Jusuf Kalla Kritik Model Pengerahan TNI di Pertanian
Oleh
MUKHAMAD KURNIAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai pelibatan TNI dalam program cetak sawah dan pemacuan produksi padi kurang efektif. Cara terbaik mendongkrak produktivitas dan produksi pangan adalah dengan fokus pada peningkatan kesejahteraan petani sebagai pelaku utama sekaligus pemanfaatan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi.
Jusuf Kalla menyampaikan kritik secara langsung ke Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang juga hadir dalam pembukaan Jakarta Food Security Summit yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta Convention Center, Kamis (8/3/2018). Hadir sejumlah menteri Kabinet Kerja di acara itu, antara lain Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Desa Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.
Petani, kata Kalla, tidak lagi bisa dipaksa dengan instruksi seperti di masa lalu. Mereka ingin pendapatannya lebih tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan, bukan dipaksa untuk menanam dan mengejar target produksi. Cara paling efektif untuk memotivasi petani untuk meningkatkan produksi adalah dengan memperbaiki tingkat pendapatan mereka.
Petani tidak lagi bisa dipaksa dengan instruksi seperti di masa lalu. Mereka ingin pendapatannya lebih tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan, bukan dipaksa untuk menanam dan mengejar target produksi.
Selain berkelompok untuk meningkatkan daya tawar, memotong rantai distribusi, serta akses ke pendanaan yang lebih mudah dan murah, petani perlu didampingi untuk mengefisienkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatannya. Caranya antara lain dengan memanfaatkan teknologi, seperti memilih bibit unggul, menggunakan mesin pertanian, serta teknologi pengolahan pascapanen.
Namun, Andi Amran Sulaiman menilai kerja sama dengan TNI terbukti meningkatkan produksi produksi pangan, seperti pada komoditas jagung serta melipatgandakan jumlah sawah baru. ”Hasil cetak sawah meningkat 500 persen, sementara jagung kita tidak impor lagi, justru sekarang Indonesia ekspor jagung,” kata Amran.
Kementerian Pertanian mengklaim telah mencetak 209.410 hektar sawah baru selama kurun 2015-2017. Dari jumlah itu, mayoritas di luar Pulau Jawa dan hanya 887,18 hektar (0,42 persen) di Jawa Barat. Namun, Komisi IV DPR meminta Kementerian Pertanian mengevaluasi program itu.
Pada kunjungan lapangan, kata anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Ichsan Firdaus, anggota menemukan problem sawah baru yang tidak memiliki dukungan pengairan secara baik. Hal ini ditemukan antara lain di lokasi pengecekan di Lampung, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Temuan itu dibawa ke rapat pembahasan APBN 2018 yang akhirnya memangkas alokasi cetak sawah tahun ini.
Sejumlah petani juga menyampaikan keluhan terkait pelibatan TNI pada program pertanian pada puncak Rembuk Nasional 2017 yang digelar di Kemayoran, Jakarta, pada Oktober 2017. Para peserta rembuk meminta pemerintah fokus pada perbaikan kesejahteraan petani.
Caranya antara lain dengan menjamin harga di tingkat usaha tani serta peningkatan kewirausahaan petani, baik melalui badan usaha maupun korporatisasi. Subsidi pupuk, benih, dan bantuan alat mesin pertanian perlu dialihkan ke subsidi hasil pertanian karena lebih efektif dan bisa dinikmati petani.