Sinta Nuriyah, istri presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, meskipun di umurnya yang genap 70 tahun, memiliki semangat yang tidak pernah luntur untuk terus menyuarakan kebinekaan bagi bangsa Indonesia. Sinta juga tetap setia memperjuangkan hak perempuan, menjadi ibu bagi mereka yang lemah dan dilemahkan.
”Di umur yang sudah 70 tahun ini, ibu masih setia menghabiskan waktu dan energi untuk menyapa siapa saja. Mereka butuh ibu yang mengayomi, melindungi, dan ibu yang menyapa. Itu ada dalam diri ibu kami,” ujar putri Gus Dur, Alissa Qotrunnada Wahid, dalam perayaan ulang tahun ke-70 Sinta di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/3).
Acara itu juga dihadiri Mahfud MD, Kepala Staf Pertimbangan Presiden Agum Gumelar, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, dan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.
Bagi Alissa, Sinta tak hanya menjadi ibu dari keluarga, tetapi ibu bangsa. Ia telah mencurahkan seluruh hidupnya untuk bangsa.
”Ibu telah setia pada panggilan hidup untuk mendampingi umat, sama seperti jalan yang dipilih oleh ayah Gus Dur untuk setia kepada umat,” kata Alissa.
Ibu telah setia pada panggilan hidup untuk mendampingi umat, sama seperti jalan yang dipilih oleh ayah Gus Dur untuk setia kepada umat.
Perayaan ulang tahun ramai diisi canda-tawa sanak-saudara. Anak-anak dan cucu-cucu keluarga besar Gus Dur berkumpul dalam satu panggung dan bernyanyi bersama.
Tak lama, Sinta ikut naik ke panggung. Sinta pun bernyanyi.
”Lagu ini untuk almarhum kekasih saya. Dialah telah menjadi suntikan semangat saya yang luar biasa,” ujar Sinta. Kemudian, ia bernyanyi lagu ”Fatwa Pujangga” karya seniman musik Melayu, Said Effendi, tentunya dengan penuh kedalaman cinta.
Penjaga pluralisme
Istri Agum Gumelar, Linda Amalia Sari, yang juga aktif di organisasi perempuan bersama Sinta, melihat Sinta bak pelita bagi para aktivis perempuan. Menurut Linda, Sinta selalu memberikan inspirasi bagi perempuan Indonesia untuk tidak pernah menyerah dan teguh dalam pendirian.
”Nilai-nilai yang beliau turunkan kepada generasi penerus bangsa telah membuat perempuan Indonesia bangkit dan berani bersikap,” ujar Linda.
Sinta selalu memberikan inspirasi bagi perempuan Indonesia untuk tidak pernah menyerah dan teguh dalam pendirian.
Bagi rohaniwan Antonius Benny Susetyo, sosok Sinta telah memberikan sumbangan besar bagi kemajemukan dan keberagaman bangsa Indonesia. Sebut saja, gerakan ”sahur keliling” yang telah digagasnya sejak 2000. Dengan semangat kebinekaan, Sinta menggandeng semua umat beragama untuk saling berbagi dan meneguhkan satu sama lain. Bahkan, hampir 18 tahun kegiatan itu terus berjalan hingga sekarang.
”Ibu Sinta mempunyai komitmen nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan lewat aksi dan karya nyata. Dia adalah figur perempuan yang menyatukan suku bangsa, etnis, dan agama lewat gerakan-gerakan cinta kasih dan kelembutan,” ujar Benny.
Sinta telah menjadi wajah keberagaman Indonesia. Sinta menunjukkan keteladanan yang sempurna bagi seorang perempuan. Tangguh, berwawasan luas, dan penuh cinta kasih.
Di akhir acara, Sinta mencoba memberikan alasan dari semua keberanian dan panggilan hidupnya tersebut.
”Perjuangan tidak pernah mengenal batas usia. Saya akan berjuang sampai akhir hayat,” ujar Sinta. (DD18)