JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia diminta tetap menggelar forum trilateral ulama dari tiga negara (Indonesia, Afghanistan, dan Pakistan) dalam upaya menciptakan perdamaian di Afghanistan meski ada seruan boikot dari kelompok Taliban. Seruan boikot itu hendaknya disikapi secara wajar.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti saat dihubungi, Minggu (11/3), terkait seruan boikot kelompok Taliban. Melalui pernyataan yang dirilis, Sabtu, Taliban menyerukan kepada para ulama untuk tidak berpartisipasi dalam forum trilateral di Indonesia.
Dalam pernyataan itu, Taliban mengatakan, konferensi yang akan diikuti oleh para ulama dari Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia tersebut hanya dimaksudkan untuk ”melegitimasi kehadiran penjajah kafir di negara Islam Afghanistan”.
Menanggapi hal itu, Mu’ti mengatakan, pernyataan tersebut harus disikapi secara wajar dan semestinya tak membuat rencana menggelar forum trilateral di Jakarta tertunda. ”Inisiatif untuk memberikan jalan keluar bagi permasalahan di Afghanistan ini cukup baik dan sesuai dengan misi Indonesia yang aktif mengupayakan perdamaian. Namun, Pemerintah Indonesia harus realistis,” katanya.
Mu’ti menambahkan, persoalan di Afghanistan sangat kompleks. Faksi yang berseteru tidak tunggal, bahkan Taliban juga mempunyai jaringan yang besar dan tersebar di negara lain. Pengambilan keputusan pun, menurut Mu’ti, bisa jadi mempunyai kaitan dengan negara tertentu.
Persoalan di Afghanistan sangat kompleks. Faksi yang berseteru tidak tunggal, bahkan Taliban juga mempunyai jaringan yang besar dan tersebar di negara lain.
Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas berpendapat senada. Ia tetap berharap, seluruh pihak terkait berada di meja perundingan tersebut. Koordinasi antarsejumlah pihak menjadi sangat penting.
”Perlu ada upaya yang dilakukan agar seluruh pihak dapat hadir karena proses perdamaian ini perlu. Yang pasti langkah yang menjadi proses itu harus terkoordinasi dengan sungguh-sungguh,” kata Robikin.
Pekan lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan, forum trilateral antara ulama Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia akan diselenggarakan pada akhir Maret ini. Kalla mengharapkan forum itu dapat menghasilkan kesepakatan atau fatwa bersama untuk mendamaikan konflik yang sudah berlangsung selama 40 tahun di Afghanistan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah ditunjuk sebagai pelaksana pertemuan. Forum trilateral ulama ini merupakan tindak lanjut dari Konferensi Proses Kabul II, 28 Februari lalu, yang dihadiri Kalla dan sejumlah pejabat tinggi Indonesia. Dalam forum trilateral nanti, direncanakan ulama tiga negara itu masing-masing akan diwakili oleh 15 ulama dari Afghanistan, 15 ulama Pakistan, dan 15 ulama dari Indonesia.
Minggu kemarin, sumber diplomatik di Jakarta mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri Indonesia, Pakistan, dan Afghanistan sudah saling melakukan kontak terkait pelaksanaan Konferensi Perdamaian Ulama ini.
Taliban menolak
Namun, pada Sabtu lalu, Taliban menolak konferensi tersebut. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan bahwa Afghanistan bukan hanya masalah rumit, melainkan juga masalah utama bagi umat Islam.
”Gerakan militan telah mengembangkan sistem yang tepat di negara ini, tetapi Amerika Serikat telah menghancurkannya. Dengan memberikan legitimasi kepada pemerintahan Kabul dan dengan propagandanya, Amerika Serikat ingin menipu negara-negara Muslim. Pertemuan para ulama di Indonesia atau beberapa negara Islam lainnya merupakan langkah yang menyesatkan,” kata Zabihullah.
Taliban mendesak negara-negara Islam agar tidak mendukung dan berpartisipasi dalam konferensi semacam itu. Taliban mengatakan bahwa usulan konferensi yang akan diikuti oleh para ulama dari Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia itu hanya dimaksudkan untuk ”melegitimasi kehadiran penjajah kafir di negara Islam Afghanistan”.
”Jangan memberi kesempatan kepada orang-orang kafir yang menyerang di Afghanistan untuk menyalahgunakan nama dan partisipasi Anda dalam konferensi ini sebagai sarana untuk mencapai tujuan jahat mereka,” demikian pernyataan Taliban.
Taliban selama ini hanya mau berunding dengan Pemerintah Amerika Serikat. Namun, AS menolak permintaan dan mendesak Taliban agar menerima tawaran berdamai yang diajukan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Dalam Konferensi Proses Kabul II, Ghani menawarkan kepada Taliban untuk terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi partai politik.
Para diplomat Barat mengatakan bahwa ada peningkatan upaya di balik layar untuk meletakkan dasar bagi kemungkinan perundingan damai untuk masa depan Afghanistan dengan kontak reguler melalui perantara.
Pada saat yang sama, AS telah meningkatkan tekanan medan perang, terutama melalui serangan udara terhadap Taliban. Saat bersamaan, negara-negara mitra internasional Afghanistan berusaha membangun dukungan diplomatik untuk mendorong Taliban ke meja perundingan. (REUTERS/LOK/IAN)