Tindak Tegas Pencuri Listrik
Tingginya angka kebakaran di Jakarta menuntut pembaruan pola antisipasi. Bila tidak, bukan tidak mungkin ribuan warga kembali kehilangan
JAKARTA, KOMPAS - Korsleting masih menjadi penyebab utama kebakaran di Jakarta. Belum ada langkah baru untuk menekan kejadian, termasuk penindakan tegas bagi pencuri listrik.
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Damkar) DKI mencatat, tahun 2016, terjadi 1.171 kebakaran atau rata-rata 3 kejadian per hari.
Tahun berikutnya, kejadian kebakaran bertambah 300 kasus menjadi 1.471. Bila dirata-rata, ada 4 kebakaran saban hari. Dari jumlah kebakaran 2017, tercatat 927 di antaranya dikarenakan korsleting listrik.
Pada 16 Januari 2018, beberapa kebakaran melanda Jakarta. Salah satu yang terbesar adalah kebakaran di Museum Bahari, Jakarta Utara. Api menghanguskan jejak peninggalan bersejarah di gedung yang terbakar dan koleksi di dalamnya.
Pada 1 Februari, kebakaran melanda satu rumah dan 11 kios di Jalan Pedongkelan Raya, Cengkareng, Jakarta Barat. Penghuni rumah, pasangan Gunawan (80) dan Lani (75), serta anaknya, Edy (40) dan Cencen (38), tewas terbakar.
Kepala Bidang Operasional Damkar DKI Rahmat Kristianto, Jumat (9/3), mengatakan, kebakaran di DKI tahun 2017 menyebabkan 11.098 jiwa kehilangan tempat tinggal dengan kerugian mencapai Rp 477 miliar.
”Jika dilihat dari sebaran wilayah kecamatan, maka Kecamatan Cengkareng kini menduduki peringkat teratas dengan jumlah kebakaran 70 kali tahun lalu, diikuti Cakung, Jakarta Timur, dengan 68 kasus; Cilincing, Jakarta Utara, 65 kasus; Penjaringan, Jakarta Utara, 63 kasus; dan Duren Sawit, Jakarta Timur, 56 kasus,” kata Rahmat.
Fatma Lestari, ahli bidang keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan Universitas Indonesia mengatakan, warga yang memasang listrik secara ilegal biasanya tidak memakai alat mini circuit breaker (MCB) yang berfungsi mengontrol kelebihan listrik, maupun kegagalan instalasi. Banyak kejadian, saat kelebihan listrik atau kegagalan instalasi, tidak ada pengendali sehingga langsung memicu kebakaran.
Menurut dia, PLN harus menggandeng pihak kepolisian untuk tegas menangani masalah pencurian listrik. Masyarakat tidak hanya membutuhkan edukasi, tetapi juga memerlukan penegakan hukum yang tegas agar kebakaran dapat dicegah.
Jakarta saat ini masih mengalami krisis dalam hal penataan kelistrikan. Kabel-kabel instalasi listrik masih semrawut. Orang bisa nyantol listrik semau sendiri.
”Kalau kami melanggar lalu lintas, itu, kan, ditilang. Masa ini ada pelanggaran pencurian listrik tidak bisa ditindak? Harus ada kerja sama antara PLN dan kepolisian,” kata Fatma.
Kepala Seksi Operasional Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat, Romphis Romli, Kamis, mengatakan, di Jakarta setiap tahun, lebih dari 1.000 kebakaran.
Sekitar 78 persen penyebab kebakaran adalah kelistrikan, baik karena peralatan rumah tangga, penggunaan kabel listrik yang tidak standar nasional Indonesia (SNI), hingga terbakarnya kabel pengisi daya baterai ponsel lantaran tidak dicabut.
Penyisiran pencuri listrik
Kepala Camat Tambora Djaharuddin, Jumat, menduga, bertambahnya jumlah kebakaran disebabkan merosotnya penyisiran para pencuri listrik.
”Sejak tahun lalu, sweeping pencurian listrik di kawasan permukiman padat oleh petugas PLN jarang dilakukan. Padahal, sebelumnya, setiap pekan, mereka melakukan sweeping pencurian listrik,” ujarnya.
Sejak puluhan tahun, Tambora dikenal sebagai kawasan ”arisan kebakaran”. Sebutan ini muncul karena di sini tak pernah sepi dari kasus kebakaran yang umumnya menyebabkan puluhan rumah terbakar. Baru tahun 2015, peringkat tertinggi kebakaran di DKI berpindah ke Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
Aries Dwianto, Manajer Komunikasi, Hukum, dan Administrasi PLN Distribusi Jakarta Raya, mengatakan, wewenang PLN hanya dari tiang listrik sampai di meteran saja. Bahwa terjadi kebakaran karena kelistrikan, menurut Aries, itu sudah di ranah pengguna atau pemilik rumah, bukan wewenang PLN lagi.
Bisa jadi, warga menggunakan kabel yang tidak standar SNI, hingga perilaku teledor dalam menggunakan peralatan listrik sehingga menimbulkan kebakaran. Secara umum, kebakaran di permukiman padat terjadi karena instalasi listrik.
Sosialisasi
Meski wewenang PLN selesai di meteran listrik, lanjut Aries, PLN berupaya lain. Yaitu melakukan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan peralatan kelistrikan yang tepat dan aman, serta memenuhi SNI. Itu dilakukan melalui acara temu pelanggan. Sosialisasi juga dilakukan melalui media, seperti radio.
Daerah dengan pencurian listrik tinggi juga tetap disisir dan ditertibkan. Langkah itu biasanya dilakukan di permukiman padat atau kawasan perdagangan yang padat. Tujuannya untuk menghindarkan atau menekan angka penggunaan listrik secara ilegal.
PLN mempunyai tim penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL) yang bertugas menyisir 16 area kerja PLN.
Solusi yang dilakukan PLN adalah mendirikan stasiun pengisian listrik umum (SPLU). Ada 1.000 titik SPLU di Jakarta. Dengan SPLU, pedagang kaki lima yang diketahui mencuri listrik untuk keperluan perdagangan, bisa membeli listrik di SPLU itu.
Para pedagang bisa patungan membeli daya dan menggunakannya untuk berdagang. Ia mengklaim, dengan SPLU, angka pencurian listrik bisa ditekan.
Sementara untuk di permukiman, Aries mengatakan, seluruh peralatan listrik mulai dari tiang sampai meteran sudah aman. Apabila terjadi lonjakan daya listrik, meteran listrik otomatis mati untuk mengantisipasi kebakaran.
Dari pihak Damkar, sosialisasi ke warga terus dilakukan. ”Di Jakarta Pusat, hasil musrenbang RT-RW, kelurahan, kecamatan, tahun 2017, ada bantuan alat pemadam ringan (apar). Ada 1.600 unit yang dibagikan ke RW-RW dan kami membantu cara penggunaannya,” ujar Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat Hardisiswan.