Kembangkan Pertanian, Butuh Kerja Sama dengan Swasta
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran swasta dibutuhkan untuk mengembangkan sektor pertanian di Indonesia. Pertanian dipandang dapat menjadi penggerak untuk memperkecil kesenjangan ekonomi dan menjaga ketahanan pangan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan P Roeslani mengatakan, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja sekitar 32 persen dari total tenaga kerja di Indonesia yang jumlahnya 132 juta orang. ”Sekitar 50 juta tenaga kerja bekerja di bidang pertanian, tetapi pertumbuhan tiap tahun hanya 4 persen,” kata Rosan saat konferensi pers pelaksanaan Jakarta Food Security Summit (JFSS) Ke-4 di Jakarta, Selasa (6/3).
Rosan mengatakan, sektor pertanian hanya berkontribusi 14 persen pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia, padahal sektor pertanian dapat menjadi alat untuk pemerataan ekonomi.
Menurut Rosan, salah satu cara untuk meningkatkan sektor pertanian Indonesia ialah berkolaborasi dengan pihak swasta. Berdasarkan pengalaman Kadin dalam menerapkan kemitraan pada sektor kelapa sawit, kerja sama tersebut mampu melibatkan 430.000 petani.
Pada JFSS Ke-4 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center pada 8-9 Maret, Kadin akan bekerja sama dengan 24 perusahaan agar dapat mencapai target meningkatkan jumlah tenaga kerja pada sektor petani menjadi 1 juta. Mereka juga berusaha meningkatkan tenaga kerja sektor peternakan dan perikanan.
Ketua Komite Tetap Perkebunan Kadin Rudyan Kopot mengatakan, keberhasilan Indonesia menjadi negara pengekspor minyak goreng dapat diterapkan pada sektor pertanian lainnya. Pertanian kelapa sawit dimiliki oleh perusahaan, petani swadaya, dan petani inti.
Keberhasilan tersebut dapat tercapai karena adanya hubungan di antara pengusaha besar yang membantu seluruh proses, mulai dari perizinan, sertifikasi, pembukaan lahan, pembibitan, hingga panen. Rudyan mengatakan, selain kerja sama dengan pihak swasta, kebijakan pemerintah juga memengaruhi keberhasilan rencana peningkatan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Riset Center for Indonesian Policy Studies Hizkia Respatiadi mengatakan, agar dapat meningkatkan sektor pertanian dan menyejahterakan petani, pemerintah perlu membuka ases pasar bagi petani. Hal tersebut berguna untuk menyalurkan hasil panen tanaman yang bernilai tinggi. Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta dan internasional.
Hizkia mengatakan, pemerintah perlu program perlindungan sosual yang bermanfaat bagi petani, terutama bagi mereka yang berskala kecil dan buruh tani. Program Keluarga Harapan, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar perlu ditingkatkan efektivitas, jangkauan, dan targetnya agar tepat sasaran.
”Apabila ingin menambah jumlah petani, terutama dari generasi muda, profesi petani harus dikembangkan menjadi sesuatu yang menarik minimal dari sisi penghasilannya,” kata Hizkia. Generasi muda tidak akan mau menjadi petani jika kerja kerasnya tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
Lahan sedikit
Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi sektor pertanian Indonesia ialah minimnya luas lahan pertanian dan berkurangnya kualitas petani. Berdasarkan data World Bank tahun 2017, jumlah lahan pertanian di Indonesia hanya 570.000 kilometer persegi atau 31 persen dari jumlah luas wilayah Indonesia. Jumlah tersebut berada di bawah Thailand sebesar 43,3 persen, Australia 52,9 persen, dan China 54,8 persen.
Direktur Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian Institut Pertanian Bogor Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan, luas lahan pertanian di Indonesia minim karena pengaruh konversi lahan pertanian, termasuk sawah, untuk berbagai keperluan. Hal tersebut terjadi karena nilai ekonomi riil lahan pertanian jauh lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan lainnya.
Menurut Dodik, sawah dan hutan paling rawan dikonversi karena nilai ekonomi riil per hektarnya jauh lebih rendah dibandingkan untuk pemukiman. Tanaman hortikultura, seperti cabai, tomat, dan sayuran, relatif jarang dikonversi karena nilai ekonomi riilnya relatif tinggi, bahkan di beberapa tempat lebih tinggi dibandingkan pemukiman.
Penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) pertanian disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan petani, semakin menuanya petani, dan minimnya generasi muda yang menekuni pertanian. ”Rendahnya kualitas SDM pertanian berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas dan minimnya luas lahan berkaitan dengan penurunan produksi pertanian,” kata Dodik. (DD08)