JAKARTA, KOMPAS — Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia kembali menawarkan kemitraan sebagai solusi utama mendongkrak kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan. Dengan demikian, sektor yang menyerap 31,8 persen pasar tenaga kerja ini bisa tumbuh lebih tinggi.
Tawaran model rantai kemitraan terintegrasi ini kembali didengungkan pada penyelenggaraan Jakarta Food Security Summit (JFSS) Ke-4 yang digelar Kadin Indonesia di Jakarta, Kamis dan Jumat (8-9/3) ini. Model ini menghubungkan petani, koperasi, perusahaan, asuransi, dan perbankan dalam kerja sama berkelanjutan.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani menyatakan, sektor yang mencakup pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan ini berkontribusi 13-14 persen terhadap produk domestik bruto dan menyerap hampir 40 juta tenaga kerja. Namun, pertumbuhannya relatif kecil, yakni 3-4 persen.
Skema kemitraan telah dipraktikkan dan dianggap berhasil di sektor perkebunan sawit. Dengan kemitraan itu, petani mendapat kepastian pasar karena produknya diserap perusahaan atau industri mitra. Petani juga didampingi untuk menerapkan sistem budidaya yang baik serta mendapatkan jaminan untuk mengakses modal dengan bunga rendah.
Skema kemitraan telah dipraktikkan dan dianggap berhasil di sektor perkebunan sawit.
Kemitraan yang diwadahi dalam Partnership for Indonesia\'s Sustainable Agriculture (PISAgro) ini menjangkau sekitar 83.000 petani di 2015, yang meningkat menjadi 387.098 petani pada 2017. Lahan yang dikelola juga bertambah dari 67.000 hektar menjadi 259.433 hektar selama kurun waktu itu.
Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis Pangan dan Kehutanan Franky O Widjaja, para petani sawit mampu membeli dan menggunakan bibit unggul bersertifikat karena memiliki modal cukup. Produktivitas pun naik. Sementara koperasi dapat berperan lebih baik sebagai perekat petani, pemodal, pembeli, dan pemerintah.
Fokus kesejahteraan
Saat membuka acara, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, selain memanfaatkan teknologi, cara terbaik untuk memacu produktivitas dan produksi adalah dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Caranya, antara lain melalui kemitraan yang memungkinkan petani mengefisienkan ongkos produksi, mengakses modal dengan bunga ringan, meningkatkan nilai tambah, dan memiliki kepastian pasar.
Peningkatan kesejahteraan petani perlu jadi prioritas. "Jika ditanya siapa yang bekerja paling berat, dialah petani. Tetapi selama ini pendapatannya kurang Rp 1 juta per bulan. Angka itu lebih rendah dari upah minimum di semua daerah," kata Kalla.
Jika ditanya siapa yang bekerja paling berat, dialah petani. Tetapi selama ini pendapatannya kurang Rp 1 juta per bulan. Angka itu lebih rendah dari upah minimum di semua daerah.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menambahkan, kemitraan merupakan solusi terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan petani. "Rantai distribusi terpotong sehingga petani mendapat harga tinggi. Pengusaha juga mendapat kepastian pasokan bahan baku. Saya yakin daya beli petani meningkat jika kemitraan jalan," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, klusterisasi komoditas menjadi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan skala produksi desa. Sebab, melalui kelompok atau kluster, petani bisa bekerja sama.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, pembentukan kluster dimasukkan dalam program Produk Unggulan Kawasan Pedesaan. "Diikuti 102 bupati dengan 68 pelaku usaha," katanya.