LAMONGAN, KOMPAS — Sengketa lahan di Indonesia telah mengakibatkan persoalan yang pelik. Sengketa ini bisa menimbulkan konflik sesama warga, rakyat dengan pemerintah, rakyat dengan perusahaan swasta, bahkan sesama saudara sendiri.
Laporan mengenai kasus ini telah diterima Presiden Joko Widodo hampir di seluruh wilayah di dalam negeri.
”Saya telah berkeliling ke sejumlah daerah dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan hingga Papua, masalah tanah itu rawan sengketa. Sengketa bisa terjadi antara rakyat dan rakyat, rakyat dengan pemerintah, rakyat dengan perusahaan, anak dengan orangtua, adik dengan kakak,” kata Presiden di hadapan ribuan warga yang memadati Alun-alun Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Kamis (8/3).
Karena alasan itulah, Presiden selalu mendorong agar sertifikasi tanah segera diselesaikan. Pekerjaan rumah mengenai program ini masih panjang dan berat. Namun jika seluruh warga memegang sertifikat, secara hukum akan lebih aman. Sebab, kata Presiden, sertifikat menjadi tanda bukti yang sah atas tanah yang dimiliki.
Tahun ini, pemerintah manargetkan bisa menerbitkan 7 juta sertifikat, naik dibandingkan target 2017 sebanyak 5 juta sertifikat tanah. Sementara pada tahun depan, pemerintah menaikkan targetnya menjadi 9 juta sertifikat tanah.
Saat ini, pemerintah baru dapat menerbitkan sekitar 51 juta sertifikat dari sekitar 126 juta bidang tanah. ”Kalau rata-rata per tahun hanya tercapai 500.000 sertifikat, bisa-bisa 140 tahun baru tuntas,” ujarnya.
Presiden mengharapkan pada 2025 sertifikat bisa dirampungkan semua. Adapun di Jatim sendiri ditargetkan tuntas 2023. Jika tidak bisa mencapai target itu, Presiden dapat mencopot menteri yang bersangkutan dari posisinya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil menyebutkan, sertifikat yang diserahkan kali ini sebanyak 5.750 bidang tanah untuk warga Lamongan, Bojonegoro, dan Gresik masing-masing 1.500 bidang, Tuban 750 bidang, dan Sidoarjo 500 bidang.
Di Jatim pada 2017 bisa diterbitkan 650.000 sertifikat. Tahun ini ditargetkan 1,5 juta bidang dan 2023 diharapkan sudah tuntas, semua tanah bersertifikat.
Tahun ini, di Lamongan diterbitkan 64.000 bidang, naik dibanding tahun lalu 26.000 bidang. Sementara Bojonegoro tahun ini akan diserahkan 65.000 sertifikat, naik dua kali lipat lebih dibanding tahun lalu 26.000 bidang.
Pihaknya berupaya segera menyelesaikan sertifikat tanah. Hal itu akan memberi kepastian hukum dan bukti kepemilikan atas tanah.
”Sertifikat bisa jadi jaminan modal besar di perbankan. Namun, penggunaannya harus arif agar bisa meningkatkan kemakmuran dan ekonomi keluarga,” katanya.
Ia menegaskan, sertifikat punya kekuatan hukum yang memberi kepastian pemilik, kepastian letak, dan menghindari sengketa. ”Yang terpenting bisa jadi agunan dengan nilai pinjaman lebih banyak dibanding tanpa sertifikat,” ujarnya.
Muhammad Abdurrahman Shaleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim menyebut, sejak 2012-2017 ada 12.731 bidang tanah yang disertifikatkan untuk nelayan dan pembudidaya ikan.
Dari jumlah itu, 1.387 di antaranya digunakan untuk akses modal di koperasi dan perbankan dengan nilai Rp 18,5 miliar. Sebelumnya nelayan bergantung pada pinjaman modal dan tengkulak.