Saksi Bayar Berkali-kali di Luar Perjanjian agar Bisa Berangkat Umrah
Oleh
DD09
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Empat saksi dari pihak calon jemaah dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel. Saksi menyatakan telah membayar sejumlah biaya tambahan yang diminta dengan janji segera diberangkatkan. Namun, hingga saat ini mereka belum berangkat umrah.
Hal ini terungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (12/3), yang dipimpin Hakim Ketua Sobandi didampingi hakim anggota Yulinda Trimurti Asih dan Teguh Arifiano.
Empat saksi yang dihadirkan terdiri dari Dini Lalita (52), Suprapti (38), Iriyanti (55), dan Masonah (47). Keempatnya telah melunasi biaya perjalanan umrah pada periode 2016-2017, tetapi hingga saat ini belum diberangkatkan.
Keempat saksi ini membeli Paket Promo First Travel seharga Rp 14,3 juta yang keberangkatannya 1-1,5 tahun setelah pelunasan. Akan tetapi, Masonah dan Suprapti membayar lebih karena ingin segera berangkat. Mereka diiming-imingi dapat segera berangkat dengan membayar sejumlah biaya tertentu.
Pada awal kesaksian, Masonah menceritakan, dirinya membayar Rp 2,5 juta untuk Paket Charter Ramadhan dan Rp 2,7 juta untuk meningkatkan Paket Promo menjadi Paket Reguler.
”Saya akan berangkat sendiri. Saat Maret 2017, saya diberi tahu pihak manajemen First Travel bisa berangkat (umrah) pada 29 Mei 2017 dengan mengambil Paket Carter Ramadhan sebesar Rp 2,5 juta. Sampai sekarang belum berangkat,” katanya.
Salah satu jaksa penuntut umum, Sufari, bertanya, ”Kalau tidak ada tawaran percepatan jadwal, keberangkatan Anda tidak akan menambah biaya?”
”Tidak. Setelah itu, saya lihat website First Travel dan ada anjuran untuk upgrade ke Paket Reguler dengan biaya Rp 2,7 juta supaya bisa segera berangkat. Saya memaksakan diri membayarnya karena sudah telanjur malu,” tutur Masonah.
”Jadi Anda bayar tiga kali ke First Travel?”
”Ya.”
”Anda berusaha ke First Travel agar segera berangkat?”
”Ya. Saya ke kantornya di (Jalan) TB Simatupang. Di sana saya tidak menemui terdakwa, tetapi bagian legal-nya. Bagian legal hanya menjawab, ’Tunggu saja’,” kata Masonah.
Sementara itu, Suprapti telah menghabiskan uang Rp 67,8 juta. Biaya itu juga termasuk pembayaran Rp 2,5 juta per orang untuk Paket Ramadhan. Dia hendak berangkat umrah bersama ibu dan dua kakaknya.
”Awalnya, saya dijadwalkan pada Maret-April 2017, lalu dijadwal ulang ke tanggal 13 Mei 2017. Setelah itu, dijadwal lagi pada 23 Mei 2017, tetapi belum diberangkatkan sampai saat ini,” kata Suprapti.
Dini dan Iriyanti bercerita, mereka juga ditawari untuk menambah biaya Paket Carter sebesar Rp 2,5 juta per bulan.
”Saya harusnya berangkat pada 1 April 2017 lalu ditunda pada 23 April dan ditunda lagi hingga 1 Mei 2017. Tujuh hari sebelum 1 Mei, saya ditawari Paket Carter tersebut. Tapi saya pikir waktunya terlalu mepet dengan keberangkatan,” kata Iriyanti.
Meskipun akan berangkat berdua dengan ibunya yang tengah sakit jantung, Dini tidak membayar Paket Carter. Dia merasa tidak masalah jika keberangkatannya tertunda.
Saat Sobandi memberi kesempatan untuk menanggapi, ketiga terdakwa yang terdiri dari Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan serta Direktur Keuangan Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan tidak memberikan tanggapan.
Ketiganya didakwa pasal berlapis yang terdiri dari Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dan Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) (Kompas, 5/3).
Ganti rugi
Sebelum menutup sidang, Sobandi mempersilakan saksi untuk memberikan pernyataan. ”Uang untuk umrah itu hasil jerih payah kami. Tolong kembalikan uang kami,” kata Iriyanti.
Pengunjung sidang spontan berteriak, ”Betuuul!”
Wawan Ardianto, salah satu kuasa hukum terdakwa, meminta jaksa penuntut umum untuk segera melelang aset-aset terdakwa yang pernah ditawarkan dua pekan lalu. ”Aset-aset itu masih dalam proses pembuktian,” kata Sufari menjawab permintaan Wawan dalam sidang.
Sebelumnya, tim kuasa hukum terdakwa menaksir aset-aset milik kliennya bernilai sekitar Rp 200 miliar (Kompas, 27/2). Padahal, kerugian yang dialami 63.310 calon jemaah itu senilai Rp 905,333 miliar.