PALU, KOMPAS — Mantan Gubernur Sulawesi Tengah Bandjela Paliudju dijebloskan ke penjara atas keterlibatannya dalam korupsi dan pencucian uang anggaran operasional saat menjabat pada 2006-2011. Bandjela dihukum penjara 7 tahun 6 bulan sesuai vonis kasasi Mahkamah Agung yang dijatuhkan April 2017.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Palu Efrivel mengatakan, terpidana memenuhi panggilan untuk eksekusi. "Secara umum, terpidana kooperatif, seperti menandatangani berita acara dan bersama-sama ke Lembaga Pemasyarakatan Petobo," ujarnya di Palu, Senin (5/3).
Terkait kondisi kesehatan, Efrivel memastikan saat eksekusi dilakukan terpidana sehat. Efrivel menjamin, jika kesehatan Bandjela terganggu saat di sel, ia pasti diizinkan untuk dirawat.
Kondisi kesehatan Bandjela selama ini menjadi alasan ditundanya eksekusi putusan kasasi MA mengingat Bandjela sering masuk-keluar rumah sakit.
Hakim MA memvonis Bandjela bersalah dengan pidana penjara 7 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Bandjela diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 7,78 miliar subsider 3 tahun penjara. Vonis kasasi MA itu sekaligus mementahkan vonis bebas hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palu pada April 2016.
Terkait penagihan uang pengganti kerugian negara, Efrivel menyatakan hal itu belum bisa dilakukan. Terpidana berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonisnya. Jika PK diterima, uang tersebut harus diserahkan kembali kepada terpidana. Kejaksaan memilih menunggu hasil PK guna penagihan uang pengganti kerugian itu.
Bandjela terjerat korupsi dan tindak pidana pencucian uang operasional gubernur pada 2006-2011. Kejaksaan Tinggi Sulteng dan Kejari Palu memperkarakan terpidana setelah mengungkap keterlibatan bendahara pengeluaran Bandjela, Ritha Sahara. Ritha terlebih dahulu dijebloskan ke penjara untuk menjalani vonis 9 tahun berdasarkan putusan hakim Pengadilan Tipikor Palu. Ia juga harus membayar uang pengganti kerugian negara Rp 3 miliar.
Terkait penundaan eksekusi hingga hampir setahun, praktisi hukum di Palu, Yohanes Budiman, mengatakan, kejaksaan terikat secara hukum untuk langsung menjalankan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Dalam kasus ini, terkesan kejaksaan sebagai eksekutor tak menaati asas kepastian hukum.
(VDL)