Audit Investigasi Proyek Infrastruktur BUMN yang Alami Kecelakaan Kerja
Oleh
Madina Nusrat/Harry Susilo
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengurangan penggunaan batang baja atau stress bar untuk mengikat bracket, penopang cetakan tiang, pada tiang PCB 34 Tol Becakayu itu tak hanya mengurangi kemampuan bracket dan membahayakan pekerja, tapi juga mengarah pada indikasi terjadinya dugaan korupsi. Badan Pemeriksa Keuangan pun bisa melakukan audit investigasi terhadap proyek-proyek infrastruktur yang tengah dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan mengalami sejumlah insiden kecelakaan.
Dari sejumlah praktik korupsi pada proyek infrastruktur, sebagaimana ditemukan dalam riset Komisi Pemberantasan Korupsi, ditemukan rata-rata besaran korupsi itu mencapai 30 persen dari nilai proyek. Modusnya mulai dari meninggikan harga perkiraan sendiri (HPS) untuk pengadaan setiap material. Ada pula yang dilakukan dengan cara mengurangi volume maupun spesifikasi teknis pada sejumlah material.
Kecelakaan kerja pada Tol Becakayu, menurut ahli hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, semestinya sudah cukup bagi penegak hukum untuk menyelidiki lebih jauh terkait proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek tersebut. Apalagi jika memang ditemukan dugaan pengurangan jumlah material, maka hal tersebut harus disidik.
Menurut Fickar, setiap pengurangan spesifikasi teknis maupun volume material dalam proyek infrastruktur pemerintah daerah maupun negara, itu dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Apalagi jika pelaksana proyek itu adalah BUMN yang kedudukannya merupakan bagian dari keuangan negara.
“Karena bagian dari keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan pun dapat melakukan audit investigasi terhadap proyek-proyek yang dilaksanakan BUMN. Jatuhnya material pada Tol Becakayu, itu bisa menjadi indikasi ke arah itu (korupsi),” kata Fickar.
Saat kecelakaan kerja terjadi pada tiang PCB 34 Tol Becakayu, Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur, pada 20 Februari lalu, itu ditemukan hanya empat batang baja yang dipasang pada bracket di tiang tersebut. Sesuai desain eksisting, seperti dimuat dalam dokumen Metode Improvement dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, semestinya ada 12 batang baja yang dipasang pada bracket dengan menembus tiang tol.
Penggunaan 12 batang itu telah memperhitungkan jumlah total beban yang ditopang sebesar 320 ton. Dengan dikurangi menjadi 4 batang, dengan sendirinya kekuatan bracket pun tinggal sepertiga.
PT Waskita Karya selaku pelaksana proyek Tol Becakayu pun mengakui hanya empat batang baja yang dipasang pada bracket di Tiang PCB 34. Kepala Divisi III PT Waskita Karya, Dono Parwoto mengatakan, empat batang baja itu masing-masing berukuran 32 milimeter atau 3,2 cm. Namun Dono tak merinci jumlah batang baja yang semestinya dipasang pada bracket menurut desain eksisting.
Dengan pemasangan empat batang baja pada bracket, menurut Dono tak mengurangi volume material. Kendati jika mengacu pada desain eksisting, penggunaan empat batang baja itu hanya sepertiga dari 12 batang baja yang semestinya dipasang.
Setiap batang baja itu, menurut Dono, paling mahal Rp 5 juta, dan satu baut untuk mengikat batang baja itu juga paling mahal Rp 200.000. Harga tiap unit batang baja dan baut itu, menurut Dono, tergolong kecil dan tak sebanding dengan nilai proyek Tol Becakayu sebesar Rp 7,125 Triliun. Sehingga dia meyakinkan bahwa tak ada pengurangan pada batang baja maupun baut.
“Tak ada untungnya saya mencari laba dengan mengurangi baut. Apalagi mengorbankan Rp 1 miliar (biaya pembangunan satu tiang). Kami ada SOP, tak mungkin mengurangi,” ucapnya.
https://youtu.be/EJELv5e_M2g
PT Kresna Kusuma Dyandra Marga (KKDM) selaku pemilik dan pengelola Tol Becakayu, pun mengungkapkan, bahwa pemasangan bracket pada sejumlah tiang tol di sepanjang Kali Malang juga ada yang menggunakan 4 batang baja. Hal itu diungkap oleh Pimpinan Provek Tol Becakayu PT KKDM, Herarto Startiono.
Menurut Herarto, meskipun menggunakan 4 batang baja, tetapi tak ada satu pun tiang di sepanjang Kali Malang itu yang mengalami kegagalan pada bracket. Menurutnya, tiang-tiang di sepanjang Kali Malang itu berbentuk segi empat sehingga memiliki penampang yang lebih luas. Dengan penampang yang lebih luas, dukungan kekuatan terhadap bracket juga lebih besar.
Sementara tiang-tiang yang didirikan di sepanjang Jalan DI Panjaitan, itu berbentuk segi delapan sehingga penampangnya lebih sempit dan dukungan kekuatan terhadap bracket juga lebih sedikit. Perbedaan luas penampang pada tiang segi empat dengan segi delapan, itu 2 meter persegi berbanding 80 cm persegi.
“Saya sudah komplain, dan meminta agar dipasang 12 (batang baja untuk pembangunan di sepanjang Jalan DI Panjaitan),” jelasnya.
https://youtu.be/PhVLxEwDiNY
Namun menurut Herarto, pengurangan material itu tak bertujuan untuk mencari keuntungan, melainkan agar pekerjaan berjalan lebih cepat.“Kalau Anda jadi kontraktor, akan jadi seperti itu kok. Jiwanya kontraktor kan seperti itu. Bukan nyari untung, tapi nyari cepat,” katanya.
Secara terpisah Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pahala Nainggolan pun mengatakan, dari riset KPK baru-baru ini terkait korupsi infrastruktur jalan, pada umumnya korupsi pada proyek pembangunan jalan itu dilakukan sejak dari perencanaan, dengan meninggikan harga perkiraan sendiri (HPS). Besaran korupsi umumnya 30 persen dari nilai proyek.
https://youtu.be/RzA4cF0Z2-s
Pada BUMN, lanjutnya, ada mekanisme yang memang membuka peluang tak berjalannya transparansi dan tata kelola pemerintah yang bersih, yakni mekanisme penunjukkan langsung dari pemerintah kepada BUMN, seperti halnya pada PT Waskita Karya. Sementara nilai proyek infrastruktur yang ditangani BUMN itu cukup besar, di atas Rp 100 miliar.
Dalam proses perencanaan pembangunan, BUMN dapat langsung menunjuk sub kontraktor maupun konsultan pengawas yang diinginkan. Desain dan penyusunan HPS juga ditentukan sendiri oleh pihak BUMN. “Tak ada yang men-challenge (menantang) desainnya itu benar atau tidak,” kata Pahala.
Terkait insiden Tol Becakayu tersebut, Direktur Operasi II Waskita Karya Nyoman Wirya Adnyana mengungkapkan, Waskita telah melakukan langkah perbaikan pada sistem supporting (penyangga) atau shoring yang akan digunakan pada pekerjaan pier head (kepala kolom) jalan Tol Becakayu sesuai rekomendasi Komite Keselamatan Konstruksi (KKK).
“Setiap tahapan pekerjaan akan mengikuti SOP (prosedur operasi standar) untuk menjamin setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan aman, tepat mutu, dan waktu,” kata Nyoman Wirya, dalam siaran persnya.
Nyoman menambahkan, Waskita juga berusaha meningkatkan SOP yang ada dengan cara terus meningkatkan koordinasi, pengawasan, dan evaluasi sesuai rekomendasi KKK. "Kami sudah memperbaiki metode kerja sehingga safety factor meningkat," ucap Nyoman.
PT KKDM selaku pengelola Tol Becakayu juga akan menindaklanjuti secara positif perbaikan guna menjamin pelaksanaan pekerjaan tol Becakayu dapat diselesaikan tepat waktu, aman, dan lancar. Saham dimiliki PT Waskita Toll Road sebesar 98,97 persen dan PT Jasa Marga 1,03 persen.
Direktur Teknik PT KKDM Purma Yose Rizal mengakui, KKDM telah menempuh sejumlah langkah untuk menindaklanjuti itu, yakni mengikuti pertemuan tiga menteri serta berkoordinasi dengan kontraktor yakni PT Waskita Karya dan konsultan pengawas PT Virama Karya untuk melakukan perbaikan secara intens.
Selain itu, KKDM juga bekerja sama dengan KKK memastikan proses pembangunan Tol Becakayu dilakukan sesuai kaidah, memastikan pengawasan berjalan baik, serta meminimalkan kelemahan yang ada dalam SOP dengan membuat kantor manajemen proyek di PT Waskita Toll Road. (ADY/BKY/DD05)