
Sebagaimana diketahui, kapal-kapal tanker yang masuk ke Singapura wajib dalam kondisi bersih limbah, terutama minyak, sehingga terdapat kemungkinan Indonesia menjadi area buangan limbah ini. Namun demikian, untuk membuktikannya tidak mudah (Kompas, 10 Maret 2017).
Asisten Deputi Lingkungan dan Mitigasi Bencana Maritim Kemenko Maritim Sahat Manaor Panggabean mengatakan, sejak 2015 telah dilakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga teknis untuk mengatasi pencemaran ini. Pada tahun 2016 hingga 2017 juga telah dilakukan survei gabungan tim nasional penanggulangan tumpahan minyak.
"Ke depan, pembentukan tim daerah penanggulangan tumpahan minyak yang diinisiasi pada 2017 diharapkan akan dapat segera terwujud di tahun 2018 ini," kata Sahat.
Selain itu, dibutuhkan evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut. "Revisi Perpres tersebut sangat mendesak untuk dilakukan agar penanggulangan tumpahan minyak dapat lebih efektif," kata dia.