Abraham Samad: Saatnya Pemerintah Berantas Kapitalisme Kroni
Oleh
Suhartono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2011-2015 Abraham Samad prihatin dengan ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi nasional yang kini dinilainya sudah mencapai taraf mengkhawatirkan dengan angka mencapai 49,3 persen. Ironisnya, 1 persen orang kaya di Indonesia menguasai 49 persen total kekayaan negara. Terciptanya segelintir orang kaya di Indonesia itu tak lepas dari lemahnya pemerintah dalam memberantas kapitalisme kroni atau crony capitalism.
”Jangan tunda-tunda lagi, sudah saatnya Pak Jokowi, presiden kita, menghapus ketimpangan dan kesenjangan ekonomi ini dengan tidak lagi menggelar karpet merah kepada segelintir konglomerat yang menguasai hampir setengah total kekayaan negara kita,” kata Samad kepada Kompas, Jumat (9/3) di Jakarta.
Seusai bertugas di KPK, Abraham Samad kini kerap menjadi narasumber di sejumlah seminar di kampus-kampus. Selain memberi motivasi kepada mahasiswa dan generasi muda sebagai penentu peradaban bangsa, dia juga memotivasi pentingnya pendidikan karakter untuk mewujudkan manusia Indonesia yang beradab dan berintegritas.
Menurut Samad, dengan mengutip angka yang pernah dikeluarkan Bank Dunia yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 crony capitalism paling tinggi di dunia, hampir dua pertiga harta kekayaan konglomerat Indonesia didapat dari hasil bisnis yang terkolaborasi dengan penguasa.
Sejauh ini, istilah kapitalisme kroni (crony capitalism) merupakan istilah di dunia ekonomi untuk menyebut harta kekayaan konglomerat yang kesuksesan bisnisnya didapat dari kolaborasi atau hubungan dekat antara pengusaha dan penguasa.
”Pertumbuhan ekonomi yang diklaim pemerintah itu sebenarnya hanya dinikmati oleh sekitar 20 persen penduduk terkaya di Indonesia, sedangkan penduduk di level bawah tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi ini,” papar Abraham.
Dari data yang juga hasil riset Bank Dunia, Samad menambahkan, 304 perusahaan besar di Indonesia menguasai 26 juta hektar konsesi hutan. Jika dibandingkan dengan 23,7 juta petani Indonesia, luas tanah yang dikuasai petani jauh lebih kecil dibandingkan dengan luas tanah yang dimiliki para konglomerat, yakni 21,5 juta hektar lahan.
Untuk itu, lanjut Samad, fokus pemerintah sekarang ini seharusnya ditujukan pada ketersedian lahan bagi petani yang tidak memiliki lahan pertanian atau perkebunan yang bisa mereka garap agar terjadi distribusi pemerataan pengelolan kekayaan alam terjadi.
Sebagai mantan Ketua KPK, Samad menengarai kapitalisme kroni di Indonesia masih tumbuh subur karena tidak lepas dari perilaku koruptif, selain juga rendahnya integritas atau moralitas bangsa.
”Pemberian konsesi dan fasilitas luar biasa terhadap konglomerat tidak lepas dari faktor kesejarahan yang pada masa lalu konsesi lahan hanya diberikan kepada kroni-kroni penguasa. Demikian juga kesempatan dalam mengelola kekayaan alam selalu jatuh kepada orang dekat, kerabat, dan kroni penguasa. Akibatnya, ketika rezim berganti, konsesi lahan masih dimiliki para konglomerat besar karena masa konsensinya belum habis. Di sisi lain, eksploitasi sumber daya alam yang terbatas mengakibatkan kerusakan lingkungan parah,” ujarnya.
Namun, kata Samad, jika ada kemauan politik dari pemerintah, regulasi pemberian konsensi itu bisa saja ditinjau ulang melalui regulasi baru. ”Selain itu, pemerintah juga bisa menciptakan garapan baru bagi 13 juta petani yang belum memiliki lahan ini,” katanya.
Genosida peradaban
Dalam berbagai kesempatan di hadapan mahasiswa dan anak-anak muda, Samad juga menekankan agar mahasiswa memiliki peran penentu masa depan dalam peradaban Indonesia tersebut. ”Hal penting yang harus mereka punyai menurut dia adalah integritas sebab dengan integritas itulah generasi muda dapat menangkal perilaku korupsi yang dapat menghancurkan peradaban sebuah bangsa. Korupsi itu sama dengan genosida peradaban,” katanya lebih jauh.
Besok, Sabtu (10/3), di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makasaar, dan Universitas Negeri Makassar (UNM), Samad dijadwalkan juga akan berbicara tentang kebangsaan dan pentingnya membangun peradaban bangsa dalam seminar bertemakan ”Spirit of Indonesia” yang dimotori Gerakan Kami Indonesia.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.