Anugerah Piala Oscar ke-90 digelar di Dolby Theatre, Los Angeles, California, Amerika Serikat, Minggu (4/3) malam waktu setempat atau Senin pagi waktu Indonesia. Tidak seperti saat Golden Globe 2018 yang mencuri perhatian dengan busana serba hitam yang dikenakan insan perfilman Hollywood, Oscar kembali berwarna-warni. Ketika itu digaungkan isu tentang perlawanan terhadap pelecehan seksual yang telah mendera Hollywood lewat gerakan #MeToo dan Time’s Up.
Dalam Oscar 2018, isu tersebut masih menjadi bayang- bayang dan sorotan. Namun, isu juga bergeser ke arah hal lain. Tiga aktris, yaitu Ashley Judd, Salma Hayek, dan Annabella Sciorra, yang merupakan korban pelecehan seksual, mempresentasikan video montase tentang pentingnya keragaman dalam film.
Video itu menampilkan antara lain Mira Sorvino, Ava DuVernay, Greta Gerwig, dan Kumail Nanjiani. Mereka menekankan, penghasilan dari box office berkat keragaman penuturan sinema, termasuk dalam jender dan ras. Ini seharusnya menjadi insentif untuk Hollywood.
”Sukses Black Panther dan Wonder Woman merupakan cerita positif. Saya ingat sewaktu studio besar tidak percaya seorang perempuan atau minoritas bisa berperan dalam film pahlawan super,” kata penulis dan produser Jimmy Kimmel.
Isu demografi dalam Oscar menjadi penting terutama setelah mencuat gerakan #OscarsSoWhite tahun 2015 sebagai kritik atas dominasi pria kulit putih dalam ajang supremasi film di AS itu. Setelah itu, nomine dan pemenang menjadi lebih bervariasi dan mewakili berbagai kalangan meskipun perubahannya tidak dramatis.
Tidak mustahil
Tahun ini, Jordan Peele, seorang Afrika-Amerika, meraih Oscar kategori skenario asli terbaik untuk film Get Out. Ini pertama kalinya kategori itu dianugerahkan kepada penulis yang bukan kulit putih.
Oscar tahun ini juga diwarnai banyak pencapaian yang sebelumnya dinilai mustahil. Dalam ranah penulisan skrip muncul Rachel Morrison yang masuk nominasi kategori sinematografi untuk film Mudbound. Ini pertama kalinya dalam sejarah penyelenggaraan Oscar selama 90 tahun perempuan masuk nominasi kategori tersebut.
Dee Rees juga mengukir sejarah sebagai perempuan kulit hitam pertama yang masuk nominasi untuk kategori penulisan skenario adaptasi. Rees menulis skrip untuk Mudbound bersama Virgil Williams.
Gerwig, sutradara Lady Bird, juga menjadi perempuan sutradara pertama yang masuk nominasi sutradara terbaik dalam delapan tahun terakhir. The Telegraph menyebutkan, secara keseluruhan hanya lima perempuan yang pernah masuk nominasi sutradara terbaik. Tiga di antaranya dinominasikan sejak tahun 2000. Baru satu perempuan yang membawa pulang Oscar sebagai sutradara terbaik, yakni Kathryn Bigelow tahun 2009 untuk film The Hurt Locker. Bandingkan dengan 444 pria yang telah dinominasikan untuk kategori itu.
Oscar tahun ini memang belum menjadi milik Gerwig. Guillermo del Toro dinobatkan sebagai sutradara terbaik lewat film The Shape of Water. Kendati bukan milik perempuan, anugerah untuk Del Toro juga mewakili keragaman dan inklusivitas karena ”Saya imigran,” katanya.
”Hal terbaik yang dilakukan industri (film) kita adalah membantu menghapus garis di atas pasir ketika dunia mencoba untuk membuatnya semakin dalam,” ujar Del Toro saat menerima Oscar. Del Toro adalah sutradara keturunan Meksiko, ketiga dalam sejarah Oscar yang menerima piala tersebut setelah Alfonso Cuaron (Gravity) dan Alejandro Gonzalez Inarritu (Birdman, The Revenant).
Film-film yang masuk nominasi film terbaik juga merepresentasikan keragaman. Misalnya Film Terbaik, The Shape of Water, mengangkat tokoh utama dari kalangan marjinal, yakni perempuan pesuruh bisu yang bersahabat dengan perempuan kulit hitam dan seniman gay.
Frances McDormand, peraih Aktris Terbaik, menyimpulkannya dalam dua kata: inclusion rider. Para bintang film menambahkan klausul dalam kontrak yang menegaskan soal keragaman di depan layar ataupun di belakang layar.