Pada edisi 3 Januari 2018, harian Kompas terbit dalam wajah baru. Desain surat kabar yang dirancang Mario F Garcia yang sudah dinikmati pembaca Kompas selama 13 tahun, dirancang ulang oleh para wartawan dan desainer harian Kompas. Tampilan baru harian Kompas yang mengedepankan aspek visual dan data masih terus berkembang sampai sekarang.
Hari ini, Kamis, 8 Maret 2018, harian Kompas juga bisa dinikmati dalam portal berita bernama Kompas.id yang merupakan ekstensa jurnalisme harian Kompas. Mulai hari ini, aplikasi Kompas.id sudah bisa diunduh di sistem operasi Android dari Play Store, sedangkan untuk IOS akan menyusul kemudian.
Konten Kompas.id dalam bentuk web ataupun dalam bentuk aplikasi merupakan ekstensa jurnalisme harian Kompas yang mengutamakan kedalaman berbasis data, menawarkan perspektif, dan berupaya untuk terus menawarkan solusi. Jurnalisme berbasis data diyakini bisa menjadi salah satu cara menangkal hoaks atau berita bohong.
Jurnalisme berbasis data diyakini bisa menjadi salah satu cara menangkal hoaks atau berita bohong.
Kompas.id di bawah pengelolaan dan tanggung jawab ruang Redaksi Kompas. Jika ditanyakan apakah Kompas.id sudah sempurna, bisa dijawab: belum! Masukan dari Anda justru akan menyempurnakan Kompas.id dari waktu ke waktu, dari hari ke hari, dari bulan ke bulan. Masukan dari Anda ditunggu agar harian Kompas dan Kompas.id bisa terus memperbaiki tampilan Kompas.id. Kami memegang prinsip perbaikan berkelanjutan (continuous improvement).
Harian Kompas dan Kompas.id adalah satu kesatuan. Keduanya akan hadir saling melengkapi dan saling memperkaya. Apa yang dibaca di harian Kompas akan juga bisa dinikmati di Kompas.id dalam format dan tampilan berbeda. Foto, video, infografik statis atau dinamis, kekayaan arsip, data riset akan menjadi modal kekayaan harian Kompas dan Kompas.id yang disajikan dalam bentuk long form.
Kami bersyukur meski dalam tahap awal, kehadiran Kompas.id sudah mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) melihat konten di Kompas.id bisa dimanfaatkan sebagai alat ajar alternatif di kelas.
Konten Tutur Visual yang bersemangatkan mengenal Tanah Air—yang menjadi gagasan pokok jurnalisme Jakob Oetama—disajikan secara lebih menarik di Kompas.id. Jurnalisme mengenal Tanah Air dalam format multimedia, seperti Jelajah Terumbu Karang, Tradisi Imlek, Beragam Wajah Gamelan di Nusantara, merupakan contoh karya jurnalistik yang mengedepankan riset dan data serta dikemas secara interaktif dengan memanfaatkan keunggulan teknologi digital.
Riset yang dikelola sendiri oleh harian Kompas juga akan kian mempertajam kita melihat Indonesia.
Kolaborasi
Harian Kompas pun berkolaborasi dengan sejumlah universitas, seperti Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; Universitas Indonesia, Jakarta; Universitas Airlangga, Surabaya; Universitas Atma Jaya, Jakarta; dan Universitas Multimedia Nusantara, Jakarta. Kolaborasi dengan mitra ini berbeda-beda tergantung dari kebutuhan. Di sejumlah universitas, konten Kompas.id bisa diakses di jaringan Wi-Fi universitas.
Teknologi digital digunakan harian Kompas untuk menyebarkan jurnalisme yang akan memberikan kontribusi pada peradaban, memberikan pencerahan kepada masyarakat, dan tetap menyuarakan hati nurani bangsanya, tetapi akan tetap mengontrol kekuasaan.
Seperti ditulis oleh salah seorang pendiri Kompas, Frans Seda, di Kompas, 28 Juni 1990, bertepatan dengan 25 tahun harian Kompas, dalam artikel berjudul ”Sepanjang Jalan Kenangan”, Amanat Hati Nurani Rakyat tetaplah menjadi jati diri harian Kompas. Amanat Hati Nurani Rakyat bukanlah slogan yang diformulasikan sembarangan. Ia merupakan hasil pilihan dan renungan yang matang yang timbul dari keprihatinan tentang situasi dan kondisi rakyat.
Jati diri Kompas saat dilahirkan 52 tahun lalu harus tetap menjadi corak kepribadiannya sepanjang sejarah bangsa dan negara.
Jati diri dan semangat itulah yang menjadi napas jurnalisme harian Kompas dan Kompas.id.
Dalam praksis jurnalismenya, Kompas dan Kompas.id tetap akan menjadi ”anjing penjaga yang santun” (polite watchdog) dan mengedepankan prinsip jurnalisme Pemimpin Umum Kompas Jakob Oetama, yang menyebutkan gaya bermedia harian Kompas dan Kompas.id mengadopsi prinsip klasik, teguh dan keras dalam prinsip, tetapi lentur dan lembut dalam cara (Fortiter in re, suaviter in modo).
Teguh dan keras dalam prinsip, tetapi lentur dan lembut dalam cara
Di tengah merebaknya hoaks atau berita palsu, harian Kompas dan Kompas.id menawarkan jurnalisme berkedalaman. Desain surat kabar boleh saja berubah, platform bertambah: koran dan digital, tetapi jati diri, visi, dan komitmen kemanusiaan Kompas tetap akan abadi.
Teknologi membuat semuanya lebih relevan, tetapi jati diri dan sejarah tetaplah akan menjadi panduan harian Kompas bermedia.