Kurangi Pembiayaan Bermasalah Jadi Fokus Bank Syariah Mandiri
JAKARTA, KOMPAS - Meski mengalami peningkatan laba bersih dibandingkan tahun 2016 sebesar 12,2 persen, rasio pembiayaan bermasalah (NPF Gross) Bank Syariah Mandiri masih berada di atas empat persen.
Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM) Toni EB Subari saat melakukan paparan kinerja perusahaannya di Jakarta hari ini, Kamis 98/3) menyampaikan, pembiayaan selektif menjadi metode utama untuk mengurangi rasio pembiayaan bermasalah.
“Fokus kami ada empat, yaitu fokus dalam menjalankan bisnis yang sehat, fokus dalam menjaga kualitas pembiayaan, artinya kami fokus melakukan restrukturisasi terhadap pembiayaan, peningkatan fee based income, dan efisiensi operasional perusahaan dengan mendorong nasabah memanfaatkan e-channel (platform elektronik) dalam melakukan transaksi,” kata Subari.
Rasio pembiayaan bermasalah (NPF Gross) BSM per akhir 2017 sebesar 4,53 persen. Jumlah tersebut hanya turun 0,39 persen dari tahun 2016 yang rasionya sebesar 4,92 persen.
“Untuk penurunan NPF, ke depan kami akan terus melakukan restrukturisasi. Bagi nasabah yang sudah kami restrukturisasi kami akan jaga, sementara yang sedang direstrukturisasi akan kami segera selesaikan prosesnya,” ujar Toni.
Adapun laba yang dibukukan BSM meningkat dari yang tercatat Rp 325 miliar pada 2016, menjadi Rp 365 miliar pada 2017.
Sepanjang 2017, pertumbuhan pembiayaan BSM lebih sedikit dibandingkan pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK). Pembiayaan BSM pada 2017 sebesar Rp 60,69 triliun meningkat 9,20 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 55,58 persen.
Sementara itu, penghimpunan DPK mengalami pertumbuhan 11,37 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah DPK BSM tahun 2017 sebesar Rp 77,90 dari yang tahun sebelumnya berjumlah Rp 69,95 triliun.
“Pembiayaan yang tumbuh lebih kecil dibandingkan pertumbuhan DPK merupakan strategi kami yang memang lebih selektif dalam melakukan pembiayaan. Peningkatan DPK dibandingkan pembiayaan juga menunjukan masyarakat semakin percaya kepada kami,” ujar Toni.
Toni menyampaikan, mulai tahun 2017 BSM fokus melakukan pembiayaan di bidang retail. Pembiayaan di bidang retail tumbuh 11,48 persen di 2017, jauh lebih tinggi dibandingkan pembiayaan di bidang wholesale yang hanya tumbuh 5,50 persen.
Adapun rasio kecukupan modal (CAR) BSM pada 2017 mengalami peningkatan 1,85 persen. Pada 2016 CAR BSM, yaitu 14,01 persen menjadi 15,86 persen pada 2017.
Toni mengatakan, salah satu faktor peningkatan rasio CAR BSM disebabkan oleh suntikan modal dari perusahaan induk Mandiri senilai Rp 500 miliar pada tahun 2017.
Target 2018
Toni menyampaikan, BSM menatap tahun 2018 dengan percaya diri. Ia menargetkan perusahaannya tahun ini dapat meraup laba bersih sekitar Rp 450 – 500 miliar. Artinya dibandingkan tahun 2017, laba bersih diproyeksikan naik 30-40 persen.
Untuk pembiayaan, BSM menargetkan dapat mencatatkan pertumbuhan 12-13 persen. Jumlah pertumbuhan tersebut lebih besar dibandingkan dengan target penghimpunan DPK yang hanya diproyeksikan tumbuh 10-11 persen dari tahun 2017.
“Fokus pembiayaan kami masih di retail. Itu karena analisa kami, bisnis syariah di Indonesia cenderung lebih menempel kepada individu – individu,” kata Toni.
Terkait rasio pembiayaan bermasalah, Toni mengatakan BSM berupaya agar tahun ini rasionya di bawah 4 persen.
Adapun total aset yang ingin dicapai BSM pada 2018 berada di kisaran Rp 91-93 triliun. Pada 2017, jumlah aset BSM tercatat sebesar 87,94 triliun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 11,55 persen dibandingkan tahun 2016 yang hanya berada di angka Rp 78,83 triliun.
Potensial
Sebelumnya, pakar ekonomi Syariah dari International Islamic Insurance Society Muhammad Syakir Sula menilai, industri keuangan syariah akan semakin menggeliat di tahun 2018. Hal itu disebabkan oleh pengetahuan masyarakat yang semakin baik bahwa bisnis syariah dapat diakses oleh siapa pun, tidak hanya umat muslim.
Syakir mencotohkan beberapa perbankan syariah di Indonesia yang investornya justru didominasi oleh para pengusaha non muslim.
Selain itu, pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah pada 2017 yang diketuai langsung oleh Presiden Joko Widodo dinilai akan menggenjot pergerakan pasar keuangan syariah.
“Saya memprediksi keuangan syariah akan menggeliat karena akan digerakan langsung dari istana. Pembiayaan juga akan menjangkau sektor mikro, sampai ke pesantren-pesantren contohnya,” ujar Syakir.
Rizky Wisnoentoro Corporate Secretary BSM menyambut positif pembentukan KNKS. Ia menilai, pembentukan KNKS akan mendorong industri keuangan syariah.
“Ini bentuk kepedulian pemerintah. Kami juga yakin pembiayaan ke sektor mikro selain ke pesantren akan semakin meningkat nantinya,” ujar Rizky.