Mahasiswa Keguruan Itu di Simpang Jalan...
SULYANTO (61) berdiri membelakangi papan tulis. Suara Kepala Program Studi Pendidikan Ilmu Ekonomi di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Purnama itu terdengar dari luar ruangan di tengah kegelapan malam, Selasa (6/3). Saat itu, Sulyanto sedang menerangkan materi kuliah Manajemen. Di hadapannya duduk 50 mahasiswa semester VI.
- English Version: Teacher Training Students at Crossroads
Beberapa mahasiswa mengenakan seragam safari. Pada siang hari, ruangan yang sama dipakai sebagai kelas untuk SMP Purnama.
STKIP Purnama yang berakreditasi C merupakan bagian dari Yayasan Purnama yang membawahkan beberapa lembaga pendidikan, yaitu SMP, SMA, SMK, dan STKIP. Semuanya beroperasi di kompleks yang sama di wilayah Jakarta Selatan. Ruang perkuliahan STKIP Purnama menggunakan ruang-ruang kelas SMP dan SMA.
Pembantu Ketua 1 Bidang Akademik STKIP Purnama Sumantri menjelaskan, perguruan tinggi tersebut berdiri sejak 1978. Pada masa awal, keberadaan STKIP Purnama punya misi membantu guru-guru yang belum bergelar S-1 untuk bisa meraihnya. Kini, mahasiswa terdiri atas berbagai latar belakang. Ada yang sudah bekerja sebagai guru honorer, karyawan toko, dan pesuruh di perkantoran. Semuanya ingin mengejar ijazah S-1. ”Jadwal kuliah memang sengaja pada malam hari karena dari pagi hingga petang para mahasiswa harus mencari nafkah,” kata Sumantri. Perkuliahan di kampus itu berlangsung setiap Senin-Rabu pukul 18.15 hingga 21.00. STKIP Purnama hanya mengasuh satu program studi, yakni pendidikan ekonomi, yang mencakup administrasi perkantoran dan manajemen.
Dari segi visi dan misi, Sumantri mengungkapkan tidak berubah sejak masa berdiri. STKIP itu ingin memberi kesempatan kepada semua orang agar bisa meraih gelar sarjana pendidikan. Mereka menawarkan biaya kuliah yang relatif terjangkau, hanya Rp 900.000 per semester. Itu pun bisa dicicil. Di samping itu, untuk menjadi mahasiswa baru STKIP Purnama tidak perlu mengikuti ujian masuk. Pendaftar cukup melengkapi berkas yang dibutuhkan.
”Semua orang berhak menjadi sarjana. Terlepas mereka nanti memang akan jadi guru ataupun tidak. Pendidikan tinggi semestinya bukan hal eksklusif,” ujarnya. Ijazah S-1 diyakini membuka peluang lebih luas dalam mencari pekerjaan atau mendapatkan promosi.
Total mahasiswa di sekolah tinggi ini 260 orang. Jumlah mahasiswa baru yang mendaftar pada tahun ajaran 2017/2018 ada 12 orang. Adapun yang lapor diri dan aktif kuliah hanya 9 orang. Sementara itu, jumlah dosen ada 23 orang, terdiri dari 12 dosen tetap dan 11 dosen tak tetap.
Program profesi
Salah satu mahasiswa semester VIII STKIP Purnama yang juga bekerja sebagai guru honorer di sebuah SMK swasta di Jakarta Barat ialah Anggi Tristianto (23). Ia baru saja menyelesaikan program pengalaman lapangan (PPL) di sebuah SMK di Jakarta Pusat. ”Kalau sudah lulus, saya akan kembali mengajar di Jakarta Barat,” kata Anggi yang mengampu pelajaran Olahraga dan Administrasi Perkantoran.
Ia mengatakan, keinginannya menjadi guru berasal dari cita-cita orangtuanya yang tidak kesampaian. Ayahnya bekerja sebagai pengemudi taksi dan ibunya mengelola rumah tangga. Pada 2012, ia lulus dari jurusan administrasi perkantoran di sebuah SMK dan langsung mendaftar ke STKIP Purnama. Sambil kuliah, ia diterima jadi guru honorer di Jakarta Barat.
Anggi berniat mengikuti pendidikan profesi guru (PPG) karena ingin diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan mendapat tunjangan sertifikasi. Selain itu, ia tergugah ingin menjadi guru karena pengalaman PPL mempertemukannya dengan seorang siswa yang memiliki hambatan belajar. ”Saya tertantang ingin membuat siswa tersebut lebih baik,” ujarnya.
Ia mengharapkan sekolah tempat ia mengajar mau mendaftarkan dirinya sebagai salah satu peserta uji seleksi PPG.
Berdamai dengan keadaan
Masuk ke program studi keguruan tak melulu diawali cita-cita untuk menjadi guru. Lita MS (24), lulusan prodi pendidikan ekonomi di universitas swasta di bilangan Jakarta Timur, awalnya tak berpikir menjadi guru. Dia bertekad kuliah agar punya peluang kerja yang lebih baik pada masa depan. ”Bingung nyari tempat kuliah yang biayanya terjangkau,” kata Lita yang ayahnya bekerja sebagai sopir angkutan kota di Jakarta.
Ia memilih salah satu STKIP di Jakarta Timur. Saat masuk kuliah sekitar tahun 2012, biaya awal yang dibayar sekitar Rp 3 juta. Biaya kuliah per semester sekitar Rp 600.000.
Menurut Lita, ketika menjalani kuliah, bayangan untuk bekerja sebagai guru mulai muncul. Meskipun tak banyak kesempatan praktik mengajar secara nyata di sekolah, dia merasa menjadi guru mulai menarik. Apalagi, dia punya kesempatan praktik kerja lapangan (PKL) sebagai guru selama sebulan pada semester VII. Namun, untuk jadi guru ekonomi sesuai bidang ilmunya tak secerah bayangannya saat kuliah. Tidak ada lowongan jadi guru ekonomi saat lulus. Yang ada justru tawaran menjadi guru honorer di salah satu SD di dekat rumah. ”Katanya, jalur menjadi guru sudah biasa dari honor dulu. Saya ambil saja kesempatan ini. Waktu itu cuma tes wawancara dan pihak sekolah langsung oke tanpa menyoal ijazah saya pendidikan ekonomi,” kata Lita.
Kini Lita bergaji Rp 1,2 juta per bulan, sepertiga dari upah minimum buruh wilayah DKI. Berbekal pendidikan ekonomi di kampus, ketika menjadi guru SD, Lita menyesuaikan dirinya seperti bunglon. ”Yang penting mau belajar dan diajarin juga sama guru seniornya juga,” cerita Lita. Namun, Lita gamang dengan kariernya sebagai guru di masa depan. Apalagi soal linearitas lulusan menjadi salah satu hal penting saat ini untuk bisa jadi guru tetap di swasta ataupun PNS.
”Tak tahu juga sampai kapan bisa diangkat jadi guru tetap yayasan. Ini sistem kontraknya saja diperbarui lewat omongan saja. Saya sedang berpikir untuk bisa ikut PPG dengan nabung. Tapi dengan gaji kecil, berat juga untuk membiayai pendidikan lanjutan lagi,” kata Lita.
Sementara itu, Juliana Tambunan (24) setelah menyandang gelar sarjana pendidikan ekonomi tak pernah menjadi guru. ”Awal lulus kuliah 2016, masih coba-coba ngajuin lamaran ke sekolah swasta di Jakarta, tetapi tidak pernah ada panggilan,” katanya. Cukup lama menganggur, ada panggilan dari perusahaan di bidang telemarketing. Diambilnya tawaran itu walau cuma bertahan dua bulan.
Kuliah di lembaga pendidikan guru ibarat belajar di simpang jalan.