Ada Pengurangan Batang Baja di Balik Ambrolnya Tiang Tol Becakayu
JAKARTA, KOMPAS - Penyebab utama ambrolnya cetakan kepala tiang Tol Becakayu di kawasan Cawang, Jakarta Timur, pada 20 Februari lalu tak sekedar kelalaian. Nyatanya, kecelakaan yang mencederai tujuh pekerja itu disebabkan gagalnya fungsi bracket sebagai penopang cetakan. Kegagalan itu diduga akibat batang baja yang digunakan sebagai pengikat bracket itu dikurangi, dari desain awal 12 batang menjadi 4 batang.
- English Version: Reduction in Steel Rods Blamed for Construction Accident
Hingga Sabtu (3/3) lalu, jejak ambrolnya cetakan kepala tiang itu masih ditemukan pada pucuk tiang tol PCB 34, di depan Institut Bisnis Nusantara, Jalan DI Panjaitan, Cawang, Jakarta Timur. Jejak tersebut berupa kerangka tiang dari baja yang meleyot akibat tak kuat menahan beban.
Kerangka itu diselimuti adonan semen yang mengering, dan sebagian batang-batang bajanya bengkok dan menjulur ke bawah serta ke samping secara tak beraturan.
Tepat di bawahnya ditemukan permukaan tiang yang rompal pada dua titik, dan kedua titik itu ditemukan di sisi depan dan belakang tiang. Masing-masing titik masih menyisakan dua batang baja yang tertancap di tiang beton. Kedua titik itu merupakan bekas tempat empat batang baja ditancapkan untuk mengikat bracket di tiang tersebut.
Penggunaan empat batang baja untuk mengikat bracket itu cukup menjadi petunjuk utama ambrolnya cetakan kepala tiang PCB 34 pada 20 Februari lalu, dalam proyek Tol Becakayu yang dijalankan oleh PT Waskita Karya.
Berdasarkan dokumen Metode Improvement (Metode Perbaikan) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diperoleh Kompas dari salah satu pihak, diperoleh informasi bahwa desain eksisting pembuatan kepala tiang Tol Becakayu itu menggunakan 12 batang baja atau stress bar.
Batang baja yang digunakan berdiameter 3,2 centimeter atau 32 milimeter. Fungsi penggunaan 12 batang baja itu untuk mengikat atau menjepit bracket.
Desain penggunaan 12 batang baja itu merupakan bagian dari perhitungan kemampuan bracket dalam menopang seluruh beban material yang digunakan untuk mencetak kepala tiang. Beban total pembuatan kepala tiang itu mencapai 3.201,8 kilo Newton atau sekitar 320 ton, yang merupakan agregasi bobot dari bracket itu sendiri, cetakan kepala tiang (bekisting), shoring (penyangga beton), bobot kepala tiang yang dicetak, termasuk para pekerja.
Dapat dibayangkan, jika jumlah batang baja itu dikurangi maka kemampuan bracket untuk menopang beban hingga 320 ton itu pun dengan sendirinya berkurang. Apalagi pengurangannya lebih dari 60 persen, dari 12 menjadi 4 batang baja.
PT Kresna Kusuma Dyandra Marga selaku pemilik proyek Tol Becakayu, pun mengungkap adanya pengurangan dalam penggunaan batang baja pada bracket. Pimpinan Proyek Tol Becakayu dari PT KKDM Herarto Startiono menyampaikan, bahwa saat cetakan kepala tiang itu ambrol ditemukan jumlah batang baja yang dipasang pada bracket oleh PT Waskita Karya, selaku pelaksana proyek, itu hanya 4 batang.
“Waktu kejadian hanya 4 (batang baja atau stress bar) yang dipasang. Seharusnya 12 (batang baja atau stress bar),” ucapnya.
https://youtu.be/D-lzgVZY5hk
Selain itu, lanjutnya, berdasarkan temuan PT KKDM, ukuran batang baja yang dipasang juga dibawah standar spesifikasi teknis, yaitu berukuran 19-25 mm. Padahal sesuai desain eksisting, batang baja yang digunakan untuk mengikat bracket itu harus berukuran 32 mm.
“Yang ukuran 32 mm itu ada barangnya. Mereka (PT Waskita Karya) sudah tahu SOP (standar operasional prosedur). Tapi, kenapa dipasang yang ukurannya lebih kecil. Itu lagi dicari siapa yang memerintahkan. Kita sedang investigasi,” jelas Herarto.
PT Kresna Kusuma Dyandra Marga selaku pemilik proyek Tol Becakayu, pun mengungkap adanya pengurangan dalam penggunaan batang baja pada bracket. Waktu kejadian hanya 4 batang baja atau stress bar yang dipasang. Seharusnya 12 batang baja
https://youtu.be/PhVLxEwDiNY
Kepala Divisi III PT Waskita Karya Dono Parwoto mengakui, bracket yang dipasang pada Tol Becakayu itu menggunakan empat batang baja. Hanya menurutnya, batang baja yang digunakan itu berdiameter 32 mm, sesuai dengan desain. Namun Dono tak merinci spesifikasi teknis batang baja yang semestinya digunakan menurut desain eksisting pembangunan Tol Becakayu.
Dono membantah jika pihaknya mengurangi volume maupun spesifikasi teknis pada pembangunan Tol Becakayu, termasuk pada pembuatan kepala tiang tol. Menurutnya harga satu batang baja untuk bracket itu berkisar Rp 5 juta, dan baut untuk mengunci batang baja itu hanya Rp 200.000. Sementara satu tiang tol itu memakan biaya hingga Rp 1 miliar.
https://youtu.be/EJELv5e_M2g
“Tak mungkin kami mengurangi baut dan stress bar. Berapa sih nilai baut itu. Jika itu dikurangi maka tak setimpal dengan risiko yang ditanggung, karena biaya pembangunan satu tiang tol itu sudah tinggi. Kalau itu dikurangi, bisa fatal dampaknya,” jelas Dono.
Dono pun berdalih bahwa ambrolnya cetakan kepala tiang itu disebabkan baut yang mengunci stress bar atau batang baja pada bracket itu terpasang kurang kencang. Saat cetakan kepala tiang diisi adonan semen dan beban yang ditanggung terus bertambah, baut pun melonggar dan menyebabkan tegangan pada stress bar hingga bracket tak mampu menahan beban di atasnya.
“Mungkin teledor, sehingga salah satu baut tak dikencengin. Dari bawah tampak sudah dikencengin. Kekencangan baut berpengaruh (pada kekuatan batang baja untuk mengikat bracket),” jelasnya.
Tak mungkin kami mengurangi baut dan stress bar. Berapa sih nilai baut itu. Jika itu dikurangi maka tak setimpal dengan risiko yang ditanggung, karena biaya pembangunan satu tiang tol itu sudah tinggi. Kalau itu dikurangi, bisa fatal dampaknya
Sebagai satu dari 245 Proyek Strategi Nasional, Tol Becakayu merupakan bagian dari percepatan pembangunan yang terus digenjot oleh pemerintah saat ini untuk mengejar pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen. Untuk mencapai percepatan, sudah semestinya setiap proyek itu dijalankan dalam tata kelola yang baik, transparan, dan akuntabel.
https://youtu.be/YjNv4RbQHOM
Sebaliknya, papan proyek Tol Becakayu yang memuat identitas kontraktor dan penjelasan detail pekerjaan, itu saja sulit ditemui di lokasi pembangunan tol tersebut. Satu-satunya informasi proyek hanya bertuliskan Jalan Tol Becakayu dan tulisan Waskita Karya di pagar pembatas di area pembangunan tol.
Tanpa dokumen Metode Improvement Kementerian PUPR, Kompas pun sulit memahami spesifikasi teknis pada desain eksisting Tol Becakayu. Dokumen itu pun diperoleh Kompas dari salah satu pihak. Tanpa ada informasi yang transparan terkait desain eksisting tol itu, masyarakat umum pun tak akan dapat mengawasi jalannya pembangunan. Kendati di lokasi pembangunan, tak ada satu pun tiang tol yang ditutupi selubung sehingga setiap detilnya dapat diamati dengan mata telanjang.
Baik pemerintah maupun penegak hukum hingga saat ini juga tak mengungkap secara terbuka penyebab utama ambrolnya cetakan kepala tiang tersebut. Desain eksisting Tol Becakayu yang dapat dijadikan acuan dalam pengawasan, itu juga tak disampaikan Komite Keselamatan Konstruksi saat mencabut moratorium (penghentian sementara) pada 38 proyek konstruksi layang pada 28 Februari lalu. Sebelumnya, pemerintah memutuskan moratorium pada 38 proyek konstruksi layang pada 21 Februari lalu, sehari setelah kecelakaan kerja di Tol Becakayu terjadi.
Saat mencabut moratorium itu, Ketua KKK Kementerian PUPR yang juga Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarief Burhanuddin hanya menyampaikan, PT KKDM dapat melanjutkan proyek Tol Becakayu dengan catatan harus melakukan finalisasi desain formwork atau cetakan kepala tiang tol. Tak ada penjelasan lebih lanjut terkait penyebab utama kecelakaan kerja pada Tol Becakayu.
Kepolisian Resor Jakarta Timur yang melakukan penyidikan, itu juga hanya mengungkap adanya kelalaian pada pekerjaan tersebut. Kelalaian itu dilakukan oleh Kepala Pelaksana dari PT Waskita Karya berinisial AA, dan Kepala Pengawas dari PT Virama Karya berinisial AS, dan keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
https://youtu.be/dm-dlfYgFXk
Sebelum mendapatkan dokumen Metode Improvement, Kompas sempat memperoleh informasi atau petunjuk dari pakar konstruksi Institut Teknologi Bandung, Iswandi Imran. Iswandi mengungkapkan bahwa ada indikasi jumlah batang baja yang digunakan pada bracket itu dikurangi. Indikasi itu, diakui Iswandi, merupakan informasi yang beredar di kalangan pakar konstruksi.
Belakangan diperoleh informasi dari PT Waskita Karya bahwa Iswandi merupakan salah satu pakar dari ITB yang memberikan rekomendasi terkait perbaikan pekerjaan Tol Becakayu kepada K3 Kementerian PUPR.
Dalam konteks ilmiah, Iswandi mengungkapkan, bahwa penguranggan batang baja pada bracket itu akan berpengaruh terhadap kekuatan bracket dalam menopang cetakan kepala tiang. “Kalau bisa, tinggal dilihat saja berapa stress bar (batang baja) di sana, apakah sesuai dengan desain atau jangan-jangan kurang. Yang ada sekarang itu bisa diinvestigasi lagi, apa yang sebabkan dia gagal, dan bautnya bisa dicari. Dari sisa itu bisa dilakukan analisis, dikumpulkan semua fakta di lapangan dan dianalisis, sehingga bisa diidentifikasi penyebab utama kegagalan,” jelasnya.
Tinggal dilihat saja berapa stress bar (batang baja) di sana, apakah sesuai dengan desain atau jangan-jangan kurang. Yang ada sekarang itu bisa diinvestigasi lagi, apa yang sebabkan dia gagal, dan bautnya bisa dicari
Pakar manajemen konstruksi Universitas Indonesia, Muhammad Ali Berawi pun menyampaikan, kecelakaan kerja atau kegagalan bangunan bisa terjadi di tiga tahap, yakni pre-konstruksi, proses kontsruksi, dan paska konstruksi. Dalam tahap pre konstruksi, kecelakaan bisa terjadi jika perhitungan desainnya keliru. Perhitungan dalam tahap ini tidak hanya pada desain konstruksi, tapi harus juga memperhitungkan keselamatan pekerja.
Dalam proses konstruksi, semua pelaksanaan harus diawasi secara profesional dan konsisten. Yang harus dikontrol ialah standar baku material, metode kerja, peralatan kerja, dan sumber daya manusia. Seluruhnya harus dipastikan sesuai kebutuhan proyek. Adapun dalam tahap paska konstruksi, perawatan harus dirawat. Produk konstruksi harus difungsikan sesuai peruntukannya.
“Jika terjadi kecelakaan kerja konstruksi, harus dilakukan investigasi mulai pre-kontruksi, proses konstruksi, hingga paska-kontruksi. Itu untuk menganalisis penyebab kecelakaan tersebut,” jelasnya. (BKY/ADY/DD05)