Eksekusi Masih Pro dan Kontra
Dampak banjir narkoba kian mengkhawatirkan. Belum ada formula hukum dan pencegahan ampuh yang disepakati para pihak.
Upaya menegakkan hukum memberantas narkoba terus dijalankan. Namun, penyelundupan kian berani, hingga itungan ton sekali ungkap. Jumlah jenis baru narkoba pun terus bertambah.
Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) Inspektur Jenderal Heru Winarko mengatakan, tindakan tegas dan terukur terhadap para bandar narkoba tetap dilakukan. Presiden Joko Widodo pun menugaskan BNN memberantas narkoba dengan menekan barang masuk yang 80 persen dari luar negeri dan menurunkan angka kecanduan.
“Langkahnya tegas dan terukur sesuai aturan. Kalau bandar bersenjata, melawan, dan membahayakan petugas, kami ambil tindakan tegas,” katanya. Di lapangan, sejumlah kasus narkoba berujung pada tembak mati tersangka bandar.
Sejumlah data menyebut, jumlah penyalahguna narkotika saat ini lebih dari enam juta jiwa. Jumlah yang direhabilitasi jauh di bawah angka itu.
Hukuman mati
Terkait hukuman mati terhadap pada bandar narkoba, hingga kini masih terjadi pro dan kontra. Di sisi lain, sejumlah pihak, termasuk polisi dan petugas BNN, ada yang mendorong perlunya hukuman mati kepada bandar.
Hingga saat ini, eksekusi hukuman mati paling banyak terjadi di era Presiden Joko Widodo, yakni 14 orang dari sejumlah negara, termasuk Indonesia. "Semakin lama ditunda, pro dan kontra hukuman mati bagi terpidana mati bakal makin jadi bola salju komoditas politik," kata pakar pidana Universitas Al Azhar, Suparji Achmad, Selasa (6/3).
Masifnya penyelundupan dan upaya pemberantasan narkoba tidak sebanding. Hukuman seperti tak berefek jera.
Sikap pembela hak asasi manusia berbeda. "Kami menentang hukuman mati, karena tidak ada satupun pihak yang boleh menghilangkan nyawa orang. Apalagi negara," kata Direktur Setara Institute Hendardi.
Pro kontra dua pihak diwakili kelompok Sakti (setuju hukuman mati) dan kelompok Hati (hapus hukuman mati). Itu berkembang sejak pertengahan 1980-an. Pertentangan sengit kedua suara ini memuncak pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an.
Menanggapi itu, Jaksa Agung HM Prasetyo pun menyatakan, eksekusi hukuman mati masih belum bisa dilanjutkan. Ada unsur kehati-hatian yang tidak bisa ditinggalkan. Akhir Februari 2018, ia menyebut ada lebih dari seratus kasus narkoba yang menunggu eksekusi hukuman mati.
Ubah sistem
Di tengah maraknya kasus narkoba dan jenis penanganan yang belum disepakati bersama, mantan Kepala BNN Komisaris Jenderal (Pur) Budi Waseso menyatakan perlunya mengubah sistem, termasuk sistem penjara.
Saat ini, 50 persen kasus narkoba dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan, karena ada oknum yang berkolaborasi dengan narapidana. Tahun 2017, lebih dari 90 persen kasus yang ditangani BNN melibatkan jaringan dari dalam lapas.
“Sampai kiamat, kalau menanganinya begini akan terjadi terus. Pak Heru (Kepala BNN) akan keteteran kalau tak didukung instansi di lapas,” ujar dia.
Ia menawarkan konsep napi narkoba dimasukkan ke penjara khusus di pulau terluar. Konsep itu pernah dipaparkan kepada Presiden Joko Widodo. Namun, belum ada kelanjutannya.
Mengenai terpidana mati di penjara yang lalu justru membangun bisnis di balik penjara, "Itu kesalahan manajemen penjara," ucap Hendardi.
Tawaran lain penanganan disampaikan Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI Choky R Ramadhan. Ia berharap BNN lebih gencar memberantas narkoba menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang selama ini jarang digunakan terhadap bandar. Paradigma memberantas narkoba adalah menghukum atau membalas.
Dengan memakai UU TPPU, jumlah kerugian yang dikembalikan ke negara lebih besar. Penegak hukum juga bisa menyita harta benda dari bisnis narkoba yang bisa memutus modal.
Pada saat bersamaan, pengguna narkoba seharusnya dapat hak direhabilitasi. Pertimbangannya, mereka adalah korban.
Koordinator Nasional Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Edo Agustian mengatakan, penangkapan sabu dalam jumlah besar baru satu dari tiga strategi menghadapi banjir narkoba, yaitu mengurangi pasokan, mengurangi permintaan, dan mengurangi dampak buruk.
Penangkapan sejumlah besar sabu hanya tataran mengurangi pasokan. Pemerintah didorong melakukan dua strategi lain secara bersamaan.
(WIN/JOG/WAD/GSA)